Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Trapped In Worry (chapter 20)

"Bisakah aku minta waktu diputar kembali sebelum tragedi menyerang keluarga hingga penuh derita saat itu?"

(Author ***** POV)

Konyol!

Ini yang dinamakan kejadian pengundang emosi. Ancaman juga ucapan kasar sekedar beo membuat tatapan seorang pemuda mabuk merasa semakin tidak terima saja. Supir taksi itu berusaha menipu dengan mengatakan harga ongkos yang mahal, itu tidak mungkin saat dia masih pandai dalam mapel matematika sejak kecil.

"Bajingan sialan!" Makinya keras juga jemari tengah membentuk fuck begitu kasarnya. Adrenalin ini seperti selalu terjadi di ibukota akhir-akhir ini. Kadang masalah antara supir taksi juga seorang pelanggan memang membuat miris kenyataan.

Padahal kedua manusia beda status sosial juga pekerjaan ini saling membutuhkan satu sama lain, cuan bisa mengeratkan hubungan dan bisa juga merusak suatu ikatan yang telah lama terjalin. Dalam keadaan mabuk inilah pemuda paras tampan itu inginkan dirinya kaya dan mapan.

"Nghhh, dia yang salah aku yang kena. Hey! Hey! Aku bisa beli mobilmu dengan uang gaji juga tabunganku hah! Dasar supir bar-bar!"

Kemarahannya adalah simbol atas rasa tidak puasnya pada sebuah pelayanan. Kim Seokjin, dia kehilangan fokus beberapa kali setelah menepuk bokongnya menghadap ke belakang. Bermaksud memberikan ejekan keras pada mobil taksi yang sudah dua menit lalu meninggalkan dirinya di pinggir jalan ibu kota yang begitu padat meski malam. Serasa kalau di kota, tak lain dan tak bukan tanah kelahirannya ini tidak ada libur sama sekali.

Mungkin kota ini akan sepi tanpa penduduk jika kiamat terjadi. Ah... Sembarangan sekali pikiran pemuda mabuk ini.

"Rasanya kepalaku pusing nghhh..." Suaranya tampak serak karena banyak minum, ini tidak sama saat dia memarahi Jungkook yang dulu banyak minum es. Tenggorokannya juga sakit serta sedikit kering. Apakah dia butuh air putih atau memang dia harus membuka mulut supaya embun malam masuk ke dalam kerongkongannya?

Gilanya lagi pemuda status dokter itu melakukannya. Membuka mulut dan memberikan dengungan suara bahagia yang dia buat demi mendapat citra perhatian orang sekitar.

Seokjin berjalan gontai sesekali mengusahakan dirinya supaya tidak mendaki tanah dengan wajahnya itu. Berjalan bak orang tolol dan membuka mulut lebar bukanlah ide bagus. Bukannya mendapatkan kelegaan akibat kerongkongan basah yang ada malah kering dan kena penyakit.

Bisa jadi, Seokjin akan diliburkan karena dia terserang demam serta batuk pilek parah. Cuek bebek harus tetap dibutuhkan sebagai cara agar pusat semesta tidak melihatnya. Pesona dalam dirinya sudah diakui beberapa orang, jika dia menjadi artis maka standar dia miliki sekarang bisa menjadi pusat internasional.

Tapi, jika menemukan orang semacam ini mabuk bagaikan kerasukan arwah bodoh. Tak ayal titel internasional disandangnya akan dicabut segera dari pihak pemerintah dan meminta Seokjin untuk segera wajib militer saja demi bela negara daripada tidak sama sekali.

"Hahahaha... Aku merasa kalau nyamuk bisa masuk ke dalam mulutku uhukkk! Nghhhh... Eomma aku butuh teh, aku butuh kasur ungghh..."

Kedua lututnya begitu jatuh lumpuh tanpa daya. Bukannya bangun dan berusaha duduk di kursi taman yang ada Seokjin malah menjatuhkan tubuhnya di atas tanah berumput hijau, dia rasa dia telah menemukan kasur yang disediakan alam. Hati-hati saja jika ada kotoran atau air kencing hewan peliharaan yang bisa saja ada disana. Sekedar mengintai dan menempel di salah satu pakaian tidak mahalnya.

Beberapa orang yang melewatkan dirinya menghilangkan rasa iba. Justru yang ada mereka tidak mau mengganggu atau membantu Seokjin pindah pada satu tempat bersih. Bagi orang kebanyakan mengganggu orang mabuk berat adalah mencari mati. Heran juga kenapa banyak sekali budaya mabuk, padahal dampaknya cukup buruk bagi diri sendiri juga orang lain.

Contohnya Seokjin. Ia memang cukup umur dengan menjadi pria dewasa, karena stres frustasi sampai tidak tahu harus apa. Alkohol menjadi jalan keluarnya sebagai pelampiasan cukup ampuh baginya. Terlalu banyak memikirkan nasib sang adik memang membuat dia harus membutuhkan vitamin sangat banyak. Adiknya Jungkook pasti tidak suka saat melihat keadaan Seokjin sebenarnya.

Mabuk karena memikirkan keadaan dirinya? Yang ada Jungkook langsung menangis di tempat dengan kedua kaki tertekuk dan wajah tenggelam dalam kedua lututnya.

"Hikkkss... Jungkook adikku, maafkan Hyung. Aku memang bodoh dan tak punya akal menjaga dirimu, hikksss... Kim Seokjin kau memang pabbo! Pabbo!" Kata acak tak sadar akibat hilang kontrol. Gerakan dramatis dari tangan kanannya sendiri memukul kepalanya kuat. Sakit tak berdarah, cukup dia menjadi tersangka sekaligus korban tanpa mencinta diri sendiri ini.

Bibir itu cemberut dan wajahnya hampir mereka bak kepiting rebus dalam skala tinggi. Keringat sebiji jagung menghiasi wajahnya tanpa ampun, rambut hitam arang nya lepek tidak dipotong atau dirapihkan hanya karena kurang waktu. Jika memang begitu Seokjin benar-benar terkekang akan pekerjaan juga kesadaran dirinya soal wasiat dua orang tersayangnya.

Yoongi dan Taehyung tidak akan suka akan keadaan dirinya juga Jungkook sekarang. Meski kenyataannya dia tahu jika Jungkook masih ada harapan untuk menggapai euphoria-nya. Keinginan agar suatu hari nanti dua saudara itu datang menjemput adiknya dan membawa setidaknya lari dari kekejaman beberapa orang yang tak suka adiknya itu lebih dari cukup.

Tatapan ke atas memandang langit berbintang jauh di atas sana. Wajah itu semakin kesal tidak tahu kenapa. Ratapan si miskin adalah hal paling menyedihkan. Ini dia... Pria tampan yang kebanyakan bahagia malah menangis dalam keadaan separuh waras. Mabuk ini membuat dia mendapatkan halusinasi indah sesuai kata orang. Begitu dia coba yang dia dapatkan adalah linglung luar biasa hingga tubuhnya bergerak tak karuan dalam keadaan ingin bangun dan pulang ke rumah.

"Jutaan manusia di dunia ini kenapa harus adikku yang kena kemalangan. Aku bukan Hyung baik sampai kemalangan menimpa Jungkook hhhhh...." Ungkapan-ungkapan ini dia katakan sesuai kejujuran sesungguhnya. Mengharapkan Tuhan mendengar lalu memberikan tangan supaya membantunya. Semua bebas menjalani hidup secara suka-suka mereka. Lebih banyak penindas dibandingkan simpatisan.

Tangan itu bergerak mencari jalan keluar untuk bangkit. Hingga akhirnya dia merangkak berjalan bagaikan bayi dalam ocehan tidak terlalu jelas. Pusing memang, ingin pingsan serta sedikit mual. Seokjin tidak mau mengeluarkan muntahan yang bisa saja melegakan keadaannya. Ia pernah melihat di drama seorang pria mabuk berat muntah di dalam mobil secara tidak sengaja dan malah kena sial. Pukulan dari pemilik mobil hingga semua membuat dia parno meski itu hanya sebuah akting belaka.

Seokjin kembali bergerak dalam pandangan buram luar biasa. Dirinya hanya menggunakan kedua tangan untuk meraba sekitar, merasakan kalau dia akan melakukan kesalahan atau tidak dalam setiap langkah olengnya. Bayi besar ini mencoba menunjukkan betapa pekanya dia.

Bahkan tanpa dia sadari Seokjin sesekali menyanyi tidak jelas dalam suara sedikit sumbang hingga menangis tidak jelas lantaran lelah akan keadaan sesungguhnya. Memang benar jika manusia butuh teman curhat agar beban sedikit hilang, hati ini bukan batu juga bukan kapas. Dukungan manusiawi memang lebih penting.

Ini seperti menjalankan sebuah misi, dimana saat kedua tangan merangkak menggantikan kedua kaki lemas. Justru tetap saja bibirnya mencium salah satu benda keras di depannya. Benda keras dalam keadaan kasar dan juga bau kayu yang pekat. Ah, ini pohon apel besar berwarna merah.

Bibir tebalnya menjadi sedikit kotor dengan beberapa bagian kulitnya. Langsung saja di tempat yang sama itu juga Seokjin membuang ludahnya saat terasa menelan sesuatu.

"Hahaha... Ihhh, ya ampun aku tidak tahu kalau aku menabrak anda tuan."

Sembah sujud dengan tangan minta ampun bak seorang budak takut disiksa. Seokjin tidak sadar kalau dia menabrak tumbuhan, bukannya manusia yang biasa akan memaki orang seperti dirinya. Alih-alih takut dihajar dia justru melakukan hal aneh di bawah sadarnya. Di mata Seokjin yang dia lihat itu kaki pada akar pohon. Bukankah itu sangat mengerikan dari sebotol alkohol yang tak biasa dia minum?

Memang benar kalau dokter magang itu membutuhkan vitamin emas segera. Beberapa pandangan mata orang lain justru melihat dengan aneh, ada juga yang mentertawakan ulahnya. Tidak tahu kalau ulat bulu bisa saja mencium bibir seksinya.

Tak jauh disana ada seorang yeoja berjalan membawa buah di tangannya. Entah kenapa di malam dingin ini keinginan akan jeruk membuat dia kekeh mencari sampai sejauh ini. Beruntung sekali dia gadis pemberani tanpa khawatir kalau ada orang jahat mengganggunya.

Di satu sisi, dia merasa sangat sehat betul setelah beristirahat satu hari dan mendapatkan makanan serta obat. Dokter memang penyelamat bagi manusia yang mengalami sakit dan lainnya. Untungnya saudarinya yang bawel itu memberikan ia kesempatan untuk membeli sesuatu. Anehnya, dia merasa sehat setelah mendapatkan mimpi aneh akan sesuatu.

Bertemu dengan anak laki-laki hingga bicara banyak dan semua terjadi begitu saja dalam kebingungan yang sulit untuk ditebak pula.

Saat itu pula takdir seolah meminta pada dirinya untuk membantu seseorang di sekitar sana. Si gadis ayu, Kim Sohyun bersenandung kecil melewati jalanan taman di sekitarnya.

"Eh, ya ampun... Apakah dia mabuk? Dia melakukan ciuman pada akar pohon?" Pertanyaan itu timbul saat dia lihat pemuda tampan disana masih melakukan aktifitas absurd nya.

Awalnya dia takut juga untuk menolong pemuda itu. Dia takut kalau yang dia hadapi adalah salah satu geng mafia atau memang preman jalanan yang suka sekali mengganggu wanita lewat dan lain sebagainya. Oh... Membayangkannya saja rasanya otaknya tidak sanggup untuk melakukan hal itu. Sohyun sedikit melirik ke arah Seokjin, "ah mana mungkin aku membantunya. Bagaimana kalau dia menggangguku?" Tubuhnya mendadak merinding serasa dia melihat penampakan.

Ini aneh, ia merasa tidak terlalu takut. Keinginan hanya untuk lewat saja dan memilih untuk tidak membantu merupakan alasan netral yang menurutnya aman untuk bersama.

Akan tetapi, dia mendengar bagaimana suara seseorang tengah tak sadarkan diri saat sesuatu membentur dan menciptakan suara khas. Tubuh itu membentur tanah di bawahnya tidak terlalu keras dan menciptakan seonggok manusia dengan tubuh pulas nya.

Sohyun harus tetap diam dalam ekspresi terkejut bukan main. Kepalanya menoleh ke belakang ketika mendengar suara dengkuran halus seseorang disana.

"Dia tidur?"

Bertanya pada diri sendiri lagi. Tidak ada lebih baik saat melihat kedamaian anak manusia terlalu pulas dalam tidurnya.

Ada dua pilihan yang harus dia lakukan, mendekat menolongnya atau tinggalkan begitu saja serta mengabaikan dia sampai pagi.

"Aku harus jadi baik atau memang pura-pura jahat? Isshhhh..." Menggeleng pelan mencoba cari arti sekarang. Saat ini bisa saja ada bisikan setan meminta dia abaikan saja tanpa ada kata kalau dia harus menolongnya. Kemanusiaan itu akan tetap ada kalau memang orang harus membuat keputusan tepat dalam sebuah pertolongan.

"Aku abaikan saja takut kalau dia pria jahat," ucapnya sendiri lagi dan memantapkan kaki meski tidak mau.

Dengkuran halus seseorang itu dia dengar sekali lagi sampai kepalanya menoleh ke belakang lagi. Ia lihat pemuda itu dalam keadaan sangat pulas seperti bayi. Tidak tega, ini sudah malam dan bisa saja angin malam mengganggu kesehatannya. Rupanya naluri hatinya memang tidak bisa tega.

"Tuhan, aku tidak tega rasanya. Sepertinya memang aku yang bisa membantunya kalau tidak, dia bisa sakit dan mati lagi."

Sohyun gadis yang sangat baik. Rasa tidak teganya lebih besar ketimbang egoisnya dia menjalani hidup penuh kekecewaan. Ia hidup, setidaknya lebih berguna jika menjadi seorang penolong di tengah dunia yang kejam.

Langkah kakinya mundur dan mendekat ke arah tubuh yang lemah itu. Dimana seseorang bergerak pelan demi mendapatkan kesejahteraan dalam rasa nyaman di tidurnya. Tubuhnya juga tidak terlalu jelas lantaran lengan kanan itu menutupi bagian wajahnya. Menutupi kedua mata sebagai pengenalan jelas bagi setiap orang yang bisa saja bertemu dia di jalan.

"Apa yang bisa aku berikan pada bangsa ini jika tidak melakukan satu kebajikan, memang benar kalau aku harus- ehh..."

Sohyun membeku dalam posisi menunduk, raut wajahnya menjadi menerka bagaikan mengerjakan soal phytagoras.

"Mwo?! Dia kan dokter di rumah sakit itu? Kok bisa ada disini..." Awalnya dia tidak sangka, lama-lama bingung juga. Cara bicaranya di bagian akhir saja tak jauh bedanya dengan seseorang yang gagal ujian test. Tak ada semangat dan mencari tahu apa yang harus dia lakukan pada pemuda itu.

"Apakah aku harus minta tolong pada lainnya? Tapi... Disini agak sepi dan tidak ada orang lain yang lewat."

Kelihatannya memang demikian, sebenarnya tidak juga. Karena ada petugas keamanan tengah melakukan tugasnya. Saat itu pula Sohyun merasa kalau pria itu pasti bisa membantunya, membawa pemuda mabuk itu juga butuh tenaga besar apalagi dia seorang gadis yang bunga.

Lambaian tangan dari seorang bidadari sepertinya mendapatkan tanggapan positif juga. Semoga saja yang dia lakukan ini menjadi bumerang baik baginya, ini keyakinannya akan sosial di setiap masyarakat.

Seokjin tahu kalau dia lumpuh akan minuman dosa. Mabuk dan pusing, membuat dia tidak mungkin membuka kedua kelopak matanya lagi. Pasrah juga saat dia tahu masalah tidak akan berhenti jika dia banyak minum. Tetesan di ujung matanya keluar pelan, disusul satu nama lolos dari bibir keringnya.

"Jungkook, maafkan aku. Hyung bukan seseorang yang baik juga hikkksss.. hikksss.. aku orang yang jahat, sangat jahat hikkksss..."

Tangisan itu ada, penyesalan seakan tidak pernah dibayar. Seokjin juga semua rasa terpuruknya adalah tragedi dalam dirinya. Andai saja seorang ibu melihat anaknya seperti sekarang, justru dia akan jadi wanita paling menyesal di dunia.

"Pak, bantu saya bawa dia toko bungaku. Aku akan merawatnya sampai dia sadar. Emmm.... Kalau itu memang tidak merepotkan kalian."

Itu Sohyun, dia minta sangat tulus. Meminta sesuatu memang mudah, pertolongan adalah segalanya dalam kehidupan. Petugas itu mengangguk, dia tidak masalah selama ini benar.

Bau alkohol dari mulutnya membuat Sohyun sedikit sensitif juga. Apakah bisa Sae Ron tidak protes saat dia bawa orang ini di dalam tokonya?

Ah, sudahlah... Ia pandai membuat alasan dengan senyum cantiknya. Kalau hal itu memang dibutuhkan.

,

Suga melihat ke atas langit, tubuhnya walau sakit tetap saja memaksa diri untuk naik kesini. Katanya mencari angin, hanya saja dia malah menjatuhkan air mata tanpa jelas.

Jatuh tanpa permisi dan mengenai punggung tangannya. Matanya tak berkedip, tidak ada angin belum tentu mampu membuat cairan asin ini lolos begitu saja. Heran dalam hatinya bertanya besar atas dasar apa dia menangis tanpa sebab. Bukan satu atau dua kali dia jatuhkan air mata tapi sudah beberapa kali dia demikian dia atas atap bangunan selama sepuluh menit kemungkinan.

Apakah ini sesuatu normal? Peka hatinya terasa padam sekarang. Wajah seseorang terngiang dalam otaknya tanpa kuasa, Jungkook namanya. Bukan sesuatu yang penting menurutnya tapi bisa menguasai segala perasaan dan khawatirnya.

Benar-benar aneh dalam segala aspek tidak jelas ini. Jika Namjoon disini, pasti dia tertawa dan mengatakan kalau Suga itu gila. Bagaikan seorang perempuan yang merah saja.

"Selama ini aku tidak tahu siapa aku dan darimana aku. Selama ini aku tidak pernah menangis akan sesuatu, sekarang kenapa mataku malah menjatuhkan air mata begini?"

Cepat gerakannya dengan ujung jemarinya. Cukup handal saat dia sembunyikan air mata dalam pori-pori kulitnya. Sembab tidak bisa hilang atau bahkan menipu setiap orang datang melihatnya. Pemuda pucat itu masih belum sadar kalau seseorang ada di sampingnya dengan membawa satu cangkir kopi hitam.

Itu kesukaannya, Suga tentu tidak menolak saat tangan mungil satu gengnya menawari dia minuman hangat itu. "Terimakasih, kau sangat membantuku dengan rasa pahit kopi ini." Suga tersenyum, jarang sekali dia tunjukkan ramah ramahnya di depan orang. Hanya dia juga beberapa temannya saja yang boleh tahu.

Jimin menanggapinya begitu santai. Tangannya bergerak kode tidak masalah pada sahabatnya ini. Lagi pula sayang sekali kalau kopi yang sudah dibeli tidak dibuat. Malam begini sangat cocok jika harus meminum kopi, walau keduanya memang menganggur dan tidak melakukan pekerjaan kantor seperti kebanyakan orang.

"Untuk apa kau disini? Biasanya kau tidur lelap kalau malam. Jarang bagi seorang Suga menghabiskan waktu bergadang, jika aku ajak kau... Alasan mengantuk dan suka tidur sebagai tipikal khas mu." Jimin menarik kedua tangan ke depan saat pegal itu datang. Pundaknya masih terasa sangat pegal akibat bentrokan tadi siang. Jika dibandingkan dirinya harusnya Suga lebih sakit lantaran dia banyak beraksi.

Itulah kenapa matanya meniti tubuh yang dipaksa kuat meski cuaca malam. Inginnya menasihati tapi tidak jadi kalau Suga akan menohok dirinya seperti biasa. Sudah cukup dia mendengar protes pedas sahabatnya ini. Bau kalut dan banyak masalah Jimin cium saat melihat Suga berdiri di sampingnya tanpa banyak bicara. Meski biasanya begitu, tetap saja terasa berbeda dari biasanya.

Suga memandang ke depan sembari menyesap kopinya nikmat. Ini bau kesukaannya, tidak mungkin dia tidak betah malam ini. "Aku ingin saja bergadang. Sesekali melakukan hal biasa manusia lain lakukan, aku akan dianggap aneh saat aku banyak tidur layaknya orang mati. Mungkin aku akan kehilangan keseruan menarik," ucapnya kembali menyesap sekali lagi kopi di dalam cangkir ini. Ia melihat bagaimana buatan Jimin bisa laris di lidahnya.

"Kau cocok saat menjadi barista sepertinya. Enak juga..." Pujinya kemudian secara gamblang, Jimin mendengarnya dan langsung bangga dengan kehebatannya dalam membuat kopi. "Hey, aku puji kau sedikit sekarang kepalamu besar sungguh menyebalkan juga kau," ujar Suga memberi lelucon agar suasana tidak terlalu canggung.

Jimin membalas candaan itu dengan senyum manisnya juga. Suga melihat kalau Jimin semakin gemuk saja, itu bagus malah sangat. Karena dia percaya jika seorang yang gemuk itu adalah seseorang paling bahagia.

"Aku besar kepala karena pujian mu. Kalau kau tidak memujiku, maka kepalaku masih tetap kecil hahaha..."

"Kau berharap sakit cacingan atau busung lapar jika kepalamu ukurannya kecil dari pada tubuhmu ini." Suga ingin mencubit perut sahabat tapi dia sangat pandai menghindar. Oke, kalau begitu dia tidak lagi memberikan pujian jika itu akan membuat Jimin kesusahan berjalan jika memang benar kepalanya membesar. Oh tidak... Suga malah tertawa membayangkan Jimin tak jauh bedanya dengan seorang alien di jalan sendiri.

"Hahahaha bantet berjalan di jalan tol, apakah dia mempunyai perhatian besar?" Senandung cerita bagi diri Suga sendiri. Jimin mendengar dan langsung menampik ucapan itu dalam satu gertakan keras tidak terima. Bukan hanya itu saja, bonus yang Jimin berikan sebagai balasan ialah berusaha memukul pipi itu pelan.

Berusaha untuk menyikapi sikap anak-anak seseorang memang butuh tenaga ekstra besar. "Kau tidak bisa ya sehari saja tidak mengandalkan halusinasi mu untuk menjatuhkan aku yang maha imut ini." Sanjung diri sendiri itu tidak salah, yang salah ialah saat kau melakukannya ekspresi itu akan aneh dan tanggapan mual adalah primadona kebanyakan orang.

Suga mengangkat kedua bahunya malas, tidak masalah apa yang dikatakan Jimin. "Kau sangat bangga pada dirimu. Aku akan angkat jempol kakiku sebagai apresiasi."

Suga melakukan nya dan itu ada di balik sepatu usang nya. Yang benar saja, Jimin tidak bisa melihatnya karena dia bukan manusia super yang bisa melihat sesuatu di dalam dari benda padat di luar.

"Haruskah aku mengulanginya?"

"Tidak, aku sudah melihatnya. Jangan membuat aku muak Suga, atau namamu bukan Suga tapi seriously."

Suga tersenyum saat mendengar dan melihat mimik wajah aneh Jimin. Salah satu fokus yang dia lihat ada bekas bonyok jotosan seseorang. Antara kasihan dan lucu itu sangat beda tipis, itulah kenapa Suga memberikan tawaran menarik mengenai periksa tubuhmu pada ahlinya.

"Kurasa Woo Bin dan anak buahnya sudah membuat kau susah. Wajah imut dan tampan mu dianggap perkedel oleh Namjoon kalau kau tidak berusaha mengobatinya."

Suga memberikan arahan dengan gerakan jari memutar wajahnya. Tahan tawa di depan Jimin tidaklah mudah, saat wajah malas Jimin menggagalkan atensinya soal primadona wanita yang diimpikan hilang sudah.

Jimin menggerutu pelan, sialan sekali. Suga meledeknya habis setelah melihat kenyataan jika wajahnya memang benar bonyok parah dibandingkan lainnya. "Padahal yang aku tahu tadi Hoseok lebih banyak mendapatkan serangan dari pada aku, sial sekali kau... Jangan meledek, kau senang sekali tertawa di atas penderitaan orang lain." Jimin cemberut dan memainkan dua ujung telunjuknya dengan benturan lembut.

Suga melihat itu dengan wajah tanpa rasa bersalah. "Seperti itu ya seorang Park Jimin? Oh lihatlah... Kau seperti gadis merajuk yang mengadu pada kakaknya karena telah di putuskan oleh sang kekasih." Ucapan Yoongi sedikit sekali menekan kalimatnya, tidak ada niat untuk merusak persahabatan. Tetap saja hati Jimin semakin kehilangan semangatnya.

"Oke, aku akan pergi. Tidur adalah hal paling indah untuk menghindari orang tak waras seperti dirimu."

Katakan selamat malam pada bergadang dan kopi hitamnya. Hendak pergi ke belakang tapi sudah ditahan oleh Suga yang manis. Jimin menoleh ke sana, wajah sahabatnya memang tidak bisa ditolak untuk dipandang lebih lama. Beruntung Suga bukan anjing kecil yang sering Jimin lihat di toko peliharaan. Jika iya, maka dia bisa ambil satu dan masukkan dalam karung terus bawa pulang.

"Jangan lakukan itu atau aku akan kembali mendengarkan lagu senorita sendiri di dalam bilik ku yang gelap."

Melankolis, salah satu jurus ampuh dari seorang Park. Suga anggukan kepala tanda setuju, dia juga menarik tangan kanan dan membuat tangan kirinya V sebagai tanda minta maaf dan tetap disini sejenak kembali.

"Bukan maksudku ingin mengusir mu. Jangan pergi oke, aku butuh teman bicara sepertinya."

Jimin melihat ada binar minta tolong di mata Suga, tanpa sadar dia membentuk kurva miring di wajahnya. "Ya, kelihatan sekali kalau kau pengemis teman. Aku akan tetap disini, sampai kau puas mengatakan semua keinginanmu." Tubuh bagian depannya bersandar sangat nyaman.

Suga mengelana kata hendak mencari kalimat tepat pembahasan pertamanya.

Jimin tidak bisa menahan diri. Jujur, dia bukan orang sabar saat menunggu curhat seorang sahabatnya.

"Tuan Suga, kau tentu tidak mau aku lumutan disini bukan? Kutunggu jawaban hingga kau menikah rasanya tidak akan bisa aku tahan selama itu," ucapan Jimin memecah galaunya. Suga lupa kalau dia minta pada sahabatnya agar disini, bodohnya dia tak sadar diri sampai cerita kali ini sedikit menepi.

Suga menoleh ke sisi lain membuang batuk berarti kecil. Sedikit malu sampai dia menggaruk pipinya yang tak gatal, mungkin dia punya alasan bagus jika ditanya kenapa. Ada nyamuk nakal yang coba mencium wajah tampannya.

"Jimin kau ingat aku yang membawa pemuda pingsan di basecamp kita?"

Suga sedikit takut kalau dia salah bicara. Jimin memejamkan mata sejenak untuk ingatkan semua itu, "oh ya... Tentu aku masih ingat. Kau membawanya sedikit ogah, untung saja kau tidak bawa dia layaknya karung beras yang parah."

Suga tertojok akan hal itu. Jimin sangat ingat rupanya, rasanya dia salah bertanya. "Ya, paling penting sekarang ini manusiawi dalam dirimu tidak hilang. Aku sangat bangga." Tepukan sayang di puncak kepala si manis.

Yoongi mengusap kepalan tangannya satu sama lain. Mengingat nama Jungkook saja dadanya mengalami sesak ini, terasa sesak akibat ditimpa batu besar serta menyakitkan.

"Namanya Jungkook, aku merasa jika aku punya ikatan aneh. Bukan sesuatu yang penting tapi... Kalau aku mencoba lupakan semua itu rasanya tidak mungkin."

Tidak pernah satu pun dia mengalami kebimbangan parah ini.

"Hatimu bolong kau merasa kalau kepalamu akan meledak di tempat. Lebih parah lagi, kau menangis tanpa sebab dan tidak bisa tidur."

Jimin memainkan kukunya dan mengusap kelima jari tangannya ke baju dia pakai. Suga setuju saat mendengar argumen tepat itu. "Kau benar, kau hampir semua tepat dalam semua tebakan dalam otakku. Kau ini dukun ya?" Suga menyipitkan matanya. Serasa mendadak lebih tua bagaikan sesepuh.

"Tidak. Aku memahami dirimu lebih dari dua sahabat kita yang blangsak di dalam kamar mereka. Kau kebingungan bagaikan anak ayam cari induknya, aku juga paham dan kau pasti mengalami kesulitan besar."

Suga mengangguk dia ingin habiskan kopi hitam itu agar masih enak. Jika dingin maka makanan ini terasa hambar menurutnya.

"Ini aneh, selama aku hidup dengan kalian aku tidak pernah khawatir besar begini. Bahkan saat kaki Hoseok patah karena diinjak kuda, perasan ini masih biasa. Hanya Namjoon dan kau yang menangis, aku harus berusaha menenangkan kalian berdua."

Suga ingat bagaimana menyebalkan nya saat ada di rumah sakit. Banyak para pasien juga keluarga pasien melihatnya dalam tatapan aneh banyak pertanyaan.

"Kau kejam, aku menangis karena melihat kuda itu juga patah setelah digigit Hoseok. Sementara Namjoon dia menangis lantaran uangnya habis demi memperbaiki kaki kuda itu, yang punya kuda itu galak dude. Bawa golok di depan mata dan kalau kau tidak datang, kepala kita habis."

Mendengar kata Jimin, banyak pertanyaan. Siapa yang kejam sekarang? Suga mengusap lelah mukanya dalam keadaan pasrah.

"Aku tahu kau tidak menangis karena hatimu sekuat baja. Eh, jangan bilang ke Hoseok kalau aku ungkit aib ini lagi. Dia pasti tidak akan suka dan tidak mau membelikan aku yogurt strawberry lagi."

"Ya terserah saja, tapi aku merasa lebih khawatir ke Jungkook bahkan sekarang, menurutmu... Bagaimana aku hilangkan perasaan ini?"

Suga ingin melepaskan separuh beban ini. Jungkook pasti butuh sesuatu, tidak ada orang disana. Bagaimana kalau dia sadar dan takut lantaran berada di tempat aneh?

Lebih parahnya Jungkook di bawa oleh orang asing karena komplotan jual organ dalam manusia.

"Sial, aku malah memikirkan hal aneh sekarang." Tepukan di kepala membuat Jimin heran dan mengusap kepala Suga agar tidak sakit. Suga sadar ini berlebihan dan membuang tangan itu sedikit tenaga, Jimin tidak akan marah dia biasa mendapatkan perlakuan sadis dari si manis mata sipit.

"Suga, kenapa kau tidak menemuinya saja. Orang itu, yang kau maksud Jungkook. Dulu kau bilang dia sangat menyebalkan, beberapa hari lalu kau perhatian. Hatimu bagaikan kupu-kupu susah di tangkap dan terbang jauh hingga Jungkook sulit menggapai kau, Suga." Ucapan Jimin dibuat semakin dramatis saja.

Lebay!

Suga tidak tahan akan sikap Jimin malam ini.

"Sepertinya aku salah kalau bicara denganmu, bukannya dapat jalan pintas tapi aku dapat jalur tersesat."

Suga mendesah kesal dan pergi masuk ke dalam entah untuk apa. Tidak ada alasan lain lantaran dia ingin sudahi saja obrolan ini agar tidak ada salah paham lebih besar lagi. Pembahasan ini juga semakin parah saja. Mungkin karena keduanya lahir dalam misi dan visi unfaedah juga.

Jimin mempunyai ide bagus saat melihat atas angkasa sana ada meteor kecil jatuh. Suga hampir dekat dengan pintu, hajar langsung dengan tambahan masuk akal.

"Temui saja Jungkook, pastikan dia baik saja. Tidak baik membiarkan hati dan perasaan resah, itu tidak baik. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Besok? Jika kau punya waktu Suga."

Tertarik, rasanya mungkin. Entah kenapa Jimin mengatakan semua ini secara pasti.

Pergi begitu saja dengan menampung masukan si bantet sahabatnya itu.

.........

TBC...

Alhamdulillah aku akhirnya bisa menulis disini juga. Aku kira aku tidak ada kesempatan untuk bisa menulis cerita ini.

Aku akan fokus pada cerita ini agar selesai dan kalian tidak digantung lagi dengan jalan ceritaku.

Semoga kalian suka dan tetap semangat dimanapun berada. Jangan lupa like + komentar, serta masukannya ya...

Gomawo and saranghae 💜💜

#ell

15/08/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro