◌25. Siapa yang Kamu Lukai, Lucidna? (Part 2)◌
"If only you ask, I will answer, is that hard?"
-Lucidna Jingga
Badroy mendekati Kayala, lalu mengambil handphone di dekatnya.
Ia menghapus riwayat chat mereka dan kontaknya. Lalu berusaha menghapus riwayat aplikasi yang terbuka. Aplikasi perekam suara ada di antaranya. Dengan cepat, ia mendengarkan itu. Ia tertawa. Lalu meninggalkan handphone itu dan pemiliknya, ia berjalan ke kelas 2-A.
Sementara itu, suara keras dan teriakan perempuan menarik perhatian Lucidna untuk keluar dari kelas. Akan tetapi, orang yang muncul bukanlah perempuan.
"Halo kita ketemu lagi," sapa Badroy sambil tertawa ringan. Ia mengambil langkah maju, sedangkan Lucidna refleks berjalan mundur, masuk kembali ke ruang kelasnya.
"Kamu sangat berhati-hati, ya, apa Novel bilang sesuatu tentangku?"
Lucidna tidak bisa menjawab selain terus mundur. Sesekali ia melirik ke samping untuk memperkirakan apakah ia akan menabrak sesuatu.
"Dia benar-benar ya, suka sekali membuat orang takut padaku," ucap Badroy dengan nada seolah-olah dia sangat sedih dan tidak adil. Ia mengubah ekspresinya secepat kilat. "Anak malang, dia pasti sedang kebingungan."
Lucidna masih berjalan mundur, ia berbelok ke barisan tempat duduknya, berniat keluar dari ruangan itu dengan memutar. Senyuman Badroy sekarang benar-benar mengintimidasinya. Mungkin juga karena Novel mengatakan kalau kemungkinan terus berubah-ubah, ia merasa situasi ini semakin menyeramkan.
Akan tetapi, Badroy tidak mendekatinya lagi. Ia melihat ke jendela yang terbuka, jendela yang sering digunakan Novel untuk duduk atau bersandar. Setelah itu, ia menaiki tepi jendela itu, jongkok di atasnya.
"Oh, dia datang? Cepat juga ya." Ia menengok ke Lucidna yang sudah mengambil tasnya kembali, mengawasi dari barisan tengah. Ia menyeringai. "Mau pergi sekarang? Nggak mau tanya dulu? Kenapa aku di sini, naik jendela, dan tidak menangkapmu di sekolah, misalnya?"
"Katamu Novel datang," jawab Lucidna sambil berjalan mundur lagi. "Aku akan bertanya padanya."
"Kasihan."
Lucidna mengerutkan dahi karena tidak mengerti.
"Kamu pasti sangat percaya padanya. Akan tetapi, pernah nggak kamu ragu, misalnya, apakah ia akan percaya padamu?"
Lucidna berhenti tepat di ambang pintu.
"Atau apa dia akan selalu membantumu, meski nanti kamulah orang yang berbuat buruk?" Badroy mengubah posisinya, duduk di jendela dengan kaki berada di sisi luar ruangan. "Kalau nggak pernah, coba keluar dan bilang, 'ini bukan salahku' dengan sungguh-sungguh. Bye-bye."
Ia melompat dari jendela. Lucidna tak bisa menahan diri untuk tidak berteriak. Kelasnya berada di lantai 2, otomatis, Badroy melompat dari ketinggian yang membahayakan. Ia mendekati jendela itu, melihat ke bawah. Badroy sudah menjauh. Dilihat dari cara berjalannya yang normal, sepertinya ia tidak apa-apa.
"Lucidna!"
Suara familier meneriakkan namanya. Lucidna berbalik dengan perasaan senang dan lega bercampur aduk. Akan tetapi, hal itu tidak bertahan lama.
"Kenapa?" tanya Novel, seperti menyudutkannya. Ia menatapnya persis seperti Kayala tadi. Tatapan yang menyalahkan dengan amarah.
Cuma perasaanku, karena Badroy mengatakan hal aneh tadi.
"Apa yang kenapa?" jawab Lucidna, berusaha menenangkan diri.
"Novel!" Violet muncul dari luar, masuk ke ruangan, lalu tergesa-gesa mendekati Novel. Selanjutnya ia melihat Lucidna dengan tatapan terkejut. "Itu kamu?" tanyanya.
Lucidna sama sekali tidak mengerti.
"Ayo ke UKS dulu, Vel, bantuin Vodo. Dia nggak bakal ngerti ngobating orang." Ia menarik lengan baju Novel, memaksa laki-laki itu sadar.
Novel menggigit bibirnya, lalu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.
"Nov–" Lucidna berusaha memanggilnya, tetapi Violet menggenggamnya kuat, memaksa ia berjalan tanpa kemauan.
"Lucidna ikut denganku."
"Sebentar, tasku–"
"Oke, ambil tasmu."
Violet melepaskan genggamannya. Akan tetapi, itu justru membuat Lucidna merasa tidak nyaman. Ia mengambil tasnya, lalu mendekati Violet yang sudah menunggu duluan di ambang pintu.
Violet tidak mengatakan apa pun dan berjalan lebih dulu, seolah memintanya untuk mengikuti, tanpa mengatakannya.
Ketika mereka menuruni tangga, mata Lucidna menangkap ada noda darah di beberapa anak tangga. Ia merasakannya dengan jelas sekarang. Akan tetapi, ia tidak mau percaya.
Dengan jantung berdebar tak tenang juga ketakutan akan disalapahami, ia bertanya pada Violet. "Apa yang terjadi di sini?"
Violet yang mendengar itu berhenti mendadak. Beruntung, mereka sudah melewati anak tangga terakhir.
"Apa ini sifatmu yang sebenarnya?" jawab Violet tanpa berbalik.
Lucidna tersentak. Ia menunduk, tetapi apa yang dilihatnya membuatnya semakin ketakutan. Ada bekas darah di dekatnya, itu seperti masih baru saja ada di sana.
"Kalau nggak pernah, coba keluar dan bilang, 'ini bukan salahku' dengan sungguh-sungguh."
Lucidna melotot saat mengingat perkataan itu. "Ini salah Kak Badroy," ucapnya berbicara sendiri.
Violet berbalik, lalu mencengkram kedua lengan baju Lucidna. "Jangan berbohong, Lucidna! Dalam rekaman itu, kamu yang terakhir bertemu dengannya!"
Pandangan Lucidna mengabur. Ia kesulitan bernapas dengan stabil. Ia kesulitan berbicara, suaranya seperti ditelan rasa takut.
"Sekarang, kita akan ke BK. Lalu, kalau kamu masih punya hati, kita ke UKS untuk menjenguk Kayala."
Lucidna terdiam, bahkan ketika Violet menggenggam tangannya erat, membawa ia pergi ke ruang BK itu. Segelintir air mata lolos dari sudut matanya.
Ia tidak menyadari seberapa jauh ia berjalan dengan langkah yang cepat, terpaksai mengikuti Violet. Ketika sudah sampai, hal yang masuk ke pikirannya hanyalah ketika berada di depan guru, ia terus-terusan menjawab bahwa ia tidak tahu.
"Kami menemukan handphone Kayala, Nak Lucidna, kalian tadi bertengkar, kan?"
Lucidna meremas roknya. Sedari tadi, ia hanya menunduk. Ia mendengarkan suara rekaman yang membuatnya terbawa arus kejadian ini.
Sebenarnya itu bukan pertengkaran, kalau didengarkan tanpa ada yang terluka, itu hanyalah rekaman berisi suara Kayala berteriak padanya, sedangkan Lucidna hanya menanggapi dengan tenang di awal dan pelan di akhir.
"Nak Lucidna, ayo jujur saja, tidak apa. Bertengkar dengan teman itu wajar. Tapi tidak boleh sampai melukai temanmu."
"Ini bukan salah saya," ucapnya, lagi.
"Lalu kenapa kamu mengatakan maaf? Bukankah kamu merasa bersalah karena akan melukai temanmu?"
"Bukan." Lucidna hanya bisa menjawab singkat. Ia ingin mengatakan yang sejujurnya, tapi entah kenapa keberaniannya tidak ada. Kepalanya berdenyut dan mata terasa panas, pandangannya juga masih tidak terlalu jelas.
Violet yang tadi meninggalkannya sendirian di ruang BK, datang dari luar, bersama Novel.
Ia harap laki-laki itu akan mengerti. Ia harap Novel bisa membantunya mengeluarkan fakta yang sebenarnya, bahwa dia bukan orang yang melukai Kayala.
"Nak Novel, Ibu akan menghubungi orangtuanya Kayala. Bisakah kamu menjaganya sampai orangtuanya datang?"
"Bisa, Bu. Selain kami, ada Vo– maksud saya Ksatria juga."
"Baiklah, apakah Nak Kayala baik-baik saja?"
"Ia sudah sadar, masih kesakitan di sekujur bagian bawah tubuhnya. Tapi kami sudah memberikan pertolongan pertama untuk luka-luka yang terlihat."
"Baiklah, tolong dijaga dulu. Saya masih berbicara dengan Nak Lucidna."
Lucidna tersentak ketika namanya disebut. Ia sedikit menoleh, berusaha melihat Novel.
Mata mereka saling bertatapan sesaat, sebelum diputuskan duluan oleh Novel.
Novel? Lucidna memanggilnya dalam hati. Jantungnya berdebar keras hingga rasanya seperti dihimpit sesuatu ketika melihat Novel mengangguk pada guru BK dan pergi, diikuti Violet.
"Nak, kenapa wajahmu murung dan pucat? Kamu sakit?"
Lucidna menarik napas, lalu mengembuskannya dengan pelan. Semakin lama, semakin cepat, tapi ia terus berusaha mengatur temponya.
"Nak ..."
Ia tidak menutupi telinga, tapi kata-kata guru BK di hadapannya tidak terdengar jelas. Sebaliknya, suara dalam kepalanya merajalela.
Mereka tidak mempercayaiku itu wajar. Tapi Novel, kenapa kamu? Kenapa kamu melihatku seperti itu di kelas? Kenapa kamu bertanya padaku? Kenapa sekarang kamu mengabaikanku?
Aku dibuang?
Setelah pasif dalam merespons, Lucidna mendengar kalau guru BK-nya berbicara dengan mama-nya. Ia terus menerus diam, terjebak dalam pikirannya, hingga mama-nya datang, berdiskusi sambil merangkul bahunya.
Akhir dari diskusi itu adalah Lucidna mendapatkan skors 4 hari, di hari Jumat, seminggu setelah hari ini, ia harus kembali ke ruang BK.
Kacau.
Kacau.
Novel ... harusnya aku tidak berteman dengannya, kalau akhirnya seperti ini.
06-02-2025 | 1205 kata
I know. Ini chapter tidak enak. 😭
‧༓☾𝙼𝚊𝚢 𝚌𝚕𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚎 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞☽༓
Kepak kupu-kupu di atas daun semanggi,
Peluk hangat untuk semuanya dari Yemi
┈˚୨୧⋆。⛧˚ ⋆ 🦋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro