Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

◌10 Apa Kemampuan Novel? (Part 3)◌

"I wish to illuminate your world with the belief in miracles."

-Novel Foracle

Novel menuliskan tugas dari guru IPA mereka yang tiba-tiba izin. Anak-anak di kelasnya diam-diam merasa sangat bahagia.

Pertama, guru tidak datang. Kedua, mata pelajaran kali ini ada tiga jam pelajaran. Ketiga, tugasnya dikerjakan secara berkelompok dengan teman sebangku atau dua orang.

Sebenarnya, bukan hanya mereka yang senang. Novel juga sama, karena ia ingin berdiskusi dengan Lucidna. Walaupun, itu bukan tentang pelajaran, itu bisa dikerjakan dengan diselingi diskusi lain.

"Ini langsung dikumpulkan ya teman-teman, jadi kalau mau main, kerjakan dulu sampai selesai," perintah Novel yang mengetahui tabiat teman-teman sekelasnya.

Ia tertawa kecil saat melihat reaksi mereka bersorak "huuu" padanya. Setelah memastikan mereka mulai menyiapkan buku tugas dan berdiskusi dengan teman sebangku masing-masing, ia lega.

Saat melihat ke arah bangkunya, senyumnya memudar. Ia berusaha mengendalikan ekspresinya, lalu mendekati Lucidna.

Gadis itu memegang handphone miliknya.

"Siapa tadi yang bilang mata ilegal?" tanyanya dengan suara pelan.

Ia berusaha mengambil kembali handphone-nya, tetapi tangan Lucidna menjauh, lalu meletakkan itu di lacinya.

"Hei, ini sudah lebih dari ilegal kan?" tanya Novel dengan nada bercanda.

"Benar juga ya, ini ilegal. Kenapa protes kalau kamu sudah melakukannya sekali?" sahut Lucidna.

Novel mengembuskan napas panjang. Setelah itu, ia duduk di bangkunya. Namun, dia menarik kursinya agar dekat dengan Lucidna.

"Jadi, apa yang kamu lihat?"

"Jangan berisik."

Senyum Novel menjadi hambar. "Aku berisik?"

Lucidna mengambil handphone itu, lantas menyodorkannya ke Novel. "Pesannya."

Sebenarnya, Novel paham. Namun, ia sedang berpikir bagaimana agar Lucidna mengira dia tak paham.

"Terima kasih sudah mengembalikannya," ucapnya sambil menerima handphone. "Oh dan maaf ucapanku tadi kasar kan?"

Lucidna bergeming. Tidak menunjukkan apakah ia memaafkan atau tidak teman sebangkunya kali ini. Bahkan sejak Novel duduk di sebelahnya, dia tidak bertatapan.

Novel memalingkan pandangan sejenak, berniat meletakkan handphone-nya di laci. Akan tetapi sebuah notifikasi pesan masuk, membuat layar benda itu menyala otomatis.

Saat ia membacanya, pesan tak terbaca sebelumnya juga muncul.

"Lucidna."

"Katamu itu privasi." Lucidna menyahut cepat.

(Bu Wali Kelas 2-A: Jaga ketenangan. Suara dari kelas kalian terdengar sampai ke kelas di bawah kalian.)

Notifikasi itu melayang di layar kunci karena belum terbaca Novel.

(Guru IPA: Saya tdk bs msk hr ini. Kerjakan tgs buku pkt hlm 22. Diskusi 2 org/tmn sebangku. Tks.)

Itu pesan yang baru masuk saat ini juga.

Novel memijat keningnya. Bertambah lagi hal yang harus ia jelaskan.

"Hei, ayo tidak usah diskusi, aku tahu kita sama-sama bisa mengerjakan tugas seperti ini."

Novel menoleh, lagi-lagi menemukan kalau Lucidna tidak melihatnya saat berbicara.

"Setahuku kata-kata guru itu harus diikuti. Lalu, aku yang mengamati siapa yang tidak melakukannya," jawab Novel, mengikuti alur yang Lucidna buat.

Seolah tidak ada apa-apa.

"Oh, iya, kamu kan ketua kelas yang baik. Anak yang tidak baik dan membuat keributan harus menurut."

"Iya, nurut ya denganku."

"Kata siapa? Aku bukan anak tidak baik, kan?"

Karena Lucidna kembali sarkas seperti mengajak debat, Novel bingung apakah gadis itu sudah membaik atau belum.

"Nggak, kok, kamu juga orang yang baik," puji Novel.

Kali ini ada jeda cukup lama. Lucidna tidak langsung membalas. Ia mengeluarkan sebuah buku. Saat dibuka, buku itu berisi kertas tanpa garis yang biasanya ada di buku catatan. Itu seperti buku gambar yang berisi coretan-coretan di tiap lembarnya.

Lucidna membalik-balik kertas itu hingga menemukan kertas yang kosong. Selanjutnya ia mengambil pensil mekanik, lalu menulis sebuah pertanyaan.

Kayala marah padaku sepertinya tidak terduga bagimu.

Apa yang akan datang sampai kamu menginterupsi menggunakan informasi yang baru keluar saat teman-teman bersorak barusan?

"Lucidna–"

"Aku tidak memintamu membacanya kan?"

"Tapi–"

"Aku juga tidak keberatan kalau kamu tidak menjelaskannya. Pura-pura saja tidak lihat."

Berbanding terbalik dengan kata-katanya, Lucidna menulis kembali pertanyaan yang membuat Novel berkeringat dingin.

Kemarin, saat aku ditinggalkan sendirian di kelas, apakah kamu sudah tahu, Novel, bahwa aku akan bertemu perokok?

Belum kan?

Novel memejamkan matanya. Lalu mengembuskan napas. Ia tahu Lucidna pintar. Bahkan saat di hadapan guru pun, ada kalanya sarkasnya menjelaskan hal yang tidak mudah disadari. Namun, ia kira itu karena Lucidna memahami pengalaman langsung.

Saat ia membuka mata lagi, tulisan itu menjadi sangat panjang hingga Lucidna hampir membalik halaman. Ia segera menahan tangan Lucidna.

"Jangan pegang! Aku mau nulis."

"Setelah nulis lalu apa?" bisik Novel. Untunglah dia lebih kuat, jadi gadis itu tidak berdaya jika dibatasi seperti ini. Walaupun kalau ada orang lain yang melakukan hal yang sama, ia pasti akan menjauhkannya dari Lucidna.

"Novel."

"Untuk apa?" tanya Novel sekali lagi.

"Karena pikiranku penuh dengan hal gila."

Hal gila itu pasti dirinya, Novel yakin. Ia membaca tulisan panjang itu.

Saat kamu cerita di mana kamu menemukanku, kamu tidak menemukan bagaimana kamu menemukanku.

Padahal kita berpisah di kelas.

Aku tidak bilang mau ke mana.

Aku sendiri terpaksa pergi karena disuruh makan.

Tetapi kamu menemukanku sebelum semuanya terlambat.

Separah apa pun aku lupa, kalau kamu cerita, aku perlahan ingat.

Bau rokok. Kamar mandi laki-laki dekat kelas tiga.

Lalu, kamu bilang mau ke kantin, kan.

Kantin ada di dekat kelas 1.

Koperasi, ruang kelas tiga, dan fasilitasnya ada di arah kebalikannya.

Kamu tidak bercerita kamu keliling ke mana-mana, berarti tidak melakukannya.

Kalau begitu tiba-tiba pergi ke arah berlawanan dari kantin?

Atau bukan?

Novel aneh.

Novel menyembunyikan sesuatu.

Tapi saat aku memintanya jujur.

Novel bilang aku nggak usah tahu.

Itu privasi.

Tadi

Itu belum selesai ditulis, tapi sudah membuat Novel kehilangan kata-kata. Hanya dengan tindakannya, pesan yang baru masuk, Lucidna bisa menarik informasi seperti ini. Apalagi kalau bertemu orang lain.

Ia perlahan melepaskan genggaman pada tangan Lucidna. "Apa aku sedang membaca diary? Apa itu sindiran? Kenapa seperti itu?"

"Siapa yang menulis untukmu?" Lucidna membalik halaman sebelumnya yang berisi coretan abstrak. "Ini saat aku kehilangan arah." Lalu membalik lagi ke beberapa halaman yang berisi coretan lebih rapi. "Ini saat aku nggak fokus. Jadi bentuknya lebih bagus."

Lucidna berhenti membalik halaman secara mundur, ia mencari halaman kosong lagi. "Lalu, kamu tidak dengar aku tidak memintamu membacanya? Matamu ilegal dua kali, Ketua."

Kalau ini bukan kelas, mungkin Novel sudah memaksa agar Lucidna melihat ke arahnya dengan benar.

"Ini bukan soal mata ilegal. Aku serius. Untuk apa kamu menulis itu semua?"

"Karena," ia melirik Novel, berbisik, "harus menyesuaikan kamu."

"Karena? Apa? Aku tidak dengar."

Lucidna juga merasa tidak mau ada yang mendengarnya, sih. Tapi dengan sifat Novel, kalau tidak dijawab, pasti dikejar.

Ia mengubah duduknya agak menyamping, lantas menatap Novel. Berbeda dengan tatapan lelaki itu saat di taman, kali ini tidak terasa menakutkan.

Padahal, Lucidna sudah berusaha mengumpulkan keberanian kalau tatapan Novel seseram tadi di taman.

Novel tersenyum puas. "Akhirnya, kita bisa saling melihat wajah."

"Bagaimana lagi kalau ada orang yang pendengarannya kurang baik."

"Benar, jadi kita harus dekat."

Kok malah diiyain, aku ini sarkas, bukan bermaksud begitu, batin Lucidna.

"Nah, Lucidna, sekarang kamu baik-baik saja?"

Lucidna menaikkan alis matanya. "Memang aku kenapa?"

"Tadi, Kayala berteriak, lalu aku .. seperti itu."

Oh. Lucidna melipat tangan di depan dada. Benar juga, tadi memang sempat kecewa, tapi masih bisa ditahan juga, karena nggak jelas Kayala-nya.

"Kamu kenapa diam?"

"Kalau aku bilang aku kenapa-napa, kamu akan kesulitan."

Novel sedikit memiringkan kepalanya. "Aku tidak mengerti."

"Aku diam demi menjaga privasi kamu," ucap Lucidna yang semakin memperjelas ekspresi kebingungan di wajah lelaki itu.

Akhirnya, Lucidna menulis di kertas yang kosong.

Bukannya nanti kamu harus memberi penjelasan kenapa tiba-tiba kamu begitu?

Mengingatkan kelas dengan pesan yang baru dikirim setelah beberapa saat.

Menghentikan masalah nggak jelas dengan memisahkanku dan mengalihkan perhatian ke tugas.

Bagaimana kamu menjelaskannya?

"Baca," pinta Lucidna.

"Eh ya ... sudah."

"Paham kan?"

Novel mengangguk. Kesimpulannya, Lucidna curiga tapi tidak mau bertanya langsung karena dirinya sendiri yang membatasi gadis itu mencari tahu.

Ia tidak menyangka akan ketahuan secepat itu, hanya karena notifikasi.

Baru saja ia ingin mengatakan sesuatu, Lucidna mencoret-coret semua yang ia tulis tadi, lalu mengambil penghapus. Gerakan kasar menghapus tulisan itu membuat suasana di antara mereka tidak enak, setidaknya bagi Novel.

"Hei, sudah jangan marah."

Lucidna menoleh dengan tatapan kesal. "Hei, berhenti menyimpulkan seenaknya. Ini supaya bekas tulisannya tidak terbaca."

"Agar tidak terbaca siapa?"

"Aku," jawab Lucidna. "Agar aku lupa."

Novel berkedip sekali. Saat mengatakan itu, Lucidna terlihat seperti terbiasa membuang tulisan berisi pikirannya.

Setelah hanya tersisa noda hitam khas pensil, baik di kertas maupun penghapus, Lucidna mengembalikan buku itu ke dalam tasnya. Ia membuka buku tugas dan buku pelajaran IPA.

"Kenapa diam?" tanya Lucidna. "Jangan bilang ketua kelas yang baik ini nggak mau mengerjakan tugas?" Ia tersenyum sarkastik.

Bagaimana Novel harus bersikap sekarang? Ia tidak tahu. Ia yakin sekali, dari tulisan tadi, Lucidna sudah tahu atau paling tidak memiliki dugaan. Tapi sekarang gadis itu bersikap seperti tidak apa-apa.

"Kamu nggak ngantuk?" tanya Novel.

"Ngantuk sedikit. Ayo cepat, sebelum aku tertidur."

Meski merasa ada yang janggal, Novel mengikuti arus. Mereka berdiskusi lancar. Saat pembagian tugas untuk mengerjakan pertanyaan yang mana, mereka mengerjakan tanpa terlihat terdistraksi hal lain.

Tidak sampai satu jam pelajaran, mereka berhasil menyelesaikannya. Lucidna meregangkan tangannya ke depan. Setelah itu, menutup buku tugasnya dan meletakkannya di atas meja Novel.

"Kumpulkan di kamu, kan?" tanyanya memastikan.

"Iya, terima kasih Lucidna."

"Sama-sama, Novel."

Setelah itu, Lucidna melipat tangan di atas meja, membenamkan keningnya di atas tangan. Ia biarkan rambut panjang dan halusnya turun hingga menutupi wajahnya.

Baru saja ia ingin menutup mata, Novel memanggilnya.

"Lucidna, kamu boleh tanya," katanya dengan lembut.

Lucidna menutup matanya sejenak. Baginya, itu kata-kata yang paling ingin ia dengar. Terlepas dari segala pertanyaan yang sudah ia lepaskan di buku polos, ia ingin Novel jujur padanya.

Ia ingin diperbolehkan mengenal Novel, bukan sebagai ketua kelas yang bertanggung jawab, tapi Novel saja.

Ia mengubah posisi kepalanya menjadi miring ke kiri. Lantas mengusap rambutnya ke belakang telinga. Bola matanya membelalak saat mendapati Novel juga melakukan hal yang sama; posisi setengah tidur dengan kepala menghadap ke arah Lucidna.

"Tanya saja."

Lucidna membuka mulutnya. "Kenapa?" tanyanya terdengar ragu.

Kalau mata bisa tersenyum, mungkin itulah yang dilakukan mata cemerlang di hadapannya.

"Karena orang pintar dan peka sepertimu bisa menjaga privasi? Karena kamu sudah menduganya? Karena aku mau kamu tahu? Kamu mau dengar yang mana? Aku kasih tiga pilihan," bisik Novel.

Yang terakhir. "Yang pertama," jawab Lucidna.

"Iya, Lucidna yang hebat, kamu mau menanyakannya?"

"Kamu." Lucidna terdiam sejenak, lantas melanjutkannya dengan suara yang lebih tipis. "Bisa melihat masa depan?"

Novel meletakkan jari telunjuk kanan di bibirnya sendiri. "Aku bisa."

22-01-2025 | 1704 kata

Author note
Tadi di google document itu cuma 1622 kata 😭

Novel emang harus ketahuan ges😭✨

Is that smooth?

I hope so

BAYANGIN JADI LUCIDNA, AKU MERINDING SIH PAS BACA NOTIFIKASI HP NOVEL

BARU SAMPAI KOK UDAH DISAMPAIKAN
😭WTH

Tapi aku merasakan plot hole di sini
Aih😭Apa ya perasaan ini??

Anyway

TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN KALIAN SEMUA🌷💗

‧༓☾𝙼𝚊𝚢 𝚌𝚕𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚎 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞☽༓

Kepak kupu-kupu di atas daun semanggi,
Peluk hangat untuk semuanya dari Yemi
┈˚୨୧⋆。⛧˚ ⋆ 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro