Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Tawaran

BACA CERITA INI BAYAR PAKE VOTE DAN KOMEN. JANGAN LUPA KLIK BINTANG SEBELUM BACA!❤️‍🔥

Maaf baru update, soalnya kemarin belum nyampe target. Sekarang pun sebenernya belum nyampe target, tapi tanganku udh gatel mau update wkwkwk

Di daerah kalian hujan gak?

Lebih suka cerita tulisan rapi tapi alurnya b aja atau cerita tulisan berantakan tapi alurnya bagus?

Bingung ga tuh wkkwkwk

Happy reading!🤟

"Gue selama ini gak pernah berani nanya, tapi gue penasaran gimana kronologi pembunuhan Pak Deddy itu? Kok, bisa Papa lo yang dituduh?" tanya Kiara bertubi-tubi.

Mengingat kejadian itu membuat Avram menarik napas sejenak, lalu menghembuskannya. Ia sebenarnya tak mau menceritakan ini pada siapa pun. Namun, karena Kiara yang bertanya, dengan ikhlas ia menjawab, "Papa gue waktu itu baru pulang dari kantor Gubernur, di sekitar sana kebetulan ada Pak Deddy. Pas Papa gue keluar dari gedung, pas banget kepala Pak Deddy ditembak, beliau langsung tewas di tempat."

"Terus, gara-gara itu Papa lo jadi tersangka?"

Avram mengangguk lesu. "Iya."

"Ih, rugi belajar tentang penyidikan dan penyelidikan tapi ngambil bukti cuma dari sana." Kiara benar-benar dongkol mendengar ketidakadilan hukum di kasus Derry.

"Palingan udah disogok sama Pak Mahardika." Avram berspekulasi.

"Untung gue udah putus sama Arjuna, amit-amit punya calon mertua kayak gitu." Kiara merasa jijik.

Pernyataan Kiara menyebabkan Avram tersenyum tipis. "Lo ternyata orangnya rada ceplas-ceplos, ya, soalnya selama ini orang-orang pada ngira lo kalem tapi tegas."

"Masalah kayak gini gampang banget bikin gue emosi. Belum lagi Arjuna brengsek banget," balas Kiara.

"Mereka harus dikasih pelajaran, sih, menurut gue," jawab Avram.

"Menurut lo, apa yang gue bisa lakuin supaya Si Brengsek itu nyesel?" Kiara bertanya.

"Pacaran sama gue," ungkap Avram tersenyum penuh arti.

"Apa?!" pekik perempuan berambut panjang itu.

Avram memegang kedua pundak Kiara, menatap sepasang retina tersebut penuh kesungguhan. "Gue serius."

Kiara mengerut bingung. "Serius pengen pacaran sama gue?"

Avram menarik tangannya yang memegang pundak Kiara. "Serius pengin bantuin lo buat balas dendam sama Arjuna. Arjuna bakal cemburu kalo lo pacaran sama gue."

"Oh, ya?" Kiara tak yakin akan jawaban Avram.

"Kemungkinan iya," jawabnya. "Gimana? Lo mau, gak?" tanya Avram menaikkan sebelah alisnya.

"Gue pertimbangin dulu, ya, Vram," balas Kiara menatap ragu Avram.

"Oke, gue juga gak minta lo buru-buru buat ambil keputusan. Pikirin baik-baik omongan gue."

"Iya."

Lelaki jangkung tersebut mengangkat kedua bokong dari sofa panjang. "Gue pulang dulu kalo gitu."

Kiara mengangguk. "Hati-hati, Avram."

***

Di ruang tengah, Arjuna dan Mahardika tengah menghisap sebatang rokok yang asapnya membumbung ke langit-langit. Mereka terlihat membicarakan hal yang serius.

"Kamu tahu di mana keberadaan Kiara?" tanya Mahardika sembari mengetuk rokok di atas asbak guna menjatuhkan abu rokok.

Arjuna mengapit sebatang tembakau berbalut kertas—menghembuskan asap rokok ke udara. "Palingan di rumah Avram."

Mata Mahardika menyipit mendengar pernyataan Arjuna. "Kamu udah cari ke sana?"

"Enggak, tadi aku cuma lewat sana," sahut Arjuna.

"Ngapain kamu ke komplek sana?" Mahardika mulai menginterogasi anaknya.

"Neror rumah keluarga Krisna pake pistol."

Jawaban yang terlontar dari mulut Arjuna membuat lautan emosi menguasai Mahardika. Tangannya menggebrak meja di depannya. "Bodoh! Kenapa kamu ngelakuin sendirian?!"

Arjuna berusaha terlihat santai. "Karena aku udah gak sabar buat keluarga mereka makin hancur lagi, Pa."

Mahardika melempar kasar rokok itu ke asbak. "Bertindak tanpa perencanaan matang itu sama dengan berperang tanpa senjata andalan, Bodoh!" serunya. "Kamu gak mikir kalo mereka bakal amati pelurunya dan bakal ketahuan kalo kamu pelakunya, hah?"

Arjuna tersenyum miring. "Mereka pasti tau kalo kita pelakunya, kan, cuma kita yang nyerang dia habis-habisan. Aku sengaja ngelakuin ini supaya mereka makin takut sama kita."

"Kalo begitu, ancam mereka terus," ujar Mahardika mulai tenang.

"Baik, Pa."

***

Sejak kejadian kemarin, Krisna melapor kepada Pak RT kompleknya—Balik untuk memastikan keamanan di komplek ini. Ia tak mau karena keluarga Mahardika menerornya, semua warga kena imbasnya. Kini ia dan Mely duduk di ruang tamu rumah Balik.

"Pak RT, kalo keadaan rumah gak aman kayak gini kami harus gimana, ya?" tanya Krisna.

"Saya sebagai ketua RT tak menginginkan ada kejadian ini. Jadi, para satpam komplek akan berkeliling komplek dari pagi sampai malam, nanti akan ada shift pagi sampai siang, sore sampai malam," jelas Pak Balik.

"Terima kasih, Pak Balik atas kebijaksanaannya." Krisna puas akan jawaban Balik.

"Sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaga warga di sini," jawab Balik tersenyum tipis.

"Baik, Pak. Kalau begitu kami permisi."

"Hati-hati, Pak. Nanti kalau ada apa-apa tolong lapor ke saya."

"Siap."

***

"Si Cempreng doyannya uang, Si Kuyang suaranya cempreng." Andro bersenandung.

Dimas menatap heran Andro, bingung saja mengapa bisa dia betah menyanyikan lagu itu terus. Ia berdecak malas. "Anjir lo dari tadi nyanyiin itu mulu, bosen gue dengernya."

Andro menghentikan nyanyiannya. Tatapan sinis menghunus kedua retina Dimas. "Tinggal tutup telinga aja, Nyet!"

"Yeu, santai, dong!" seru Dimas.

Avram baru saja datang dari toilet. Ia menatap heran kedua temannya yang terlihat ribut. "Heh, kenapa ini pada ribut?"

"Temen lo nyanyi kuyang mulu," adu Dimas pada Avram.

"Biarin ajalah, jomblo ngenes emang kayak gitu, maklumin aja," ejek Avram tertawa puas.

"Iye. Tau, deh, yang punya calon gandengan, walaupun gak tau lo beneran suka sama Kiara atau enggak," hardik Andro.

"Gak usah kepo, nanti juga lo bakal tau," jawab Avram.

Andro menepuk bahu Avram, senyuman miring ia tampakkan di wajah tampannya. "Gue tau bener Kiara bukan tipe lo, gue jadi rada ragu kalo lo suka beneran sama Kiara."

"Hooh. Tipe lo, kan, biasanya yang gak suka belajar, sering main ke club kayak Dian. Mantan lo dulu sejenis dia, kan." Dimas menimpali.

"Gue gak pernah pacaran sama Dian," kata Avram.

Dimas berdecak malas. "Kan, gue bilang sejenis, anjir."

"Gue pacaran sama mantan gue waktu itu gak serius, dia juga gak serius sama gue. Jadi, kami gak pernah berantem pas jadi mantan," jelas Avram.

"Lo pernah kissing sama mantan lo?" tanya Andro semakin kepo dengan privasi Avram karena selama ini Avram jarang terbuka pada mereka mengenai percintaan.

"Heh, kepo lo kelewatan," tegur Dimas.

Avram tersenyum tipis. "I did, but cuma di pipi."

***

Sheila dan Mita baru saja datang dari kampus. Mita sengaja mampir ke apartemen Sheila guna menemui Kiara. Jujur, ia kasihan dengan Kiara, tak terbayang kalau ia berada di posisi Kiara. Mereka tadi mampir sebentar membeli dessert milk bath oreo untuk mereka santap.

"Kiara, gimana rencana lo selanjutnya setelah semua kejadian ini?" tanya Mita.

"Jujur, gue sebenernya takut buat ke luar rumah, tapi ada tanggung jawab yang harus gue selesaiin di HMJ," jawab Kiara.

"Kata gue sih lo gak usah ikutan kepanitiaan, terlalu bahaya buat lo," saran Sheila.

"Gue gak enak sama ketua HMJ, soalnya setelah ini gue mau rehat sejenak dari kepanitiaan," balas Kiara.

Sheila berdecak malas mendengar jawaban Kiara. "Lo gak takut mati?"

"Urusan kematian ada di tangan Tuhan, gue cuma bisa pasrah." Kiara mendadak alim.

Mita menghela napas sejenak, lalu ia hembuskan. "Pasrah, sih, boleh, tapi harus tau sikon. Kalo lo mati, nanti lo gak bisa nyoba makanan enak, nyalon, dan lain-lain. Lo mau kehilangan semua kenikmatan duniawi itu?"

Kiara menggeleng. "Enggak."

"Nah, ya udah, makanya jangan pasrah." Mita berusaha membujuk Kiara agar tak pasrah dalam hidup.

Sheila menyodorkan sekotak milk bath oreo pada Kiara. "Mending lo makan milk bath ini, deh. Biasanya orang stress kudu makan yang manis-manis."

Kiara merasa nyaman akan perlakuan mereka. Bukan masalah nominal jajan yang mereka belikan, tapi seberapa keras mereka guna menghibur dirinya. "Makasih, ya."

Mereka mengangguk serempak. Setidaknya Kiara bisa mempertimbangkan untuk mengubah keputusannya setelah ini.

***

Krisna hari ini lembur di kantor, jadi beliau pulang malam. Ia rehat sejenak dari pekerjaan yang menumpuk guna menerima panggilan dari Dita.

"Pak Krisna, ini saya Bu Dita. Saya ganti nomor supaya tidak dilacak oleh Pak Mahardika."

"Iya, Bu. Bagaimana keadaan Ibu setelah pindah ke Bali?" tanya Krisna.

"Baik, Pak. Terima kasih atas bantuannya."

Krisna mengangguk, walau Dita tak bisa melihat anggukannya. "Sama-sama, Bu Dita. Bodyguard saya sudah sampai di rumah Bu Dita, kan?"

"Oh, sudah, Pak. Saya lagi ajak makan dia di rumah."

"Baiklah, kalau begitu saya tutup dulu telponnya."

"Siap, Pak."

***

HMJ HUKUM 2020/2021 (43)

Deni: Halo teman-teman, di sini udah ada link daftar nama yang ikut kepanitiaan seminar "Keterkaitan Hukun dengan Perundungan dan Pelecehan Seksual." yaa https:/drivegoogle.com/daftar-nama-panitia-seminar

Avram: Ini gak diseleksi lagi, Kak?

Deni: Enggak, yaa, soalnya kalian pasti bakal dapat giliran buat jadi panitia tanpa interview lagi

Avram: Siap, Kak🤟

Avram membuka link tersebut. Setelah ia buka, ia dapat di divisi kesekretariatan bersama Kiara, posisinya menjadi anggota, sedangkan Kiara sebagai koor. Ia tersenyum melihat daftar itu karena ia bisa bersama Kiara.

"Ngapain lo senyum-senyum? Kesambet kuyang lo?"

—————————————————-

Spam emot kesukaan kalian❤️‍🔥

Lebih suka double update atau sekali update tapi update tiap hari?

Spam "Kiara" in here

Arjuna atau Avram?

100 komen aku update

Tbc❤️‍🔥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro