Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20. Live With My Boyfriend

Holaaa, apa kabar nihhh? Dua minggu lagi mau end kayaknya, yuk kencengin vote dan comment❤️

Udah mulai tau karakter Dian ga? Yaa, emang rada edan gt mau main wkwkw, tapi jaman sekarang emang ada tipe orang yang kayak Dian. Yang penting hati-hati ya kalo pilih temen. Kalo dia gitu, kita jangan ikutan xixixi

Aku buat cerita ini karena mau ceritain walaupun kita temenan sama org yg "nakal", jangan ikut-ikutan.

Temenan bebas mau sama siapa pun, asal bisa jaga diri. Ada kok org kayak gitu sifat aslinya baik😂 aku halu ga ngasal halu, pasti riset kecil-kecilan dulu supaya masuk akal, walaupun cuma fiksi.

Happy reading❤️

"Tapi, apa harus dengan cara menikah? Kami masih muda, Pa," balas Kiara.

"Kalau kamu gimana, Vram?" tanya Krisna pada Avram.

"Saya sebenernya mau aja, Om. Tapi, saya juga belum ada kerjaan, takutnya saya gak bisa memenuhi kebutuhan Kiara dan anak kita nanti. Lebih baik menunggu lulus kuliah saja. Kalaupun Om mau kami berdua terus agar Kiara aman, lebih baik Kiara tinggal di rumah saya. Saya janji gak bakal apa-apain Kiara. Saya juga gak biarin dia tinggal berdua aja."

"Kiara percaya sama Avram. Kiara yakin kalian mau cepat-cepat pindah ke Bali, makanya nyuruh kami nikah," ujar Kiara.

Mely mengangguk lesu. Sebenarnya ia berat hati untuk membiarkan anaknya di sini, sedangkan ia pergi ke Bali. Namun, demi kebaikan bersama, ia rela melakukan itu. Ia yakin Avram adalah pilihan yang tepat untuk Kiara. "Iya, Nak ...."

Dada gadis itu seketika sesak, ia tak rela harus berpisah dengan keluarganya. Di sisi lain, Avram peka dengan ekspresi Kiara. Ia langsung menggenggam tangan samg gadis, mengelus punggung tangannya agar dia tenang. "Sebenernya Kiara gak rela kalo kalian pindah, tapi demi kebaikan kita semua, Kiara ikhlas," ungkapnya.

"Avram janji bakal bantu Papa keluar penjara dan membuat Mahardika masuk penjara." Kini Avram yang berbicara.

Krisna mengangguk paham. "Baiklah, kalau begitu tolong jaga Kiara, Om dan Tante sebentar lagi akan ke bandara. Om untung dikasih kesempatan pindah ke cabang kantor yang di Bali, jadi nggak perlu resign."

"Syukurlah kalau begitu, Om. Tolong sering-sering memberi kabar, ya," ucap Avram.

"Siap, Avram," balas Krisna.

Ting.

Bel kediaman keluarga Krisna berbunyi, suaranya terdengar dari luar pintu, membuat pembicaraan mereka terhenti sejenak.

"Sebentar, bodyguard untuk saya dan kalian pasti sudah datang. Saya ke depan dulu," tutur Mely, lalu berdiri dari sofa.

Mereka mengangguk ketika mendengar ucapan Mely.

Mely berjalan ke depan rumah, tangannya membuka pintu. Ketika melihat keempat bodyguard yang ia dan Krisna sewa, ia langsung tersenyum ramah.

"Halo, Bu. Kami bodyguard yang direkrut oleh Pak Krisna," ujar Inyong—salah satu bodyguard mereka nanti.

"Silakan masuk," balas Mely, kemudian berjalan ke dalam rumah—disusul oleh mereka.

Sesampainya di ruang tengah, Kiara dan Avram menelisik penampilan bodyguard tersebut. Mereka berbadan kekar, berkulit sawo matang, dan sangar.

"Ijinkan kami untuk memperkenalkan diri," ungkap salah satu bodyguard.

"Formal banget, santai aja, Pak," ungkap Avram.

Bodyguard itu hanya tersenyum menanggapi Avram.

"Perkenalkan nama saya Bigo, kalau yang di samping saya Alvin, di samping Alvin ada Trisna, di samping Trisna ada Inyong. Nantinya saya dan Inyong yang akan menjaga Kiara dan Avram."

Avram mengerut bingung. "Kok, tau nama saya?"

"Tadi diceritain sama Pak Krisna," jawabnya.

Avram mengangguk paham. Bocah yang satu ini memang suka kepo. "Oh, begitu."

Krisna mengangkat bokong dari sofa, lalu disusul oleh Mely. "Ya sudah, kalau begitu kami berangkat dulu."

"Loh, cepet banget?" tanya Kiara terheran.

Mely mengangguk. "Iya, Nak. Maaf, ya ...."

"Kiara ikut, ya, ke bandara?" tawar Kiara.

"Iya, nanti langsung ditemani oleh bodyguard, ya."

"Siap," jawab Kiara.

***

Mereka sudah empat jam yang lalu diam di bandara. Hal ini bertujuan untuk mencegah keterlambatan dalam mengurus dokumen, dan lain sebagainya, apalagi sekarang tengah pandemi.

"Pesawat udah mau take off, Papa sama Mama harus masuk pesawat," ujar Krisna mengedarkan pandangan pada mereka.

Kiara mengangguk. "Iya, Ma."

Tatapan Krisna kini beralih pada Avram. "Avram, tolong jagain Kiara."

"Siap, Om," jawab Avram.

Krisna yakin kalau Avram akan menjaga Kiara sepenuh hati, makanya beliau percaya pada Avram. "Kalau begitu kami ke sana dulu."

Kiara memeluk sebentar kedua orang tuanya. "Hati-hati."

Mely mengelus kepala Kiara. "Iya, Sayang."

"Hati-hati, Om dan Tante."

***

Mereka sudah lima belas menit yang lalu sampai di rumah Avram, mereka kini tengah istirahat di sofa ruang tengah, sedangkan para bodyguard berjaga di dekat pintu rumah. Kiara terlihat nyaman bersandar di pundak Avram karena cowok itu mengelus lutut sang gadis.

"Den, toilet di mana, ya? Saya kebelet," tanya Inyong.

Avram menunjuk kamar mandi yang terletak di kiri dapur. "Oh, di sana, Pak."

"Makasih banyak, Den," balas Inyong tersenyum ramah.

Avram mengangguk. "Sama-sama, Pak."

Kiara mengalihkan pandangan ke Bigo. "Pak Bigo udah makan?"

"Sudah, Non Kiara," jawabnya. "Non Kiara gak ambil baju dulu ke rumah?"

"Oh, iya ..," jawabnya, "kalo gitu saya ambil dulu, ya."

"Saya temenin aja, Non. Bapak tadi berpesan supaya jaga Non." Bigo menawarkan diri.

"Siap, Pak," sahut Kiara mengangguk.

"Den Avram, saya pinjem dulu, ya, pacarnya."

"Jangan lama-lama," peringat Avram.

Kiara tahu kalau diam-diam pacarnya cemburu melihat dirinya bersama pria lain. Ia mengangguk sembari tersenyum. "Iya." Lalu pergi bersama Bigo ke rumah Kiara.

Inyong baru saja selesai buang air kecil di kamar mandi. Begitu melihat Kiara tak ada, ia bertanya pada Avram, "Non Kiara ke mana, Den?"

Avram yang sedang bermain ponsel seketika menatap Inyong. "Tadi ke rumahnya buat ngambil baju sama Pak Bigo."

"Oh, begitu ...." Ia mengangguk paham. "Den Avram, kan, ada halaman belakang, mau latihan bela diri gak sama saya? Ini pesan dari Pak Krisna supaya Den Avram bisa jaga diri, maupun jaga Kiara."

"Boleh, Pak."

***

Sudah tiga puluh menit Bigo menunggu di luar. Ia tadi ditawarkan masuk ke dalam rumah oleh Kiara, namun ia menolak karena takut ada sesuatu yang terjadi karena pintu ini satu-satunya akses orang untuk keluar masuk.

Akhirnya, Kiara keluar dengan membawa sebuah koper dan satu kresek bahan makanan dari kulkas. "Pak, saya sudah selesai. Maaf lama."

"Gapapa, Non. Beres-beres baju sampai satu koper begitu pasti lama."

"Bapak udah ngopi belum?" tanya Kiara.

Bigo menggeleng. "Belum, Non."

"Kebetulan saya udah masukkin kopi ke kresek ini. Pak Bigo suka yang gak pake gula atau gimana?"

"Yang gak pake gula sama sekali, Non."

"Oke! Ayo kita ke rumah."

Anggukan diperlihatkan Bigo sebagai jawaban dari ucapan Kiara. Gadis itu tak lupa mengunci pintu rumah agar aman. Setelah semua beres, ia berjalan ke rumah Avram.

Enaknya punya pacar lima langkah dari rumah, kalau mau nge-date, bisa langsung ke rumah tanpa memikirkan uang bensin.

"Avram mana, ya?" tanya Kiara celingak-celinguk ke seisi rumah Avram.

"Kayaknya lagi latihan bela diri sama Pak Inyong," balas Bigo.

"Setelah buatin Pak Bigo kopi, boleh gak saya lihat mereka latihan?" tanya Kiara penuh harap.

"Boleh banget, Non," sahut Bigo mengangguk. "Ngomong-ngomong, Non gak usah buatin saya kopi, biar saya aja yang buat."

"Jangan gitu, Pak. Bapak pasti capek tadi habis bolak-balik."

Bigo bisa merasakan ketulusan hati Kiara. Ia senang bisa punya majikan sebaik gadis itu. Menurutnya, Avram juga baik, ia tahu cowok itu berusaha mengajak ngobrol dirinya dan Inyong agar suasana tidak kaku. "Ya sudah, Non. Makasih banyak, ya."

Baru saja Kiara dan Bigo mau ke halaman belakang, tiba-tiba ada suara yang memanggil Kiara dari depan rumah Avram.

"Kiara!"

"Kiara!"

"Loh, kayak familiar suaranya," gumam Kiara. Kedua retina sang puan beralih ke Bigo. "Pak, saya ijin keluar sebentar, ya."

"Saya kawal, Non."

"Baik, Pak."

Seusai percakapan tersebut, ia berjalan ke depan rumah guna membukakan pintu, diikuti oleh Bigo dari belakang. Ketika ia membuka pintu, ternyata Sheila dan Mita yang datang.

"Kiaraaaaa!" seru Mita dan Sheila langsung menghambur memeluk Kiara.

"Anjir! Lo berdua ngapain pake bawa koper ke sini?" Kiara terheran-heran.

"Mulai hari ini, kami tinggal di sini. Avram tadi chat kita nyuruh kita tinggal di sini, gak enak katanya tinggal berdua doang sama lo, takutnya dikira kumpul beruk," ungkap Sheila.

Mita menoyor kepala Sheila. "Kumpul kebo, keles!"

Sheila berujar, "Biar anti mainstream."

"Iya, kegoblokan lo terlalu anti mainstream!" Mita ngegas.

"Bangsat!"

Kiara tertawa melihat kelakuan kedua perempuan julid itu. "Dasar kalian berdua, ya. Ayo masuk."

Di saat mereka mau masuk, Dian sontak berteriak, "Woi! Jangan ditutup dulu pintunya!" Ia sekarang bersama Arjuna datang ke rumah Avram.

"Anjir, kalian mau nginep juga?" tanya Kiara. Siapa tahu, kan, Avram mau buat penampungan untuk teman-temannya.

"Enggak, woi! Gue sama Dian mau ngomongin tentang Mahardika tua bangka," tutur Arjuna.

Sheila menatap sinis sepasang kekasih tersebut, lalu kedua retinanya beralih ke Kiara. "Dih! Lo percaya aja, Ra, sama dua sejoli ini?"

"Maksud lo apa, hah?" Dian tak terima dirinya dicurigai.

Seriusan, Kiara pusing melihat mereka berantem karena dia yakin pasti akan ada perang jilid dua. "Eh, udah. Ayo masuk."

"Miksid li ipi, hih?" Sheila mengejek Dian.

Mita hanya menyimak temannya berantem. Ia tahu betul Sheila tidak suka dengan cewek liar seperti Dian.

"Mulut lo gue bejek!" ancam Dian.

"Dipake sambel sambil dibejek enak, tuh," celetuk Mita.

"Bacot, prik!" maki Dian.

"Ayo masuk, woi!" Kiara sudah tak tahan melihat perseteruan antar sirkel itu.

Akhirnya, mereka menuruti Kiara. Mereka juga kepanasan berdiri di luar. Mereka duluan masuk rumah, lalu diikuti Kiara yang tadi baru saja menutup pintu. Kiara mempersilakan teman-temannya untuk duduk di sofa panjang.

Di sisi lain, Avram baru kelar latihan bela diri di halaman belakang. Peluh menetes deras dari dahi sampai membasahi rambut, sehingga ia hanya memakai boxer—menampilkan tato bertuliskan 'audacity' yang artinya keberanian.

Perpaduan kulit kuning langsat dan tato tersebut sangat cocok, membuat Kiara terpesona sampai terdiam beberapa detik menatap Avram.

Sial, semakin hari perasaan Kiara terhadap Avram semakin dalam. Sungguh, hanya Avram yang bisa membuatnya terpana.

Avram tahu bahwa kekasihnya terbius pesonanya. Ia tersenyum miring melihat ekspresi Kiara.

Mita sadar kalau Kiara terpana dengan Avram. Ia menyenggol lengan sang puan. "Ra, pasti lo naksir ya sama Avram? Apalagi dia lagi keringetan gini."

Kiara berdecak malas. Dasar pengganggu penikmat visual Avram! "Kalo gak naksir, ngapain gue pacaran sama Avram, Mitaaaa?"

Avram tertawa tipis mendengar jawaban Kiara, hatinya berbunga-bunga. Senang rasanya dicintai oleh pujaan hati.

"Si beruk emang tolol pertanyaannya," sindir Dian menatap kesal Mita.

"Ape, sih? Kayak lo tau gue aja, anjeng!" Mita nyolot.

"Bangsat lo, ya!" seru Dian hendak menjambak Mita.

"Dian, udah," tegur Arjuna.

Kiara tak bisa lagi menahan amarah. "Kalo kalian berantem, keluar aja dari sini!"

Mereka langsung diam. Kiara tak pernah marah perihal di luar pelajaran atau mengenai kepanitiaan. Kalau masalah begini biasanya ia berusaha tutup telinga, tak mau menambah minyak tanah di atas api.

"Mana data yang lo mau kasih?" Avram menagih janji Arjuna.

Arjuna merogoh saku celana, lalu memberikan benda pipih kecil itu pada Avram. "Ini, Vram. Semuanya ada di flashdisk ini. Gue rasa gak aman kalo nyimpen di hape."

"Oke, makasih," ujarnya. "Gue buka sekarang, ya?" tanya Avram.

Arjuna mengangguk. "Iya."

Avram membuka laptop yang terletak di atas meja. Ia memasang flash disk di samping kanan laptop. Dengan serius, ia membuka isi benda pipih kecil, melihat data apa saja yang ada di sini. "Data transaksi Papa lo banyak juga, pantesan kaya. Gue bingung, gue mau kirim ini secara anonim di publik, tapi takut akun gue dilacak."

"Coba pake akun kosongan gue, Vram," saran Arjuna.

"Lo berani gak dapet duit lagi dari bokap lo?" tanya Avram mengerut kening.

"Berani, lah! Setelah gue pikir-pikir, gue bisa, kok, bahagia tanpa uang yang Papa kasih. Memang uang bisa bikin bahagia, tapi kasih sayang jauh bikin bahagia."

"Kebentur apaan kepala lo?"

"Gak tau."

"Dih, gaje."

Drrt.

Ponsel Arjuna terdengar dari saku celananya. Oleh karena itu, tangannya merogoh saku, mengambil benda pipih tersebut. Setelah melihat nama yang terpampang di layar, ternyata Mahardika yang menelpon.

"Bangsat, Si Tua Bangka nelpon!" seru Arjuna menatap Avram.

"Angkat, Juna. Jangan lupa speaker," saran Avram.

Arjuna pun menyalakan speaker. "Kenapa, Pa?"

"Kamu ngapain di rumah Avram? Papa memantau kamu lewat ponsel."

————————

Hayooo apa ada nih?

Apa sih cita-cita kalian?

Mau update kapan nih?

Spam komen "Kiara" in here

Spam komen "Avram" in here

Tekan "1" apabila kamu jomblo

Tekan "2" apabila kamu taken

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro