Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1 - Si Perfect Workaholic

'Brak!'

Semua anggota tim 1 divisi perencanaan periklanan tersentak. Ruangan mendadak senyap.

"Apa tujuanmu dengan melakukan hal itu? Kamu mau sok jago di hadapan atasan dan membuat saya seperti tidak mengerjakan apa-apa? Iya?"

Sang ketua divisi, Pak Dion, membentak perempuan berparas cantik tapi tanpa ekspresi yang hanya diam tanpa memandang balik atau membantah. That's my girl! Ekhem.

"Bu Reyta! Sepertinya Anda sangat ingin terlihat menonjol dan menjatuhkan saya, benar?"

Reyta hanya bergeming, tidak berbicara sepatah kata pun. Sementara wajah pria paruh baya di hadapannya tampak sudah kesal sampai ke ubun-ubun. "Kamu gak punya mulut? Atau gak bisa ngomong?"

Cih. Dasar Pak Tua tak tahu diri. Beraninya dia memarahi istriku tercinta! Padahal, dari sudut pandang mana pun, orang itu tidak banyak bekerja ataupun berkontribusi. Orang yang menyusun rencana dan menghadapi klien adalah Reyta. Orang tua itu, hanya bisa mempresentasikan dan mengambil hasil dari kerja keras Reyta selama ini.

Namun, kabarnya, kali ini Reyta dengan tegas mengatakan bahwa rencana iklan kali ini adalah idenya dan dia pula yang mempresentasikannya. Alhasil, dia mendapat pujian karena rencananya dianggap brilian. Tampaknya, para atasan juga tidak terlalu buta untuk melihat potensi Reyta.

Karena Reyta mendapat pujian, Pak Dion marah dan menyalahkan Reyta yang seolah ingin menonjol. Aku benar-benar ingin menonjok muka orang tua itu sekarang.

Sementara itu, Reyta mulai mengangkat wajah dan menatap ketua timnya dengan tenang. "Bisakah Bapak memberitahu saya, di mana letak kesalahan saya? Bukankah selama ini, saya sudah berbaik hati pada Bapak? Bukankah tim kita selalu memenangkan tender berkat saya?"

"Kamu! Kamu ngelunjak, ya!"

Ugh. Lihatlah. Bukankah dia sangat keren? Aku tidak bisa berhenti mengagumi sosoknya. Meski perkataan Reyta terdengar sombong, tapi yang dikatakannya adalah fakta. Dia memang bangga pada seniornya itu.

"Aku tahu sih, Bu Reyta emang luar biasa, tapi dia agak sombong gitu, ga sih?" Mbak Raina, perempuan di sebelah kubilku berbisik padaku. Dia termasuk staf yang paling muda, hanya satu tahun di atasku. Jadi, aku lumayan akrab dengannya.

Aku mengedikkan bahu. "Menurutku, Bu Rey keren. Aku bahkan heran kenapa Pak Dion bisa jadi ketua divisi. Padahal yang mengerjakan Bu Reyta dan kita semua."

Mbak Raina terkekeh. "Biasalah, koneksi."

Aku mendengkus. "Emang nggak ada yang pernah ngelapor ke atasan gitu, Mbak? Aku nggak suka banget sama sifat dan sikapnya itu."

"Entahlah. Setahuku, atasan tutup mata dan telinga. Mungkin kalau ada kejadian yang membuat dia menyebabkan perusahaan benar-benar mengalami kerugian, baru beliau akan diturunkan, atau bahkan dipecat."

Yah, memang tidak mengherankan. Di perusahaan mana pun, pasti ada orang seperti itu. Orang yang memiliki kedudukan tanpa perlu berusaha. Hmm … haruskah aku menyusun rencana untuk menjatuhkannya?

"Tapi, sayang banget gak sih, Sa? Bu Reyta itu cantik loh, padahal. Tapi, karena sifatnya itu, nggak ada cowok yang mau deketin. Coba kalau banyakin senyum, ramah, supel, pasti banyak cowok yang suka. Gampang dapet pacar juga. Menurut kamu sebagai cowok, gimana?"

Dalam hati, aku merasa bangga. Tidak tahu saja dia, di sini ada seseorang yang jatuh sejatuhnya pada wanita itu.

"Yee … ditanya, malah mesem-mesem!"

Aku cengengesan. "Menurutku, itu daya tariknya nggak sih, Mbak? Tapi, tiap cowok pasti punya selera yang beda. Buatku, sifat dan kepribadiannya itu menarik karena jadi terasa menantang, dia juga terlihat bisa diandalkan, tapi gak tahu kalau yang lain."

Mbak Raina tertawa meledek. "Kamu sih, emang udah tergila-gila sama Bu Reyta kayaknya."

Aku ikut tertawa pelan. "Aku kagum aja sih, Mbak. Serius, Bu Reyta tuh definisi cewek independen banget."

"Ohh gitu ya, tipe ideal kamu."

Aku nyengir. "Aku sih, ga begitu mentingin soal tipe ideal. Kalau udah suka, tipe ideal tuh jadi gak berlaku. Iya, kan?"

Mbak Raina mengangguk setuju. Membenarkan ucapanku. Benar, kan? Kalau sudah cinta, taik pun akan terlihat seperti donat.

"Satu aja sih, yang disayangkan dari Bu Rey," kataku yang kembali memperhatikan Reyta.

"Hm? Apa tuh?"

"Dia terlalu keras pada dirinya sendiri. Si prefect workaholic. Dia seolah hidup hanya untuk bekerja. Aku bahkan ragu apakah dia pernah benar-benar merasa bahagia?"

Setelahnya, aku tidak begitu mendengar respons Mbak Raina. Perhatianku sudah teralihkan sepenuhnya pada wanita itu. Wanita yang entah bagaimana bisa membuatku begitu menyukainya.

Pak Dion tampaknya sudah selesai mencerca Reyta. Tiba-tiba, tatapan kami bertemu. Aku langsung kalang kabut dan mengalihkan pandangan. Namun, Reyta malah menghampiri kubikelku.

"Pak Sagara."

"Ya, Bu?" Aku merespons terlalu cepat. Bahkan aku bisa mendengar Mbak Raina menahan tawa. "Ah, maaf. Ada apa, ya, Bu?" tanyaku agak gugup.

Jika di kantor dan berhadapan seperti ini, entah kenapa aku seperti tikus yang ketakutan dimangsa kucing garong. Kepercayaan diriku lenyap begitu saja. Tatapan dingin dan tajam Reyta selalu berhasil menaklukkanku. Anehnya, aku menyukai itu. Aku juga suka tiap kali dimarahi atau dibentak karena berbuat salah.

Sialan, apa aku seorang masokis? Gila saja. Tapi, sepertinya tidak, karena semua itu hanya berlaku saat Reyta yang melakukannya. Intinya, aku senang saat berinteraksi dengannya. Dalam bentuk apa pun.

"Saya ingin membahas lebih lanjut soal rencana kamu mengenai proyek pembuatan iklan untuk film novel Pak Satria. Apa kamu keberatan jika kita bertemu setelah jam pulang kantor?"

"Oh, tidak, Bu. Saya sama sekali tidak keberatan. Kebetulan saya juga ada beberapa hal yang ingin disampaikan."

Reyta mengangguk. "Baiklah kalau begitu," ucapnya. Kemudian berjalan menuju kubikelnya. Memang begitulah Reyta, selalu bicara seperlunya dengan bahasa formal pada siapa pun.

Aku tidak bisa menahan senyuman karena merasa dapat asupan energi semangat. Mbak Raina di sebelahku geleng-geleng. "Kok, bisa, ya, ada orang diajak lembur tanpa gaji, mau aja?" ledeknya.

Aku tidak bisa tidak cengengesan. "Soalnya sama Bu Rey, sih. Mbak Raina gak tahu aja, tiap aku ngebahas sesuatu sama beliau, aku selalu dapat ilmu baru. Aku jadi nggak sabar."

"Kamu emang aneh, Sa."

Aku nyengir saja. Tidak sabar bertemu Reyta sepulang kerja nanti. Padahal, kami juga akan pulang ke tempat yang sama. Hah, aku memang sudah gila sepertinya.

Dalam proyek kali ini, Reyta ditunjuk sebagai Account Executive (AE) bersama Pak Dion, lalu aku akan membantu Reyta di bawah pengawasannya langsung. Agar bisa melihat dan belajar bagaimana bekerja dalam sebuah proyek secara langsung.

Ya, aku memang sudah bekerja selama hampir dua tahun, tapi baru setahun sejak aku diangkat menjadi karyawan tetap.

Meski aku memiliki tingkat kepercayaan diri di atas rata-rata, aku tetap merasa gugup dan was was jika saja aku melakukan kesalahan atau malah menghambat. Namun, karena aku sudah mendapat kepercayaan dari Reyta, tentu saja aku akan bekerja dengan sungguh-sungguh.

Setiap laki-laki pasti ingin terlihat hebat di depan wanitanya, bukan? Begitu pula denganku.

Aku ingin terlihat hebat dan bisa diandalkan oleh Reyta. Aku ingin bisa menjadi tempat bersandar di saat dia lelah. Namun, bisakah aku?

Tbc.

Hai, gimana menurut kalian ceritanya? Boleh komen dong 😁 makasii 🫰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro