
S2|#6. I Miss You
Pada kangen gk nih?
Btw ini part yg hangat banget,
so enjoy aja ya bacanya
Happy reading, janlup voment 💜
Mintae telah ditemukan, bocah lelaki itu rupanya tengah mengantar seorang bocah perempuan yang kehilangan ibunya. Pun ketika dia ditemukan dan temannya itu telah pergi bersama ibunya, Mintae segera menghambur ke dalam pelukan ayahnya sembari bilang, "Ayah, aku rindu ibu."
Kejadian itu masih membekas dalam benak, Dahyun yang melihatnya tanpa sadar segera memalingkan wajahnya hingga bertemu dengan dada bidang Jungkook yang berdiri di sampingnya. Bahkan ketika ayah dan anak itu telah pergi dan menghilang dari pandangan, Dahyun masih memikirkan soal itu. Wanita itu jadi rindu ibunya, ia memeluk perutnya, merasakan kehadiran calon anaknya. Bisakah ia menjadi ibu yang baik?—tidak, bisakah ia bertahan dan melahirkan janinnya dengan selamat?
Dahyun menoleh saat tangan besar Jungkook menyentuh tangannya, lantas menggenggamnya lembut, yang otomatis menghantarkan rangsangan hangat hingga ia dapat merasakan ketenangan yang selama ini ia rindukan.
"Malam ini kita pulang ke apartemenku. Lupakan sejenak soal masalah tadi, aku akan menjelaskannya lagi nanti, hm?"
Suara Jungkook terdengar lembut sekali. Namun hal itu malah membuat matanya kembali memanas. Dahyun menunduk, kemudian mengangguk samar.
Mobil berwarna silver itu terus membelah jalanan. Melewati angin dingin di malam hari. Musim gugur sebentar lagi menyapa, namun dedaunan yang telah berguguran ikut menari-nari. Seolah menyambut malam pertama Dahyun di kota kelahiran Jungkook itu.
Termangu dalam kesenderian seraya menatap bulir demi bulir air hujan yang membasahi jendela. Dahyun terhanyut dalam pikirannya sendiri. Setelah membersihkan diri dan makan, ia langsung pergi ke kamar. Duduk di kursi dekat balkon, seraya mendengarkan alunan melodi piano yang akhir-akhir ini selalu dia dengarkan.
Jungkook keluar dari kamar mandi. Wanginya langsung tercium begitu ia masuk ke dalam kamar seraya menggosok rambut basahnya dengan handuk.
"Belum tidur?" tanyanya setelah menyalakan pengering rambut.
Dahyun menoleh, melihat suaminya yang tengah bercermin dengan kedua tangan yang sibuk mengeringkan rambutnya.
Kembali teringat saat pertama kali ia menginjakan kaki di apartemen ini. Dahyun pikir, tempat ini akan terlihat agak berantakan mengingat Jungkook pasti sibuk di galeri dan tidak sempat membersihkan tempat ini, namun lagi-lagi ia salah. Tempat ini sangat rapi, entah karena Jungkook memang sudah terbiasa hidup mandiri atau justru terlalu sibuk di galeri hingga tidak sempat pulang.
Menyadari tidak ada balasan apapun dari Dahyun, Jungkook lantas mendekat setelah rambutnya selesai di keringkan. Berjongkok menghadap Dahyun yang duduk di kursi, lelaki itu menatap Dahyun hangat seraya menyentuh tangannya. "Sudah lebih tenang? Mau bicara sekarang?" tanyanya lembut.
Dahyun tahu, saat ini Jungkook tengah berusaha bersikap lebih tenang, tidak seperti tadi. Ia juga tahu, kalau lelaki itu masih menyembunyikan banyak hal darinya tapi disisi lain, Dahyun juga takut untuk langsung mengetahui semuanya sekarang. Ia perlu waktu.
"Sayang, jawab aku. Apa kau masih marah padaku?"
Dahyun menggeleng. Matanya malah memanas, sangat sensitif hingga saat mendengar suara lembut yang sangat dirindukan itu pun, ia langsung terenyuh. "Aniya, nan geunyang—hiks—bogoshipo."
Tangisnya pecah saat Jungkook membawanya kedalam pelukan. Menumpahkan segala kerinduan itu dalam kehangatan yang selama ini tak ia dapatkan. Ia rindu. Sangat.
Tidak peduli dengan apa yang sebelumnya terjadi, Dahyun tidak mau menahan kerinduan yang menyiksanya ini. Ia ingin menumpahkan segalanya saat ini karena nyatanya, lelaki itu tetap menjadi pemilik hatinya.
"Jangan menangis, nanti baby kita yang di dalam perutmu ikut sedih," ujar Jungkook, merasa gemas melihat mata dan hidung Dahyun yang memerah. Padahal wanita ini sudah memakai gaun tidur berwarna putih yang seksi, tapi tetap saja terlihat manis di mata Jungkook.
Dahyun masih sesegukan, ia membiarkan lelaki itu mengusap pipi dan bawah matanya yang banjir air mata. "Ani~ niatnya aku pergi ke sini lebih dulu tanpa memberitahu oppa karena ingin memberi kejutan, tapi jadinya kita malah bertengkar. Dan soal Tae oppa juga, tidak ada apa-apa diantara kami, dia hanya tetanggaku, dan aku merasa kasihan melihat Mintae yang tidak punya teman jadi aku menemaninya." Dahyun berujar dengan napas yang masih agak tersendat, terdengar menggemaskan. Seperti anak kecil yang sedang mengadu pada orangtuanya, Jungkook hanya mendengarkan sembari menahan senyum gemas.
"Ah ya Jeochan! Dia benar-benar bukan anak oppa, kan?"
Jungkook menggeleng, mengusap rambut Dahyun lembut seraya menyelipkannya ke belakang telinga. "Dia bukan anakku. Sudah kubilang, kami baru bertemu lagi setelah sekian lama. Aku sudah tidak menyukainya, sekarang duniaku hanya ada kau." Tangannya beralih menyentuh perut Dahyun yang masih rata. "Dan anak kita."
Dahyun memejamkan matanya saat Jungkook mengecup keningnya cukup lama, kemudian memeluknya dengan hangat. Rasanya nyaman sekali, selalu begitu. Bahkan ia dapat merasakan respon dari janin yang dikandungnya. Bukan tendangan, hanya perasaan yang membuat Dahyun berpikir kalau calon bayinya itu dapat merasakan kehadiran sang ayah.
Dahyun nyaris memekik saat Jungkook tiba-tiba saja memangkunya ala bridal. Dahyun kaget, refleks memeluk leher Jungkook sementara lelaki itu malah tersenyum. Membaringkan tubuhnya perlahan di atas ranjang, Jungkook menarik selimut untuk menyelimuti tubuh mereka.
Berbaring dengan saling berhadapan, membuat Dahyun kembali teringat saat malam pertama mereka. Pipinya bersemu gugup karena Jungkook terus menatapnya dalam diam.
"Kenapa menatapku seperti itu? Wajahku pasti kacau sekali ya karena habis menangis?" tanyanya dengan nada manja.
Jungkook menggeleng, "Aniya, kau selalu cantik. Aku hanya senang karena kita sudah tidak bertengkar. Kau masih mau mendengarkanku, aku senang. Mian, karena sempat membentakmu tadi, aku terbawa emosi."
Dahyun mendekat, masuk ke dalam pelukan Jungkook, bersandar di dadanya. "Oppa, dia tidak akan muncul lagi, kan?"
"Dia siapa?"
"Jihyo. Kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa kan, jadi harusnya tidak bertemu. Aku tidak suka. Anaknya memang menggemaskan, tapi aku tidak suka. Kau ayah anakku, bukan dia." Dahyun mendongak saat tak kunjung mendapat jawaban. "Kenapa diam? Aku benar, kan?"
Jungkook menghela napas seraya mengeratkan pelukannya. "Iya, kau benar. Inginnya juga aku begitu, tapi aku tidak bisa memastikan akan bertemu lagi atau tidak. Selama kita masih disini, kemungkinan bertemu bisa saja terjadi."
"Aishh, shibal!"
"Eh? Jangan mengumpat sayang, kau tengah mengandung."
"Ahh mwola ... Pokoknya saat ketemu nanti, oppa harus memperkenalkanku sebagai istri ya! Jangan berlagak seperti ayah Jeochan!"
"Iya."
"Ini bukan hanya keinginanku, tapi keinginan anak kita juga!"
"Iya, Sayang."
"Janji ya? Nanti baby cemburu loh kalau ayahnya baik sama anak lain."
"Iya Sayang, iya." Jungkook meregangkan pelukannya, mengecup bibir Dahyun cepat. "Kau semakin cerewet saja. Apa karena bibirnya sudah lama tidak ku sentuh, hm?"
"M-mwo? Ya, jangan begitu. Nanti baby dengar," ujar Dahyun dengan pipi bersemu. "Kata dokter, seorang janin itu pendengar yang baik, jadi kita harus berkata yang baik-baik."
"Tak apa." Jungkook kembali melayangkan kecupan, kali ini pada pipi dan rahangnya. Kembali memeluknya hangat, seraya berujar lirih, "Biarkan dia tahu, seberapa besar aku memujamu."
Jungkook mengecup tengkuknya, mencium wangi yang selama ini ia rindukan. Hatinya selalu tenang setiap kali memeluk wanitanya ini. Rasa lelahnya hilang berganti rasa berdebar yang selama ini ia cari.
Menyadari tidak ada respon, Jungkook meregangkan pelukannya dan benar saja, Dahyun sudah tertidur. Tersenyum tipis, Dahyun sudah melewati hari yang berat hari ini, pasti lelah sekali. Jungkook kembali mengecup kening wanita itu sebelum akhirnya kembali mendekap dan mulai memejamkan mata. Memasuki dunia mimpi tanpa tahu, apa yang akan terjadi di hari esok.
Yang Jungkook tahu, ia mencintai wanitanya ini. Selalu. Maka ia akan melakukan apapun untuk mempertahankan rumah tangganya ini selagi masih ada kepercayaan dan komitmen yang dipegang. Selama itu masih ada, ia yakin kalau mereka bisa bertahan.
Karakter dahyun disini emg yang paling manja dibandingkan karakter dahyun di cerita lain (termasuk noona) so, jangan heran ya, apalagi lagi hamil gini, jadi lebih sensitif walaupun tetep ada bijaknya jga🤍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro