Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tell Me, Please and Don't Cry (Chapter 47)

Jimin terluka di bagian tangannya. Seseorang baru saja menggunakan senapannya. Peluru masuk ke bagian daging lengannya dalam, meringis kesakitan tak bisa ditahan lagi. Jimin menekan sangat kuat bagian lukanya itu sampai dia berteriak dalam nafas ditahan. Batinnya sakit, tingkah polah dirinya yang mengatakan kalau dia akan menghadapi dengan penuh semangat saja sekarang pupus.

Dua orang baru saja datang masuk ke dorm ini. Mereka membawa koper hasil rampokan dan menghindar dari para polisi yang bisa jadi tengah mengejar mereka. Sirine dari kejauhan, jika Jimin bisa menjangkau maka dia akan bersuara keras dan mengatakan kalau dia ada disini dalam keadaan sangat bahaya. Tangan melambai tak sampai di dekat jendela, suara tak sanggup keluar atau dia benar-benar mati nantinya. Jimin menarik nafas lalu membuangnya pelan secara adrenalin dia menahan semuanya.

"Bagaimana aku bisa selamatkan diri dari situasi ini?" Ucapnya antara pasrah dan takut mati.

Jimin tidak akan menyangka pada tanggal 23 ini dia akan menghadapi masalah tak terduga. Perampok tanpa diundang telah membuat masalah di kawasan dirinya juga para sahabatnya. Beruntungnya, Namjoon dan Hosoek punya urusan dan mereka bisa saja pulang besok. Tetapi Yoongi? Entah... Kemana dia, begitu bahayanya jika dia pulang tiba-tiba dan kedua perampok itu menemukan mereka.

Jimin ada di dekat jendela bangunan dua tingkat tak jauh dari dirinya. Kalau dia bisa lihat cukup aman karena dia melihat ada tumpukan kardus kosong di bak sampah besar di bawahnya. Opsi terburuk kedua adalah, kalau dia salah perhitungan bisa saja kepalanya yang pecah karena membentur beton bangunan di bawahnya itu. Jimin melihat kalau suara mobil disana sedikit demi sedikit mendekati kawasannya. Ini adalah kesempatan yang akan membuat dia merasa aman nantinya.

Bukan salahnya memang kalau dorm tempat dimana mereka menjadikan tempat ini sebuah bascamp berada di pinggir kota. Jimin menghela nafas, kalau dia tidak mencoba maka semua tidak akan terjadi, apalagi dirinya tidak bisa bertahan hidup nantinya.

"Aku harus keluar dari sini dan meminta bantuan polisi, akhhh!"

Sialnya mulut itu kelepasan mengeluarkan desahan kesakitan luar biasa akibat rasa nyeri tak pernah diampuni. Jimin membekap mulutnya sendiri sambil memandang ke sisi kanan pelan.

"Sepertinya aku mendengar suara di sekitar sini, mungkin saja dia ada disini?"

Apakah dia ketahuan?

Bodoh sekali kalau dia harus mati di tempat ini dan membuat ketiga sahabatnya menangis darah saat mereka menemukan jasadnya. Setidaknya kalau dua perampok ini meninggalkan dirinya begitu saja dan tidak membuang jasadnya ke sungai seperti kasus yang dia pernah baca di surat kabar.

"Kita harus cari dia atau kita akan tertangkap dan masuk penjara. Kau tahu? Kita akan pergi ke luar negeri setelah ini, semua uang ada di koper dan kita tidak harus hidup di tempat bangsat ini!"

Salah seorang mengeluarkan jati dirinya dengan melepaskan topeng yang dia pakai. Membuat salah satu temannya khawatir dan meminta si pembuka topeng untuk segera menutup kembali agar tidak ada orang yang melihatnya.

"Kau bodoh atau apa?! Kita bisa ketahuan dan ada yang melihat bagaimana?!"

Jimin melirik ke belakangnya tepat saat itu dia melihat kalau dua orang disana tengah berdebat. Sedikit penasaran siapa gerangan yang sudah membuat harinya gaduh membuat dia nekat untuk melihatnya. Dua pria disana memang tampak asing baginya, karena dirinya saja tidak mengenal. Tapi bukan berarti dia tidak tahu, suara itu tampak tidak asing. Suara si pemilik toko swalayan langganannya saat dia selalu membeli ramen bersama Namjoon.

"Mana mungkin dia. Apakah semua orang bisa memiliki suara yang begitu mirip?" Jimin masih menahan diri untuk tidak gegabah. Dia sadar diri kalau dirinya memang ceroboh dan bisa membuat masalah di pertengahan jalan. Saat ini dia melihat ada beberapa orang lalu lalang, dia berusaha memanggil dengan cara berbisik. Ini bukan hal mudah saat dia menyadari kalau dia orang disana memiliki pendengaran yang cukup baik juga peka.

Jimin merasa tetesan dari tubuhnya makin lama makin menghabisi dirinya. Tubuhnya akan kehilangan darah jika terus saja begini. Titik penghabisan serta nyawa hampir saja melayang.

Rasa sakit ini harus sebanding dengan dia bertahan hidup untuk bisa terus bernafas.

"Kita akan habisi semua orang yang datang dan ada hubungannya dengan tempat ini. Untuk sementara kita bisa gunakan tempat ini untuk sembunyikan barang curian kita."

"Kau benar, kita akan membuat tempat ini sebagai markas. Kalau kau tahu? Disini ada beberapa perabot yang tak harus kita beli dan gratis hahaha...."

Mereka licik, mereka yang pelit. Suara tangan mereka bertubrukan saat suara tos menyatu dalam ruangan ini.

Jimin melotot tidak suka, mereka mengambil tempat ini seenaknya dan akan menjadikan tempat penuh kenangan ini sebagai markas penjahat. Mana mungkin dia akan membiarkan semua ini, Yoongi akan membunuhnya jika dia diam saja dan tidak melakukan apa-apa.

Jimin melihat kesempatan datang, ada satu truk sampah ada di bawahnya. Disana dia akan jatuh dengan aman karena posisinya begitu luas dan diperkirakan truk itu akan berhenti selama lima menit karena si pemungut sampah akan mengambil beberapa sampah diantara komplek rumah.

"Aku harus bertahan hidup, aku juga tidak akan membiarkan mereka mengambil tempat ini dan membunuh orang-orang!"

Dalam satu tarikan nafas, antara dia beruntung dan tidaknya. Jimin siap untuk melakukan nya. Berharap Tuhan membawa bantuan atau seseorang agar dia bisa lolos dan mendapatkan pengobatan. Itu lebih baik dari pada dia berlari sendiri dengan kesempatan sangat sedikit.

"Tuhan selamatkan aku..."

Doanya pelan, melompat cepat dan segera. Walau dia tahu kalau telapak kakinya tidak akan menyentuh bagian lantai di bawahnya lagi.

,

Jungkook dan sepedanya melakukan tugas untuk menjenguk kakak kesayangan. Dia rasa dia akan lebih baik kalau sudah melihat wujud Yoongi saat ini. Kakaknya mungkin akan merasa terganggu, tapi dia... Merasa yakin kalau kakaknya akan rindu padanya.

Senandung pelan keluar dari kerongkongan nya. Hingga Jungkook tidak menyadari kalau dia sudah hampir dekat dengan kediaman sang kakak.

"Yoo- eh... Maksudku, Suga Hyung pasti senang kalau aku bawakan kue mochi ini. Semoga buatan tanganku ini tidak terlalu mengecewakan dirinya."

Kuluman senyum menandakan kebahagiaan juga kebebasan yang diberikan Seokjin padanya. Sesuatu paling dihargai Jungkook yang selama ini hidup nya selalu di kekang oleh waktu juga keluarga lain. Tak mengapa... Salah satu alasan dia bisa datang kesini merupakan kesempatan besar untuk bisa mengatakan semuanya. Meski, Suga tidak terlalu suka orang yang banyak bicara.

Jungkook diam sejenak saat dia melihat parkiran sepeda ada di dekat bangunannya. Lebih tepatnya, truk sampah.

Memeriksa isi kantong kresek putih yang banyak isinya.

Baru beberapa detik dia melihat isinya, sesuatu tak terduga datang di depannya. Suara keras benda jatuh tepat di depan mata, seseorang baru mengikuti gravitasi begitu cepat tanpa mau menahannya. Jungkook kaget, tentu saja...

Dia bukan seorang diri disana memperhatikan suara apa itu. Beberapa orang mencoba mendekat dengan wajah penuh penasaran dan membawa ponsel di tangan mereka. Pertanyaan penuh gerangan, suara gegabah dari atas. Jungkook menoleh ke atas dan menemukan dua perampok ada disana hendak melakukan suatu aktivitas tapi tak jadi. Terlalu banyak pengunjung dan orang membuat mereka bagai pengecut dan berusaha lari. Mencurigakan nya membuat Jungkook tertegun dan segera bangkit menjatuhkan sepedanya sampai makanan dalam kantong kresek miliknya menumpahkan seluruh isinya.

"Sial kita kethauan! Sebaiknya kita pergi dari sini!"

Serunya sangat keras. Jungkook masih bisa mendengar meski ada suara sirine polisi mendekat daerah ini. Bisa jadi ada seseorang yang melaporkan hal ini ketika tahu hal janggal terjadi di tempat ini.

Jungkook menaiki bak truk sampah itu segera. Dia melihat keadaan Jimin tergeletak tak sadarkan diri disana. Parahnya lagi ada kepala yang bocor dan mengeluarkan darah cukup banyak dari permukaan kulitnya. Luka yang dibuat secara tak sengaja akibat benturan tulang sapi yang sengaja di buang di dalamnya. Keras dan sangat berbahaya, hingga Jungkook panik bukan kepalang. Suga dan lainnya tidak ada disini, itulah sebabnya kalau keadaan tidak dinamis saat ini.

Jimin akan semakin memburuk kalau Jungkook membuang waktunya, salah seorang polisi mendekat bertanya pada Jungkook yang panik.

"Apakah seseorang ada yang terluka disana?"

Jungkook masih terkejut dan sedang menenangkan hatinya dengan caranya. "Pak, tolong aku temanku terluka. Panggilkan ambulance dan disini aku melihat ada dua orang mencurigakan di atas sana. Mereka terlihat seperti perampok, penjahat dan sebagainya. Tangkap mereka pak!" Pintanya keras.

Jungkook masuk ke dalam bak truk disana dibantu oleh dua orang si pemilik truk yang melihat ada korban dalam kendaraan mereka. Beberapa orang mengerumuni tempat ini, menjadikan pihak berwajib kerepotan juga.

Suga atau lainnya benar-benar tidak akan bisa memaafkan diri mereka saat Jimin tidak baik saja.

,

Suga membanting salah satu penjahat di meja rumah sakit tepat seorang polisi membawa keduanya ke rumah sakit untuk menemui sang saksi, Jungkook.

Di sini, tempat dimana dia tidak serta merta menahan dirinya atas kemarahan walau sebenarnya dia harus atau malah akan mengganggu pasien lainnya. Kepala itu sangat sakit, tekanan oleh telapak tangan saat namja dengan tubuh tinggi tak seberapa bagi si perampok itu. Tenaga Suga bukan main dan ringisan itu menjadi hasrat bagi Suga untuk bisa membunuh perampok itu kalau dia mau.

"Jadi ini wajah si penjahat itu?! Ini bajingan yang sudah membuat sahabat ku masuk dalam rumah sakit? Jadi ini! Aku akan membunuhmu bangsat!"

BRAAAKKK!

Kekasaran ini dimana datangnya? Suga baru membenturkan dengkulnya ke muka si penjahat itu. Jimin di dalam sana berjuang antara hidup dan mati. Masih beruntung saat rumah sakit ini punya stok. Jika tidak ada, kemungkinan besar Seokjin akan menyalahkan dirinya sendiri karena kejadian ini.

"Jungkook, bisakah Hyung minta padamu. Kenapa di luar sana ribut sekali, ini rumah sakit. Akan sangat mengganggu kalau hal seperti ini dibiarkan. Katakan pada kakakmu kalau semua akan baik saja..."

Matanya masih fokus menatap cairan darah itu merembes keluar kulit dark keningnya. Jungkook lantas langsung keluar dari ruang perawatan walau dia sedikit bingung saat kakaknya mengatakan kakakmu.  Suga, dia memang membuat masalah dimanapun berada. Jungkook melihat kalau Jimin sangat tidak sehat, ini membuat di kesal juga. Antara ingin marah pada kakaknya karena keributan atau memang marah pada dua penjahat disana. Jungkook mendorong tubuh Suga agar tidak ada lagi yang mendapatkan babak belur.

"Ini rumah sakit, apakah kalian cukup membuat keributan lebih besar? Disana ada pasien, kita selesaikan ini di luar!" Tegas Jungkook menunjuk ke dalam sana. Pintu itu, di dalam sana Seokjin ingin selamatkan anak manusia tanpa gangguan. Suga diam saja beberapa detik menghela nafas.

Jungkook sudah melakukan hal benar kalau dia sedikit kasar untuk mendorongnya supaya sadar.

"Suga Hyung, aku akan membantumu agar orang ini mendapatkan hukuman yang pantas. Pak polisi... Aku akan memberikan keterangan dan saksi ku untuk mereka!"

Jungkook tampak dewasa sekarang ini. Kedua matanya saja tajam memperhatikan mereka. Seokjin mengintip sedikit dari celah pintu disana. Dia rasa, ini akan muda diatasi. Suga bukan seseorang yang ceroboh seperti Taehyung. Cukup mengagumkan kala dia bisa bertindak dewasa dalam sekali nasihat. Mungkin... Kalau Taehyung bisa demikian maka semua akan terasa mudah seiring waktu.

Seokjin menarik nafas pelan demi mendapatkan ketenangan beberapa menit kemudian. Entah kenapa... Dia merasa sedikit canggung saat mengobati keadaan Jimin yang masih belum membaik. Bagian kepala belakangnya masih terluka, melepuh saat benturan keras. Bau sampah masih ada sisa. Upaya penyelamatan diri yang gagal tapi masih beruntung. Kepercayaan Tuhan mengenai kehidupan di tangannya sungguh benar adanya.

"Kau tahu? Kau sangat beruntung menjadi seseorang yang masih bisa selamat setelah ini. Kuharap Tuhan memberikan umur panjang padamu, mungkin ini balasan yang baik untuk mu karena kau sudah menolong seseorang dan tidak menganggap dia orang asing, Yoongi aka Suga. Kau dan kedua temanmu, mengurusnya dengan sangat baik..."

Seokjin menganggap kalau keadaan ini keajaiban baginya.

Suga dia bahkan lebih kuat jauh dari waktu dia kecil. Menjaga Jungkook bukan suatu kesulitan, menyembunyikan keadaan dimana Jungkook selalu rindu dan merasakan kehilangan kedua kakaknya bukan suatu kebohongan. Berat rasanya... Saat dulu Jungkook selalu mengatakan dan bertanya dimana kakaknya dan mengapa kakaknya pergi darinya.

"Kalau kau tahu? Kau harus bertahan hidup untuk bisa menjaga Suga juga lainnya. Jungkook akan marah padamu kalau kau tidak mau bangun dan membuka matamu."

Ada senyuman disana, mencoba untuk menghibur diri sendiri juga suasana ini. Kapas dengan alkohol akan sangat menyakitkan kalau seseorang secara sadar merasakannya. Perih dan luka itu tidak akan kering dengan mudah. Saraf disana bisa terganggu jika tidak mendapatkan pemeriksaan penuh juga. Seokjin menganalisis efek dan apa yang akan terjadi jika benturan kepala dibiarkan tak di anggap serius.

Lebih parahnya Jimin berpotensi menderita epilepsi karenanya.

,

Namjoon dan Hoseok datang menggunakan taksi. Mereka berdua mendapatkan kabar ini dari ponsel Jungkook. Buru-buru keduanya mendekat ke kantor polisi, ya.. karena suatu hal juga keamanan sebuah privasi juga hal penting dalam hukum. Kegiatan memeriksa tersangka juga korban dilakukan di sini. Tempat dimana setiap orang memungkinkan melakukan perdebatan luar biasa sampai kursi akan hancur karena amukan.

"Kau apakan teman kami! Kau apakan dia sialan!" Namjoon paling marah. Dia langsung menarik kerah baju salah satu tersangkanya.

"Lepaskan aku sialan, kami tidak melakukan apapun. Temanmu sendiri yang membuat ulah sampai dia terluka!"

"Kau jangan mengatakan pembelaan. Mana ada maling mengaku maling! Kau apakan temanku sampai dia masuk rumah sakit, apalagi aku mendengar orang-orang disana kalau kau juga main pistol! Kau apakan temanku sialan?! Lihat saja! Aku tidak akan pernah mengampuni dirimu!"

Ancaman demi ancaman datang, Hoseok diam saja karena dia merasa kalau mereka memang pantas mendapatkan amarahnya Namjoon. Kalau dia melerai sama saja dia akan membela orang jahat dan itu tidak benar. Jimin disana, di rumah sakit berjuang untuk bisa hidup. Kaku dan Kelu menjadi satu melupakan rasa lelah saat kedua kaki itu terus berlari.

"Namjoon, Hoseok kemarilah kalian!"

Suga meminta keduanya untuk tenang, meski dalam hati ini tidak ikhlas. Dia juga punya pemikiran sama untuk membiarkan Namjoon berlaku kasar pada mereka. Salah satu polisi meminta padanya agar tidak bermain hakim sendiri seperti katanya. Karena sebuah hukum juga pemuda mata sipit itu menurut.

"Tidak! Aku ingin menghajar pria ini sampai dia mampus. Aku tidak menerima kejahatannya Suga!"

"Kalau kau peduli pada Jimin datang kemari. Pihak berwajib akan menghukumnya juga dia. Mereka sudah gila masuk ke dalam penjara, kalau tidak. Mana mungkin mereka akan melarikan diri masuk dalam dorm kita. Dia sudah menyakiti Jimin kita, tentu saja aku tidak rela. Sekarang aku bisa mendengar bagaimana adikku bersaksi demi Jimin. Jungkook, dia bahkan tidak setuju aku menghajar pria itu di depan rumah sakit. Apalagi kalian berdua dan kau Namjoon! Jangan buat tanganmu kotor hanya karena bajingan disana!"

Suga bagai serigala yang siap mencabik perampok di depan matanya. Katakan saja, berharap Tuhan bisa menghukum mati mereka kalau doanya dikabulkan. Lalu... Apa yang dia harapkan pada negara demokrasi tak jelas seperti tahun ini?

Jungkook masih sibuk dengan acara memberikan kesaksiannya. Dia mengatakan semua secara jelas dan fakta berdasarkan apa dia lihat. Bahkan dia melihat bagaimana Jimin bisa terluka dengan peluru di lengannya saat dia membawa Jimin dalam gendongan menuju ruangan kakaknya.

Nyaris mati...

Itulah yang diingat Jungkook saat Jimin demikian pucat. Tak jauh beda akan keadaannya dulu saat dia juga hampir mati menolong kakaknya, Suga.

"Apakah mereka akan mendapatkan hukuman setimpal, kalau hukuman ringan aku rasa aku tidak akan rela untuk hal itu!"

"Percaya saja, negara kita punya hukum. Adikku juga tidak sedetikpun melewatkan kesaksiannya. Jungkook sudah janji pada kami akan menolong Jimin, kalau kau melepaskannya maka kau akan puas. Kita akan temui Jimin di rumah sakit dan berdoa agar dia baik saja. Cih! Aku benci menjadi bijak sebenarnya.... Mau bagaimana lagi? Aku bahkan tidak ingin melihat wajah itu!" Ujar Suga ingin membuang ludah kalau ia berada di luar kantor polisi.

Suga duduk kembali dalam pandangan kosong tepat di samping Jungkook yang menoleh ke arahnya beberapa detik saja. Suga tampak kacau dan sangat kacau, Jimin sudah menjadi bagian keluarga kakaknya. Jungkook merasa sedih kalau Suga sedih juga.

Kedua tangan itu bergerak gelisah karena si adik kecil mulai memikirkan suatu hal. Rasa sayang dan juga peduli Suga pada Jimin. Itu sama seperti saat dia masih bersama Suga kakaknya dulu, bahkan panggilan Yoongi Hyung menurut Jungkook lebih pantas. Kedua orang tuanya memang pintar mencari nama dan memberikan nama itu untuk dia, kedua kakaknya. Belum sempat memberikan nama untuk si kecil adiknya yang kata Taehyung entah dia masih ada atau tidak. Tragedi hujan badai dan kebakaran itu, sudah menjadi trauma bagi Jungkook sampai akhirnya pemuda gigi kelinci itu memejamkan matanya mencari ketenangan bagi dirinya sendiri.

Entah kenapa...

Bayangan hitam saat dia melihat kilat dan suara tangisan bayi adik kecilnya menjadi terngiang dalam ingatan. Di kedua telinganya saja tidak ada seorang pun dekat dengannya, tapi... Semua ini terasa nyata juga mengerikan bagi Jungkook sendiri. Setan apa yang bisa membuat dia terjebak dalam rasa ketakutan tanpa fakta, Jungkook berteriak keras tanpa dia duga. Tepat saat suara ketikan polisi menulis permasalahan hari ini.

"TIDAK! HYUNG TIDAK!"

Jungkook dan suaranya sangat keras. Mengejutkan mereka yang duduk disana. Serta dua perampok yang awalnya pasrah, Hosoek juga Namjoon menoleh ke arah Jungkook penuh penasaran. Suga kaget bukan main saat pelukan sang adik sangat erat di tubuhnya. Wajah Jungkook tenggelam dalam bahunya diantara rasa takut juga kalut.

Para polisi disana dalam posisi bingung juga penuh tanya sekarang ini. Mereka tidak melakukan kesalahan apapun dan ada seseorang menangis disini. Sungguh itu sangat mengejutkan sekaligus menakutkan bagi mereka.

Ketakutan seorang kakak justru menjadi nyata. Dimana adiknya tiba-riba menangis dan mengatakan hal yang tak pernah Suga mengerti.

"Ada apa denganmu Jungkook?"

Suga bertanya tapi belum mendapatkan jawaban. Saat tangan itu meremat kuat, sisa nafas Jungkook tersenggal kemudian. Dua linangan air mata jatuh tanpa diminta. Jungkook mendapatkan sisa kesedihan yang menyesakkan di hatinya.

"Jangan tinggalkan aku Yoongi Hyung, Tae Tae Hyung hikksss... Kumohon jangan tinggalkan aku..."

Makin kuat remasan di baju depan Yoongi akibat tangan sang adik sendu. Makin sakit hatinya dan itu sangat tidak wajar pertama kali dia rasakan sekarang ini. Kelu dan pahit di lidah, dia ingin katakan kalau tidak akan pernah meninggalkan Jungkook selamanya. Tapi... Kenapa hati ini merasa sangat tidak yakin kalau dia bisa menepati janjinya bagai seorang kakak?

"Apakah dia baik saja? Ada apa dengan saksi? Apakah dia mengalami tindakan kekerasan dari mereka?"

Salah seorang polisi menunjuknya. Gelengan keduanya menjadikan ketakutan atas tuduhan yang diberikan pada mereka. Jungkook menangis bukan karena mereka. Suga menggeleng tidak membenarkan apa yang dikatakan salah satu pihak itu. Setidaknya, mereka tidak mendapatkan praduga buruk.

Namjoon dan Hosoek duduk di kursi tempat dimana polisi meminta keterangan lain dari mereka. Soal barang yang curian mereka, manakala kalau dua pemuda itu tahu atau pernah melihatnya.

Suara-suara juga suasana sangat tidak baik sehingga membuat Suga merasa tidak nyaman. Dia tidak salah kalau harus mencari udara segar untuk dirinya juga adiknya. Jungkook inginkan jawaban dari Suga diantara rasa takut juga tangisnya. Tangannya menepuk dada sang kakak meminta jawaban detik ini juga.

"Pak, kami ijin keluar. Pastikan kalau kedua orang itu mendapatkan hukuman sampai mereka tidak bisa melakukan kesalahan lagi. Ingat pak... Berikan keadilan untuk Jimin."

Suga pergi, dengan anggukan pak polisi yang sudah mendapatkan jawaban.

"Kalian bisa keluar, untuk kedua teman kalian. Patner saya akan melakukan interogasi, kami ingin menyidik lebih dalam lagi. Karena kami menemukan ada senjata pistol lain di tempat kalian."

Suga mungkin ingin lebih tahu. Tetapi... Saat keadaan Jungkook demikian tidak baik membuat dia urung untuk bertanya lebih jauh lagi.

Kiasan akan masa lalu sulit semakin membuat Jungkook takut saja. Kedua air mata, itu deras dan cairan air asin kian menjadi kuat. Biasanya dia akan selesai menangis dengan cepat. Kali ini, Namjoon merasa kasihan. Meminta pada Suga agar segera membawa Jungkook dalam suasana lebih menyenangkan di halaman luar kantor. Hoseok meyakinkan juga saat dia mengangguk di hadapan Suga kalau keduanya bisa mengatasi emosi mereka. Jungkook makin lama tidak kuasa menahan tangis dan kesedihan kepanjangannya. Taehyung dan Suga, ini adalah kekuatan bagi dirinya.

Jungkook bohong kalau dia pria kuat dan tidak cengeng. Apalagi saat dia ingat bagaimana raut wajah ibunya Seokjin marah dan suka memukulnya saat dia kecil. Hal itu membuat trauma dia pendam sendiri mengakibatkan tubuhnya bergerak intens takut.

Ini aneh....

Jungkook tak jauh beda dengan orang tak waras. Gelengan si pemuda kelinci ini bahkan membuat Suga menyipitkan kedua matanya. Kalau dia tidak salah... Jungkook mengatakan ampun dan kata jangan tinggalkan seolah dia takut akan ada hal paling buruk tak dia inginkan.

"Kau tak apa?"

"Hikksss... Tolong jangan buat aku ketakutan, kumohon kalian pulanglah... Ampun ibu, ampun... Jangan pukul aku hikksss... Hiksss..."

Gelengan itu semakin menohok Suga yang menarik nafas kesusahan diantara tangannya menahan bahu itu kuat. Ini salah.... Dia tidak kuasa kalau harus menahan Jungkook lebih lama dalam ruang lingkup hitam menyiksa. Sekarang ini, tidak ada hal lain lagi yang bisa membuat adiknya sakit termasuk ibu yang ditakutkan oleh Jungkook.

"Suga... Perasaanku mengatakan kalau suasana hati Jungkook sedang tidak baik. Kau bisa bawa dia sejenak keluar dari tempat ini. Sekarang suasana memang sedikit menegangkan juga tidak menyenangkan."

Namjoon bersumpah akan membantai mereka di tujuh kehidupan berikutnya. Dia masih dendam pada mereka yang kurang ajar. Jimin tidak salah dan dia menjadi korban, bahkan mereka juga mengambil beberapa sepatu koleksi Jimin setelah mereka memberikan timah panas pada namja itu. Kalau saja... Dia tidak pergi, mungkin tidak akan begini ceritanya. Hoseok berusaha menjelaskan pada pihak polisi jika dia pernah melihat salah satu dari mereka berada di toko antik. Saat dia juga Jimin pergi ke pasar membeli sesuatu.

"Tapi bagaimana dengan kalian? Apakah kalian akan menyusul kami?"
Suga juga tampak was-was, dia masih kepikiran Jimin tentunya. Jungkook makin tenggelam dalam rasa sedihnya. Untuk itulah dia menangis sedikit keras dan tampah heboh sudah. Jungkook tidak sadar kalau tangisannya membuat Suga sedikit repot.

Oh bayi besar ini... Dia semakin histeris. Tampak tidak menyenangkan dan sedikit memalukan. Suga tidak malu, hanya saja dia merasa malu kalau dia membuat adiknya menangis tanpa bisa membuat dia diam.

"Ya, kami akan menyusul mu tentunya. Melihat Jimin adalah misi kami. Suga, bawakan Jungkook teh hangat aku rasa dia juga syok saat melihat keadaan sahabat kita. Dia yang menemukan nya dan aku sangat berterima kasih padanya." Senyuman manis Namjoon diantara lesung pipi menariknya. Sangat menyenangkan orang seperti dia supel juga ramah.

"Jungkook kita keluar oke? Katakan padaku apa yang ingin kau katakan. Tapi jangan menangis karena ini akan menyulitkan dirimu juga, aku ingin mendengarkan isi hatimu ini hemmm..."

Suga sangat manis seperti nama kecilnya. Gula langka penenang hati sang adik yang aduhai manis. Tak akan ada semut, hanya Jungkook yang bisa merasakan manisnya. Cara bicara sang kakak begitu lembut sudah lama dia dambakan. Bahkan sekelas Namjoon juga Hoseok saja, mereka bersumpah baru mendengar bagaimana Suga bisa selembut itu dalam bicara.

Luar biasa!

Hoseok tersedak menelan ludahnya sendiri. Belakangan ini Suga mengalami sikap aneh selain dia memanjakan Jungkook karena keinginannya. Selama dia hidup jarang sekali Suga mudah menempel. Mungkin dalam satu kelompok hanya Hoseok saja yang terlambat untuk memikirkan semuanya. Namjoon menggeleng pelan saat dia melihat sikap yang duduk di sampingnya itu.

"Diberkati lah engkau dengan rasa penasaran mu itu..."

,

"Taehyung kalau kau melakukan ini kau pasti akan mendapatkan masalah. Ayah akan membantu mu Tae..."

Taehyung berhenti di depan rumah ini. Rumah yang dia anggap sebagai neraka sebenarnya. Rasanya kedua telapak kakinya saja sangat panas meski dia ada disini hanya berdiri tanpa melakukan suatu hal berarti. Dengan keinginan kuat dia sudah punya tekad untuk bisa kesini dengan pandangan mata sang ayah yang menatap Taehyung khawatir juga.

Siapa yang bisa menahan diri untuk tidak melihat putra kesayangannya disana melakukan hal yang menurutnya bisa mengundang bahaya memang.

"Tae, ayah sangat khawatir kalau kau mendapatkan suatu hal tidak baik. Ayo kita pulang, kita bicarakan hal ini dengan Seokjin secara kepala dingin. Bukan berarti ayah tidak mendukungmu... Tapi, kau baru saja menjadi normal seperti lainnya. Kau sudah lama mengalami koma dan ada banyak ketentuan yang harus kau pahami, pikirkan sekali lagi anakku..."

Taehyung tidak mengatakan apapun secara cepat juga langsung. Dia menoleh ke belakang mencari alasan tepat apa yang dia bisa katakan pada ayahnya. Kasih sayang berlebihan memang tidak baik, menunggu dalam artian dia harus sabar sementara adiknya saja butuh waktu untuk bisa bersama dengan kedua kakaknya.

"Kalau aku menunda, adikku tidak akan bisa bebas dari mereka ayah. Bukankah ayah sudah janji akan membantu juga mendukungku, apakah ayah tidak peduli pada Jungkook? Aku kakaknya, aku sudah tahu mana yang baik dan tidak. Mereka yang ada disana bisa memanfaatkan kebaikan adikku, aku tidak Sudi kalau mereka lakukan hal itu pada Jungkook!"

Taehyung dan kebenarannya. Sialnya, mereka berdua yang tertawa cekikikan di sana. Lelucon apa yang bisa membuat mereka sampai tak serius begitu?

Muak!

Kaki Taehyung melangkah cepat dan menggedor pintu itu keras agar salah satu dari mereka segera membuka pintu.

"Keluar kalian!" seru Taehyung keras dan keduanya dari dalam sana menatap pintu itu penasaran. Jiyeon merasa malas untuk membuka, lebih tepatnya dia sibuk dengan baju baru dan mahal yang baru saja dia beli di salah satu mall terkenal tepat saat tempat perbelanjaan itu dibuka.

.........

TBC....

Syukurlah aku masih bisa updete tulisan ini. Cinta dan kasih sayang kalian sebagai seorang pembaca menjadikan aku penulis yang bertahan disini. Maaf kalau lama, aku menulis di saat aku ada waktu luang dengan ide yang juga datang.

Jangan lupa, komentar, like dan dukungan semangat kalian. Tetap semangat dimanapun kalian berada. Pembaca kesayanganku ❤️

#ell

02/01/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro