Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

◌2. Kali Ini Sarkas atau Bukan?◌

Warning, ada kata kasar. Orang baik jangan meniru.

"Vulnerability reveals our true feelings."

-Novel Foracle

"15 menit? Kenapa kamu memasang timer? 15 menit lagi juga pelajaran selesai."

Jari Lucidna berhenti di udara, tidak jadi menekan tombol 'mulai'. Tanpa menoleh, ia melirik teman sebangkunya.

"Tatapanmu jelek banget."

Tentu saja karena Lucidna sengaja melihatnya dengan tatapan seperti melihat cacing di atas buku. "Tatapanmu ilegal banget, melihat isi HP orang tanpa izin itu pelanggaran privasi."

Novel mengangguk-angguk sampai anak baru umur seminggu lebih dua hari itu mengangkat alisnya karena merasa kebingungan. Setelah itu, ia mengalihkan wajahnya ke arah jendela, dan mengeluarkan napas pendek berkali-kali.

Kalau tertawa, pakai mulut, bukan hidung, sarkas Lucidna dalam hati, semakin kesal dengannya. Tapi ia tepis keinginan untuk mengatakannya.

Ia tekan tombol mulai, lalu mengecek pengaturan suara sekali lagi agar tidak ada suara, hanya akan bergetar saat timer berakhir.

Aku suka guru ini.

Lucidna menunduk, meletakkan handphone-nya di atas paha, lalu berusaha duduk nyaman tapi barang kecil itu tetap aman.

Karena guru bahasa Indonesia, apa aku harus terlihat seperti kutu buku yang mencatat apa pun?

Ia mendongak, menatap papan tulis yang tidak banyak tulisannya, lalu merasa kecewa. Materi ada di buku paket dan file pptx yang akan dibagikan guru setelah pembelajaran berakhir. Kalau begitu rencananya hanya sia-sia.

Mata Lucidna terasa sedikit berat sekarang. Ia menggeleng-geleng pelan, berusaha tetap sadar. Kalau dia meletakkan kepalanya di atas meja dan menunjukkan seolah dia sedang tidur, mungkin guru kesukaannya akan tidak akan percaya dia lagi.

Tangan kirinya menyentuh handphone-nya, sementara tangan kanannya menggenggam pena bertinta hitam dengan motif putih polos.

"Jadi, apakah ada yang kesulitan?"

Hening menyingsing setelah pertanyaan dari sang guru.

"Saya, Bu."

Lucidna tersentak. Ia menoleh cepat untuk memastikan apakah suara itu dari manusia yang tadi melanggar privasinya. Benar saja, laki-laki itu sedang mengangkat tangannya.

Lagi?

Sebenarnya, bukan hanya kali ini Novel bertanya. Kalau hari-hari sebelum Lucidna belum di sekolah ini, dengan kata lain selama Lucidna duduk di sebelahnya, temannya ini selalu saja bertanya. Bukan hanya itu, ada lagi yang berulang kali dilakukan, entah sengaja atau tidak.

"Silakan, Novel."

Novel menurunkan tangan, mendorong kursi ke belakang dengan tubuhnya, lalu berdiri sedikit lebih dekat dengan Lucidna. "Baik, Bu. Saya Novel, nomor absen–"

"Nomor urut," potong Lucidna tiba-tiba dengan suara berbisik.

"Maksud saya nomor urut 14." Saat memperbaiki kesalahannya, dia menyengir.

Lucidna tidak terlalu peduli. Tapi dia juga sudah mengingatkan tentang absen dan nomor urut seperti ini setiap Novel bertanya.

"Mengapa teks naratif harus diawali dengan pengenalan tokoh? Apa tidak bisa tentang hal-hal fantasinya, misalnya kerajan A dan kerajaan B berperang, lalu muncul iblis yang membantai mereka semua. Terima kasih."

Kalau di aplikasi toonweb ada yang seperti itu sih. Diam-diam Lucidna jadi penasaran juga.

"Novel, pertanyaan kamu bagus sekali. Anak-anak, perhatikan cara Novel bertanya. Pertama, posisi berdiri dapat menghormati saya yang mengajar kalian sembari berdiri"

Diam-diam Lucidna bertekad lain kali dia akan seperti itu.

"Setelah mengenalkan diri, kalian bisa bertanya. Jangan lupa ucapkan terima kasih. Nah–"

Saat ini, mata Lucidna terasa berat lagi. Baru saja ingin menggeleng, handphone-nya bergetar. Detak jantungnya seolah melesat ke atap kelas, karena kelas tiba-tiba hening.

Ia menghentikan timer itu lalu cepat-cepat berkata, "Ada telepon tapi saya rasa tidak penting. Maaf, Bu." Ah, dia tidak berani melihat ke depan sekarang.

Bahkan saat gurunya menjelaskan tentang pengenalan latar belakang cerita atau pengenalan tokoh dapat menarik sisi emosional, sampai Novel dipersilakan duduk, dia tetap menunduk.

Tidak lama setelah itu, jam pembelajaran bahasa Indonesia berakhir bersamaan dengan tanda istirahat dimulai.

"Terima kasih, Bu Cantika! Mohon maaf, Bu Cantika! Semoga sehat selalu, Bu Cantika!" ucap semua anak serempak dan semangat. Mereka tidak menunggu hingga guru pergi, ada yang langsung mengeluarkan bekal dan ada yang langsung berlari keluar kelas.

Lucidna diam, berdiri di samping kursi, lalu mendorong itu ke bawah meja. Kini pemilik kursi di sampingnya tidak akan mengatakan hal yang sama seperti tadi meskipun ia ingin tidur.

Tapi laki-laki itu tidak kunjung keluar, hanya berdiri bersandar ke tembok berjendela. Kalau jendelanya tidak ditutup, mungkin tanpa sengaja laki-laki itu akan terjatuh. Melihat itu, Lucidna terpancing untuk bertanya.

"Is it your hobby?"

"Apanya?"

"Mengulangi kesalahan."

"No, but is it your hobby?"

Aku nggak membuat kesalahan seperti itu ya. Ia ingin menjawab seperti itu tapi ditahan ingatan kejadian handphone-nya tadi. Jadi dia ikut meniru jawaban Novel, sembari mempersiapkan balasan kalau itu berakhir dengan kata-kata sarkas.

"Apanya?"

"Memperbaiki kesalahan orang lain setiap hari."

Ekspresinya kenapa seperti melihat kucing yang lucu?

Setelah menjawab seperti itu, dia pergi begitu saja, meninggalkan Lucidna masih di posisinya.

Kebingungan.

Kali ini sarkas atau bukan?

◌◌◌

"Is it your hobby? Mengulangi kesalahan."

Walaupun terdengar sarkas, Novel tidak menganggapnya seperti itu. Bagaimana bisa dia seperti itu ketika yang dilakukan Lucidna sebelum menanyakan itu adalah melihat area di belakangnya, tatapan yang mengisyaratkan kehati-hatian?

Kalau bukan karena kantin sedang ramai, ia pasti tertawa.

Lucidna tidak tahu bahwa ia tidak perlu khawatir pada dirinya.

Lucidna tidak tahu bahwa ia akan menghindari bahaya bahkan sebelum itu terjadi.

Lucidna yang tidak tahu apa-apa tentangnya dan terus-menerus melemparkan kata-kata sarkasme, siapa yang menyangka anak baru itu akan mengkhawatirkan orang lain.

"Eh, Buku! Akhirnya ketemu! Mau beli apa, nih?" sapa seseorang sembari merangkul pundaknya.

"Namaku Novel. Seenakmu saja panggil aku Buku, Dasar Bodoh." Ia berbalik, mendapati teman dekat sekaligus mantan teman sekelasnya berkacak pinggang.

"Woi, aku Vodo. V woi!" Dia protes pun tidak niat, karena masih ada nada bercanda di sana.

"Oh ya ya, boneka horor itu kan?"

"Kok kamu jadi sarkas begini sih, Vel? Biasanya kita sohib double V loh!"

Novel terkekeh. Akan tetapi, dalam sekejap, ia terdiam, tatapannya tidak fokus, bola matanya melihat sekeliling dengan terburu-buru. Ia baru saja akan berlari, tapi Vodo berhasil menggenggam kuat tangan kirinya.

"Tenang, Vel!"

"Lepas!"

"CK. Vel!"

"Lepas!"

"Nggak maulah kocak!" Vodo menggenggam tangan kanan temannya, menyatukannya dengan tangan kiri. Sekarang Novel seperti ditangkap. "Nggak usah sok mau lepas, kamu lebih lemah dari aku."

Akan tetapi, perlawanan Novel semakin menjadi-jadi sampai mereka sedikit menarik perhatian orang-orang. Vodo mengembuskan napas kasar sebelum menjauh dari area kantin sambil menyeret paksa temannya.

"Temanku gila, aku ikut gila, sial."

"Aku nggak gila. Kita mau ke mana? Aku harus pergi cari toilet!" teriak Novel, sudah kehilangan ketenangannya.

"Oh kamu jadi seperti ini karena kebelet?" sahut Vodo dengan nada meledek. Tapi sepertinya itu tidak cukup untuk membuat Novel berhenti memberontak yang tidak perlu.

Mereka berhenti di area tempat pembuangan sampah golongan organik. Namun, Vodo belum melepaskan tangannya.

"Bahaya?" tanyanya singkat dan dingin. Ia tidak lagi bercanda. Itu membuat Novel terdiam, sebelum menjawab dengan suara yang tidak stabil, seperti menahan sesuatu yang dapat meluap-luap.

"Bahaya."

"Di mana?"

"Toilet cowok."

"Palingan juga temanmu ada yang berantem. Biar aku saja, gimana?"

Novel terdiam beberapa detik. Lalu menggeleng. "Nggak bisa. Dia bakal takut kalau kamu datang."

"Cewek?"

"Perempuan."

Vodo berdecak. Kalau bukan karena situasinya seperti tidak beres, dia pasti akan bercanda seperti "Protektif banget ke teman? Teman atau teman rasa pacar?"

Tampangnya memang terlalu berkebalikan dengan Novel yang dicap anak baik. Faktanya, ia memang bukan tipe teladan, setidaknya sebagai siswa.

"Tahu nggak di toilet mana?"

"Nggak tahu."

"Kapan terjadi sejak sekarang?"

"Nggak tahu pasti, tapi momennya di saat istirahat ini." Lama-lama Novel berbicara semakin cepat dan getaran suara yang tak stabil semakin kentara.

"Fine. Aku lepasin. Kita pisah. Tapi kalau aku yang ketemu cewek duluan aku harus apa?"

"Minta pergi."

"Nggak telepon kamu?"

"Sepertinya HP-nya diambil cowok."

Vodo berdecak lebih keras. Bocah konslet sial mana lagi yang ganggu cewek di kamar mandi? Cewek itu sial sekali. Ia melepaskan tangan Novel. "Kalau gitu, aku boleh pukul duluan?"

"Nggak, mungkin nanti dia takut."

Dia kok berasumsi sendiri? pikir Vodo. Ia melipat lengan bajunya. "Ya sudah, kalau ketemu aku intimidasi saja. Nggak ada tawar-tawar. Kalau dia takut, urusin."

Novel mengangguk lalu mengambil beberapa langkah cepat. Namun, dia berhenti sesaat, tanpa berbalik ia berbicara singkat.

Tidak lagi gemetar.

Tidak lagi terdengar putus asa.

Sebaliknya, Vodo merasa kedinginan di sekujur tubuh setelah mendengarkan suaranya.

"Kalau terlambat, lumpuhkan."

Setelah itu, Novel berlari, menghampiri toilet laki-laki terdekat dari kantin. Napasnya lolos dari hidungnya dengan kasar, entah kehabisan napas, tegang, atau marah.

"DANG IT!" Ia tidak dapat menahan umpatan dalam kepalanya lagi, karena Lucidna yang belum tahu apa-apa tentangnya akan berada dalam situasi yang bahaya.

14/01/2025 | 1368

Yemi sampai menunda makan malam untuk ini. Syukurlah bisa mulai ketemu konflik.

Ayey, salam kenal dengan Vodo!

Oh maybe kalian bingung, tapi kalau baca blurb bakal tahu kok, kenapa Novel begitu.

See? Dia nggak seteladan itu kok. Dia manusia yang bisa overwhelmed ketika ada yang tidak sesuai dengan ekspektasi.

Sebagai penulisnya jujur ya,

YEMI PANIK

GIMANA MENUNJUKKAN COWOK NORMAL BEREAKSI YAH?

Tapi Novel juga nggak normal amat😭

Jadilah muncul Vodo😭

When there is something wrong, let's make another character that's so strong 😭

Terima kasih atas dukungannya🌷💗

‧༓☾𝙼𝚊𝚢 𝚌𝚕𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚎 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞☽༓

Kepak kupu-kupu di atas daun semanggi,
Peluk hangat untuk semuanya dari Yemi
┈˚୨୧⋆。⛧˚ ⋆ 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro