
What do you want? (Chapter 22)
"Ku ingin tahun depan ketika aku ulang tahun kita berkumpul lagi."
(Author **** POV)
Sae Ron mencium bau enak dari dapur, dia baru saja bangun setelah pekerjaan di malam hari sebagai pegawai salah satu hotel kecil di perempatan kota. Tepatnya hotel yang dikelola oleh teman sekolahnya, lumayan juga saat dia bisa menghasilkan uang sedikit tanpa menjadikan beban kakak kesayangannya disana.
"Daebak, ada bau enak nih. Daging sup buatan kakak tercantik di dunia..." Ujarnya penuh semangat dalam kedua tangan membentang semangat penuh cinta. Dia memang suka makan dan menjadikan makanan sebagai hobby kesukaannya.
Duduk penuh semangat dalam keseruan luar biasa di depan meja makan. Ada juga mie dingin buatan sang kakak yang menjadi prioritas dalam keluarga ini. Turun temurun dalam identitas sebuah komunitas.
"Eonni, apakah aku bisa makan daging banyak hari ini? Aku sangat bosan ketika di hotel aku hanya makan steak."
Sae Ron mengubah mimik wajahnya menjadi manis. Dia sangat cocok ketika menggunakan pakaian hangat dengan bagian kerah lehernya yang panjang sampai menutupi bawah dagunya. Kebanyakan orang meski mengira dia norak dalam mode, dia masih tetap percaya diri. Baginya pakaian dia suka membuat jati diri seorang dirinya diketahui oleh semua orang.
"Loh? Kok aneh ya... Bukankah steak sama daging itu sama. Kalau gitu kamu sebenarnya bosan dong sama masakan ku."
Sohyun menunjukkan wajah dibuat sedihnya, anehnya dia masih bersinar akan kecantikannya. Spatula di tangannya berwarna merah muda, Sae Ron melihat kalau benda di tangan itu masih baru. Baginya memasak adalah kesukaan kakaknya.
Andai saja bakat memasak juga ada pada dirinya. Dia pasti akan berusaha membuat makanan paling enak di dunia untuk orang rumah.
"Aihhh.... Bukan begitu, masakan eonni beda tahu. Masakan eonni itu luar biasa, meski aku dihadapkan sepuluh daging makanan bintang lima. Jelas-jelas aku akan memakan makanan milik eonni Sohyun," ucapnya dalam kedua mata berbinar.
"Aigu, kau sangat pintar sekali membuat hati kakakmu ini terbang jauh. Aku harus awas kalau jatuh akan terasa sangat sakit," candanya manis. Sohyun melihat jika buah tomatnya belum sempat dimakan. Lalapan kesayangannya mana mungkin ditinggalkan begitu saja?
Tidak, dia paling suka makanan dengan menggunakan buah tomat. Warna merahnya paling mencolok di antara makanan buatannya.
Sohyun merasa kalau adiknya terlalu pintar menjilat, di satu sisi dia sangat bangga akan tingkah adiknya. Untung saja dagingnya makan tepat waktu, dijamin empuk dan aroma masakan ini akan sangat menggoda.
Satu piring penuh dan warna kecap sangat cantik. Bau pedas dan juga kuahnya yang sedap membuat campuran daun bawang tenggelam diantara daging. Sae Ron berteriak paling senang dan bahagia. Tangan kanannya membawa sendok dan tangan kirinya membawa garpu. Sae Ron sangat suka melihat keadaan adiknya ini bagaikan anak kecil.
Ingat masa lalu memang indah tak pernah lupa. Lahapnya sang adik membuat yang memasakkan makanan menjadi semakin semangat dalam menciptakan menu baru. "Ini tambah dagingnya supaya kamu makin kenyang, aku mau kamu sehat selalu adikku sayang. Banyak sekali kamu kerjanya sampai lupa merawat diri." Ocehan Sohyun berguna juga jika didengar.
Ngomong-ngomong Sae Ron juga melihat sekitar untuk menemukan seseorang. Beberapa kali juga dia edarkan matanya ke kanan dan kiri, tidak ada tanda bahwa ada orang keluar dari salah satu kamar yang disiapkan untuk karyawan baru atau tamu.
"Eonni, kemana oppa tampan yang kau maksud? Kok gak keluar sejak tadi dari kamar?" Bisik nya pelan mengira kalau tamu yang dikatakan kakaknya lewat ponsel semalam akan bangun karena suara non kalemnya.
"Jangan berbisik, dia tidak disini lagi. Subuh tadi dia pergi dengan sangat tergesa-gesa, aku belum sempat tahu namanya juga."
Sohyun mengambil satu sendok nasi. Dia tipikal orang yang suka makan nasi dulu sebelum makan daging, apakah ada yang terbiasa cara makan dirinya disini?
"Ooo.. padahal kalau aku melihatnya langsung aku pasti merasa sangat tersipu sampai tidak berkedip. Eonni... Apakah dia sangat tampan?" Sae Ron tidak hentinya mengatakan kata tampan, lidahnya terasa sangat biasa tanpa beban. Sohyun heran karena adiknya ini penasaran tingkat ratu. "Katakan eonni, please... Aku ingin mendengarnya langsung dari bibirmu sekarang. Dia tampan bukan?"
Sohyun malu mendengarnya, adik kesayangannya menggunakan kata aegyo aneh di depannya.
Wajah Sohyun mendekat, menoleh sekitar jika ada tamu datang. Sae Ron mendekatkan telinganya memahami maksud kakaknya.
"Sangat tampan, aku tidak bisa mengambil gambarnya. Takut kalau perbuatan ku di cap tidak sopan."
Sae Ron bergerak menutup mulut spontan, tidak adil bagi sang kakak menyimpan gambaran sang pangeran sendiri dalam ingatannya. "Omo, jika saja aku tidak pulang lebih awal. Shift pagi menyenangkan, bisa jadi aku sempat melihatnya meski tertidur lelap dalam keadaan mabuk."
Gadis di depan sang kakak semakin aneh saat posisi wajah mendongak ke atas dalam keadaan miring. Kedua tangan menumpu kepalanya supaya tidak menubruk meja kayu di bawahnya.
Sohyun tidak ingin halusinasi sang adik menyebar jauh, virus ini bahaya bagi kaum muda seperti mereka berdua. Ada centong nasi kayu nganggur, habis digunakan untuk mengambil nasi ada hal yang bisa dilakukan lainnya oleh benda itu.
Pletak!
"Awww... Eonni, ini sakit. Kenapa malah jitak kepalaku? Nanti kalau merah dilihat para tamu, aisshhh... Penampilanku malah berantakan sedikit." Usapan cepat demi hilangkan sakitnya. Sohyun tidak iba, dia malah tertawa puas. Tidak bawa kamera membuat dia merugi saat melewatkan wajah sedih Sae Ron sekarang.
"Tidak boleh membayangkan hal aneh. Kau sangat berbahaya juga ya..."
Ucapan bisa dibilang centil saat ini. Di dalam toko bunga ini segalanya bisa terjadi, saat kakak-adik ini Senda gurau bersama. Sohyun tidak sengaja melirik ke arah leher sang adik, dia merasa ada yang janggal.
Ya, perbedaan itu tampak di leher sang adik. Kalung yang selalu Sohyun gunakan tidak ada disana, awalnya dalam perkiraan kalau benda itu tersembunyi di dalam kaus. Masih dia lihat dan menunggu apakah kalung itu benar ada disana atau tidak.
Tak tahan....
"Sae Ron, kalung eonni kemana?" Bangkit dari duduk, mendadak hati ini sangat tidak nyaman. Respon yang bisa dikatakan sangat berlebihan membuat sang adik mencoba menyentuh bagian lehernya. "Eoh?" Yang lolos dari bibir sang adik hanya itu, kata kebingungan tidak sadar diri akan kesalahannya.
"Aigu, kemana benda itu. Mana mungkin bisa jatuh?" Sohyun mau menangis saja. Biasanya kalung itu tidak akan hilang walau di pinjam, kemarin Sae Ron pinjam karena ada pesta kecil di hotel dan setidaknya dia harus tampak menarik di depan tamu.
Keteledoran yang dia lakukan malah membuat sang kakak semakin panik saja. Kalung itu merupakan segalanya juga sejarah Sohyun. Kalung itu perhiasan penting yang sangat lama melekat di lehernya sejak lama.
"Hikksss.... Aigu, eonni. Aku tidak maksud untuk menghilangkan nya, bagaimana ini aduhhh... Oke aku akan cari, apa jangan-jangan kalung itu jatuh di tempat kerjaku? Omo jangan...."
Sohyun melihat adiknya menangis menyesal luar biasa. Sebagai kakak dia harus bijak, dia berfikir tenang. Kemungkinan kalung itu jatuh di sekitar tempat ini, di dalam rumah atau mungkin toko bunga.
"Sae Ron, jangan menangis oke. Mungkin saja jatuh ke kamar atau mungkin di rumah ini. Kakak pasti akan temukan kalung itu saat menyapu atau menata tempat ini." Ucap Sohyun tenang meski hatinya bergemuruh agak aneh. Dirinya memang tipikal seseorang yang suka menyimpan masalah sendiri tanpa mau meledakkan emosinya di tempat.
Masih pedoman kalau benda berharga biasanya jatuh di dalam rumah, adiknya juga tidak pernah melakukan kesalahan selama meminjam barangnya.
"Eonni, aku akan kembali. Aku akan coba cari di hotel, aku akan bersiap dan minta bantuan temanku disana."
Akhirnya sang adik mengambil tindakan, dia masuk ke kamar. Mandi dan menyiapkan segalanya serta berganti pakaian.
"Eh... Adik, tapi kau- ini kan masih jam pagi. Tolong selesaikan makananmu, tidak baik tinggalkan makanan sisa di atas piring," pinta Sohyun takut kalau adiknya akan kelaparan di tengah pekerjaannya.
Sae Ron berteriak dalam kamar, dirinya mengatakan kalau menunda pekerjaan maka kalung itu akan hilang.
Seruan itu memang ampuh, saat Sohyun mendengarnya separuh perasaan lega. Masih ada tanggung jawab sang adik, benda berharga memang harus dijaga selalu. Berharap jika seseorang memang menemukannya harus dikembalikan padanya. Status ada disana, Sohyun merasa yakin akan kebenaran soal dirinya.
Dia hanya anak tak sekandung dalam keluarga ini. Itu saja dan tidak lebih....
,
"Selamat ulang tahun Jimin, semoga panjang umur serta sehat selalu. Btw jangan lupa traktir kami ya..."
"Kau ikhlas tidak mendoakan ku? Aigu, setiap akhir kata kau selalu minta traktiran. Luar biasa menyesakkan. Anak siapa sih kamu?" Sedikit ketus meski ini hanya lelucon saja.
Tanggapan Jimin tidak terlalu dimasukkan dalam hati tapi dalam empedu agar cepat tenggelam dalam rasa pahit.
"Anak emak-bapak lah. Anak siapa lagi, masa iya aku lahir di gunung batu." Hoseok menimpal dengan membawa kue lumayan besar di tangannya. Kue cokelat mint, kesukaan Jimin setiap tahunnya.
"Tentu saja, kau kan satu saudara dengan kera sakti."
Namjoon yang sedang menikmati susu unta tengah menimpal. Sedikit tertawa dan membuat Yoongi yang sibuk mencari korek api malah tersandung sesuatu di bawahnya.
Ini lucu....
"Yaaakkk! Bukan kera sakti, yang benar itu adalah Pitechantropus Erectus." Ucapan serius dengan lidah menjulur keluar melawak.
Diberikannya kue, dimintanya hadiah. Jimin disana memakai topi ulang tahunnya, perayaan kecil nuansa bau anak kecil sedikit. Selalu biasa, hingga benda yang digunakan itu saja bekas dari tahun ke tahun yang disimpan dalam kotak kayu sangat rapi. Jika kalian tanya kenapa?
Jawabannya bukan karena pelit atau irit. Mungkin dua makna disana masuk dalam kondisi sesungguhnya, Namjoon adalah pencetus pertama yang mengatakan untuk memakainya sampai rusak. Membuat dan menjadikan setiap kenangan itu menjadi tumpukan besar sampai tidak semua hal diingat secara jeli. Bukankah itu bagus?
Ketika di masa tua dan punya anak, mereka yang pengangguran lebih banyak punya jalan pengalaman juga.
"Waaaa kueee... Kelihatannya enak sekali. Eh iya jangan banyak ribut dong, bagaimanapun perayaannya aku tetap senang kok selama merayakannya masih sama kalian."
Jimin merangkul semua dalam keadaan memeluk penuh sayang. Suga sedikit memaksa lepas saat dia lihat ada korek api di atas meja.
"Jimin bawa kemari kue itu, kau tentu masih ingin harapan terwujud bukan?"
Suga menarik si bantet agar segera mendekat, tidak akan asik kalau tidak ada acara tiup lilin. Sebenarnya dia tidak sabar untuk menikmati kuenya juga, siapa yang menolak makanan manis ini? Kalau di depan mata banyak juga yang akan mau memakannya. Jimin juga lainnya tidak bisa menolak perintah si paduka Suga.
"Nde... Tapi jangan membuat lelucon dengan kue ulang tahunku." Jimin sodorkan kue itu ke temannya, Namjoon juga Hoseok sudah mengambil piring dari dapur. Sumringah mereka membawa keasyikan satu sama lain, mungkin saja ketika di dapur keduanya saling bercanda. Pembahasan soal manusia purba saja sampai membuat mereka bisa tertawa puas hingga bagian perut mereka sakit.
Jimin dia malah memikirkan keinginan apa yang dia harapkan, di usianya sekarang dia hampir sudah memiliki dan pernah merasakannya juga. Apakah dia minta pada Tuhan agar diberikan jodoh?
Ah tidak....
Setiap hari dia berdoa tapi tetap saja Tuhan belum mengirimkan dia wanita cantik sesuai kriterianya. Terima apa adanya juga setia, jujur dan tidak mudah selingkuh. Dambaan semua orang. Anehnya khayalannya semakin bertambah dan tidak jelas saja, ini akan berdampak buruk akan cita-citanya. Makanya dia segera menggeleng kepala dengan suara aneh hingga mengejutkan mereka, sahabatnya.
"Kau kenapa Jim?"
"Ah tidak... Aku hanya merasa aneh saja hahaha..."
Suasana semakin absurd, bisa dipastikan kalau keadaan tempat ini jauh dari kata jenuh dikarenakan ada mereka yang koplak.
Jimin mulai melihat kelakuan dan cara Yoongi menghidupkan lilinnya. Ke-empat orang disana tidak sadar seseorang datang. Tubuh itu jatuh ke samping di depan pintu masuk tanpa dikunci, Jungkook merintih sakit sampai membuat si mata sipit peka lalu menoleh.
"Jungkook kau-"
Melompat ke sana menjatuhkan korek api dan merusak bagian sisi kue itu. Cream putih di bagian tepi atas belepotan sampai jatuh ke meja. Jimin tersentak bukan main tak luput dari kepeduliannya. Namjoon serta Hoseok masih mencerna manusia di sana ketika kejadian begitu cepat.
"Hyung, akhirnya aku bertemu denganmu lagi." Ucapan Jungkook begitu senang, memaksa tubuhnya bangun dalam bantuan tangan Suga merangkul pundaknya. "Kenapa kau malah disini, bukankah kau ada di rumah sakit? Hey, kau membuat dirimu semakin sakit bodoh!"
Bukan selamat datang melainkan kata bodoh. Jungkook sangat senang akan respon itu, meski bukan Yoongi jika ditanya, sikap dan sifat masih sama. Proses ini membuat semua tampak mudah ditebak, kembangan senyum semakin melebar saat Jungkook melihat bagian isi dari hatinya.
"Yoongi hyung, apakah kau tidak luka. Kau baik saja bukan?"
Suga mendesah kesal disana. Pemuda kelinci di depannya memang tak waras. Untuk inilah dia menggunakan tenaganya, membawa Jungkook dalam gendongan bridal style serta sepenuh hati membawanya ke atas sofa di ruang tamu.
Kelakuannya mengundang suara kagum Hoseok yang tengah mengambil tongkat untuk Jungkook dalam maksud membantu. Jimin menyiapkan bantal dan Namjoon dia cicipi sedikit kue di dekatnya. Tidak ada pekerjaan lain, tidak ada hal harus dia lakukan jika semua sudah di selesai oleh Suga.
"Kau salah bertanya. Harusnya aku yang bertanya, apakah kau baik saja atau masih sakit? Kau ini kan dari rumah sakit, pakaianmu juga... Kau kabur, benar bukan?" Suga mengatakan secara gamblang semua dalam kiranya. "Heh? Kau kabur? Kenapa kau melakukan tindakan itu, bisa bahaya nyawamu kalau kau melakukan itu anak muda!"
Jimin bak seorang emak, dia sangat takjub akan nekatnya Jungkook serta heboh saat melihat kalau pasien kabur memang cocok dalam adegan film kesukaannya.
Film India, meski dalam translate bahasa Inggris.
"Sebelum bicara pikirkan dulu, apa kau bukan anak muda. Aisshhh... Cara bicara mu saja seperti orang tua punya anak, Jimin aku akan membuat kau semakin cebol."
"Sembarangan, aku tidak mau tepat tumbuh. Aku sudah beli obat tinggi badan. Kalau ampuh aku akan membalas perbuatan mu ini."
Jimin menyangkal tanpa bijak, dia sangat percaya akan iklan murahan di luar sana. Itulah kenapa Suga selalu memindah Chanel acara saat iklan, dia tidak mau ditipu begitu saja.
"Tidak akan mungkin. Saat usia manusia 20 tahun, pertumbuhan tingginya sudah terhambat." Celoteh dalam kekehan kecil.
Namjoon merasa gemas di belakang sana, dia meneloyor kepala Jimin agar segera sadar. Jungkook tidak tahu apa jawabannya, pemuda tadi benar menurutnya. Jungkook akui tadi dia baru saja hampir di tabrak oleh bus kota.
Nyawanya masih selamat karena mendapatkan supir cekatan yang sempat menginjak rem sampai berhenti beberapa meter di depannya. Tidak banyak namun nyaris mati kalau sudah terlindas kepalanya.
Jimin juga Namjoon masih melanjutkan pertengkaran kecil mereka. Hal sepele soal tinggi badan saja membuat tempat ini gaduh.
Suga mencoba sabar dalam waktu dua menit, dia melihat bagaimana Jungkook mendadak pusing sampai tangannya menyentuh kening dalam pijatan kecilnya. Karena kesal, satu tangan putih pucat menggebrak meja keras sampai Jungkook ikut terkejut juga.
"Kalian bisa diam tidak? Ada orang sakit, harusnya menjaga ketenangan. Umur kalian bukan anak kecil, jangan meniru apa yang Hoseok lakukan."
Suga memberikan nasihat bagaikan seorang ayah, ada anggukan setuju dari Hoseok tapi tidak jadi saat dia sadar kalau namanya baru saja di bawa-bawa oleh Yoongi.
"Heeehhh..."
Gagap juga di tempat, maunya mengeluarkan protes akhirnya tidak jadi. Tatapan mata Suga lebih menakutkan saat dia memberikan tanda akan membunuh kalau banyak bicara di pandangan matanya.
Suga mencoba menekan bagian kaki Jungkook yang sakit, terpekik memang saat ngilu dan bengkak menjadi rasa. Campuran aduk hingga lidahnya menahan pedasnya cabai rawit.
"Pelan-pelan rasanya sakit sekali," rengek Jungkook dan menekan bagian baju Suga cukup kuat. Ketiga teman yang sadar saat Jungkook melakukannya, justru tidak percaya juga. Seseorang memang pernah menarik baju Suga, pria manis gula itu tidak suka kalau bajunya disentuh meski akan dicuci pula.
"Apa kalian melihatnya?" Tanya Namjoon sampai kedua orang berdiri memperhatikan disana mengangguk pelan tak sangka.
Suga masih bisa mendengar suara pedih Jungkook. Matanya langsung beradu dan memberikan Omelan mantap di antara mata itu. Jungkook sangat rindu akan tatapan sipit kakaknya, baginya Yoongi kakaknya punya mata yang indah. Selalu mengawasi dia saat bermain dan lainnya.
"Kalau sakit kenapa kau kabur? Tetap saja disana dan kau mendapat perawatan. Kalau datang kesini memang harus siap sakit, aku juga bukan dokter. Semampuku aku akan mengobati dirimu wahai keras kepala."
Suga pandai membuat ceramah. Ini mengingatkan Jungkook akan debat Taehyung sang kakak dengan kakak paling tua.
"Maafkan aku Yoon Hyung, aku sangat rindu pada kakak makanya aku..." Digantung dalam rasa diam. Dia bisa melihat kalau netra itu tidak suka.
Suga membenarkan cara bicara Jungkook walau masa perawatan. Harusnya Jungkook paham kalau dia tidak suka Yoongi namanya. Suga adalah Suga dan itu tidak mampu digantikan lebih dari apapun.
"Hoseok bisakah kau bawakan aku air hangat? Lututnya terluka, obat kita habis. Aku akan belikan obat baru dan aku pinjam uang."
Hoseok tidak banyak mengeluh hanya saja dia sedikit menangis dalam hati, mau tidak mau dia relakan uang jajannya. Jungkook menyadari itu langsung mengatakan maaf dalam bahasa lirih. Suga tentu tidak peduli, dia justru menimpal dengan sangar soal hutang yang dipinjam Hoseok darinya.
"Hoseok aku anggap lunas hutangmu, aku akan beli beberapa obat juga. Karena aku yakin kalian lebih butuh sama hal nya denganku."
Namjoon dan Jimin secara bebarengan mengatakan sadis dalam paduan suara singkat. "Sama sahabat sendiri perhitungan sih, padahal aku kan selalu berbagi."
"Hey berbagi dengan uang yang kau pinjam dengan kami apa bedanya? Hutang itu kewajiban, kau harus kembalikan. Seenaknya saja kau bicara kampret," Namjoon disana langsung mendzalimi satu orang di dalam sana.
Jungkook mendengar percakapan mereka justru berusaha keras untuk menahan tawa. Begini ya, cara interaksi sahabat kental. Pemuda manis itu baru tahu kalau kakaknya bisa menjadi begitu sangat berbeda, syukurlah jika memang begitu. Entah kenapa dia merasa tenang akan apa yang dia lihat sekarang.
'dia menahan tawa, rasanya lucu juga saat demikian. Apakah mungkin Jungkook bosan di rumah sakit sana, atau memang tidak ada keluarga menjaganya?' batin Suga dalam segala pertanyaan menjadi sebuah kemungkinan.
Apakah mungkin ini terbaik bagi kakaknya? Tidak tahu dan tidak ingat akan masa lalu kejam sampai membuat perpisahan?
Jungkook saja sedikit takut melihat api yang besar hanya karena kenangan buruk itu. Taehyung selalu menggendongnya masih juga belum dia temukan, harapan tinggal harapan saja jika memang dia tidak ditakdirkan untuk punya dua kakak utuh lagi.
Seokjin, nama itu melewati akal pikirannya. Apa yang telah terjadi padanya jika tahu kalau dia sendiri malah kabur dari tempat kerjanya. Apakah mungkin Seokjin akan melakukan hal tak terduga, Jungkook pernah melihat bagaimana Seokjin saking stresnya sampai memainkan gunting hingga memotong rambutnya sendiri.
Hal itu membuat ibu dari sang kakak marah besar, sampai menyalahkan Jungkook tentunya. Berakhir dalam gudang rumah yang gelap bukan pengalaman bagus.
"Dasar kau kuda, jangan membuat masalah denganku eoh!"
"Hey sudahlah kalian ingin Suga semprot kalian satu per satu? Tiap detik kita berharga, jangan kalian rusak dengan salah paham berujung permusuhan nantinya."
Jimin dan Hoseok masih sibuk berdebat entah apa. Namjoon masih berusaha melerai walau hasilnya sangat nihil.
Ketiga orang itu saling ribut satu sama lain, Suga yang selesai dengan urusan air hangat juga luka mendongak ke atas sedikit.
Ada yang aneh, ada yang basah dan jatuh di atas tangannya secara tak sengaja. Ini air mata, bukan hujan dan bukan embun.
"Jungkook, kau tak apa? Kenapa kau menangis?" Suga bertanya dalam aksen lembut bukan biasanya. Tegas dan keras malah hilang saat berhadapan langsung dengan Jungkook. Apakah hal itu mungkin terjadi jika tidak ada ikatan satu sama lain?
"....."
Jungkook masih diam, kenyataan mengatakan kalau pikirannya penuh masalah. Hal itu juga membuat Suga mencari tebakan di kedua netra nya, Jungkook juga segalanya menurut Suga adalah sebuah misteri.
Mereka bertiga masih ribut, ini keterlaluan saat melihat kalau satu orang bisa saja terganggu akan tingkah mereka.
GUBRAK!
"Bisakah kalian tenang? Apa masalah kalian? Ini ulang tahun Jimin. Ada seseorang menangis disini. Ini karena kalian mengganggu nya."
Suga begitu terang-terangan berseru keras melawan mereka tak etika.
Jimin melihat Suga berubah drastis setelah bertemu langsung dengan Jungkook. Berhadapan dengannya membuat Suga aneh saja.
"Kau tidak pernah begini Suga. Biasanya kau menceriakan kebebasan kami, ini ulang tahunku bukan ulang tahunnya." Tunjuk Jimin pada Jungkook, sedikit terganggu dan mendapatkan Omelan membuat suasana hatinya ambyar. Suga menoleh ke arah sahabatnya sedikit bingung, "apa maksudmu Jim? Kau memang berisik juga lainnya. Aku tahu ini ulang tahunku tapi kau-"
"Sudahlah, aku tidak ingin disini dulu." Jimin membuang topinya begitu saja tanpa sempat meniup lilin kue ulang tahunnya. Begitu saja dan membuat pandangan mereka yang tersisa dalam ruangan ini saling bertanya satu sama lain.
"Apa salahku? Ada apa dengan bocah itu, aku hanya menyela kalau kegaduhan kalian membuat Jungkook menangis."
Suga kembali membujuk Jungkook agar mau bicara alasan dia menangis. Jungkook sadar kalau sikapnya malah membuat kacau dan salah paham.
"Suga kau tenang saja mungkin Jimin agak terbawa suasana." Hoseok menimpal, dia memang jarang membawa suatu perkara ke hal serius jika tidak berlebihan menurutnya. Namjoon diam saja disana, agak pro dan kontra dengan Jimin juga. "Hoseok kita susul saja Jimin, kalau dia pergi jauh akan sangat repot untuk mencarinya nanti, kita bisa menghiburnya. Benar bukan?" Senggol nya pelan ke arah lengan manusia di sampingnya.
"Eh tapi... Bagaimana dengan Suga, dia kan?"
"Sudahlah, dia juga ada tamu. Lebih baik kita susul Jimin kau tahu kan bagaimana jadinya kalau si buntalan bantet merajuk, kacau kalau dia tidak mau makan."
Namjoon tarik paksa temannya, dia ingin berikan ruang dan waktu bagi dua orang disana. Jungkook bukan bagian satu geng mereka, ini menjadi salah Jungkook juga. "Kau mungkin tidak sakit hati dengan Suga juga bukan?" Hoseok bertanya meski dalam ambisi Namjoon untuk membawanya keluar dari tempat.
"Tidak, aku hanya ingin mencari Jimin denganmu." Alasan Namjoon yang begitu logis. Masih terdengar dari sisi lain dan Hoseok yang masih protes.
Suga melihat ke belakang sana. Benar saja ketiga temannya memang meninggalkan dirinya dengan Jungkook di dalam ruang tamu ini. Anggap saja begitu, mereka hanya kumpulan anak muda yang tidak punya pekerjaan lain.
"Kau salah Hyung, menurutku kau keterlaluan. Pantas jika temanmu marah dan langsung keluar."
Jungkook mengusap cepat kelopak bawahnya, ini salah jika dia diam saja. "Lebih baik kau ikuti sahabatmu, bagaimana kalau dia masih marah dan meninggalkanmu sebagai seorang musuh." Jungkook menambahkan hal yang menjadi salah satu ketakutannya.
"Yang benar saja, Jimin memang begitu. Bocah itu mungkin saja punya masalah dan melampiaskannya pada kami."
Suga belum memahami situasi ini. Jungkook dia tidak seperti kakaknya yang tidak peka.
"Aku akan minta maaf, pada teman Yoongi Hyung."
Jungkook bangkit lalu ditahan Suga lagi, "haruskah aku ingat sekali lagi? Namaku Suga dan bukan Yoongi. Kau masih sakit, duduk disini atau aku enggan bertemu denganmu lagi selamanya." Ancaman Suga sangat mengerikan di telinganya.
Jungkook berkata lirih dalam kata memanggil sang kakak, Yoongi dan Suga. Keduanya memang berbeda.
"Tapi, aku ingin minta maaf dan menjelaskan pada teman kakak kalau aku tidak mau merusak hubungan persahabatan."
Jungkook mengobrak-abrik pemikiran Suga soal sahabat sekarang. "Sudah kuduga kau akan mengatakan hal itu, kau menangis tanpa sebab begitu juga menyesal. Siapa kau sebenarnya?" Ingin tahunya Suga membuat pandangan mata Jungkook menelisik ke dalam sana.
........
TBC...
Alhamdulillah aku akhirnya bisa menulis disini juga. Aku kira aku tidak ada kesempatan untuk bisa menulis cerita ini. Banggaku adalah berhasil membuat Karya walau belum cetak.
Aku akan fokus pada cerita ini agar selesai dan kalian tidak digantung lagi dengan jalan ceritaku.
Semoga kalian suka dan tetap semangat dimanapun berada. Jangan lupa like + komentar, serta masukannya ya...
Gomawo and saranghae 💜💜
#ell
17/08/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro