Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sun of Moon (Chapter 42)

"Kau pikir aku bodoh? Semua orang mengatakan hal sama setiap harinya. Saat simpati, rasa peduli, perasaan manusia mati karena tingkah satu pihak. Aku merasa kalau aku tidak menyesali semua itu, justru aku merasa sesak di ulu hati. Aku tahu pada akhirnya tubuhku tidak sakit, melainkan hatiku terlalu perasa. Merasakan kalau semua yang aku kerjakan sebagai bagian dari keluarga kecil, semuanya sia-sia."

(Author ***** POV)

Jungkook sejak kecil tidak pernah menyesali suatu perkara, apa yang di dengar, ucapan juga bagian dari hidupnya yang telah kelam. Anak muda itu berdiri tepat di antara keluarga tak harmonis sama sekali. Seokjin menimpal bahwa ibunya sudah sangat jahat pada adiknya.

Seokjin melototi Jiyeon yang hendak memakan apel dengan nikmatnya. Tanpa mau membantunya untuk menghentikan tingkah ibunya yang sudah sangat keterlaluan membawa nama Jungkook dalam kasus kesialan yang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali.

Taehyung yang mendengarnya saja merasa sakit hati. Bukan nama dirinya saja yang di sebut, tetapi adik kesayangannya yang lahir dalam rahim sama dengan ibunya. Silsilah keluarga saja terasa sangat tercoreng akibat perbuatan sang ibu, mengatakan kalau Jungkook membawa masalah dalam keluarga.

"Aku sangat berterima kasih padamu Seokjin Hyung, kau sudah membawa adikku dalam kasih sayang seorang kakak walau dia hidup dalam lingkungan para munafik berandal disini," ucap Taehyung secara tiba-tiba. Hae Soo juga Jiyeon kaget bukan main saat Taehyung ada disana menatap keduanya dalam mata elang. Bukan hanya mata kemarahan, ada bagian di balik dari semua akibat yang terasa sangat sumpek.

"Kau menyebalkan saat kau sembunyikan bagaimana ibumu sangat tidak suka adikku, tapi suka uang adikku. Bahkan mereka berdua tidak pantas disebut manusia, sepertinya..."

"Taehyung?"

Seokjin berdiri. Mendadak dia sedikit kesal juga, saat mendengarkan orang lain mengatakan hal ini pada ibu juga saudari sepupunya. Walau dia sangat tidak suka akan sikap juga sifat mereka, Seokjin menyadari pula kalau bagaimana pun ibunya. Hae Soo tetap ibunya dan bukan ibu orang lain lagi.

Jungkook menggeleng pelan. Mengatakan apa yang dilakukan Taehyung adalah kesalahan saat mengucapkannya. Dia adalah ibu dari kakak angkat yang peduli padanya, bukan orang lain yang harus menerima hinaan dari kakak kandungnya. Situasi bertambah runyam saat Taehyung mengulas senyuman miring kuasanya, dia menampakkan hal itu di depan wanita juga Seokjin.

"Taehyung, tarik ucapan akhir mu. Memang benar kalau ibuku bukan orang baik, tapi kau tidak patut mengatakan dia bukan manusia. Bagaimana pun juga dia adalah ib-"

Seokjin terdiam saat Taehyung menyuruhnya diam. Tangan itu menghalangi dirinya agar tidak melanjutkan ucapannya. Jungkook melihat ada satu perubahan tak nampak sebelumnya, dampaknya hal itu membuat sang kakak tampak berbahaya dari punggung belakangnya.

"Kau tidak pantas mengatakan itu," ucap Jungkook kini. Dia saja masih punya etika baik untuk mengingatkan walau nyatanya Taehyung diam saja. Matanya melirik ke belakang, dia mendengar. Tak ada jawaban untuk dua belah pihak yang kontra terhadapnya.

Sementara ini, Hae So merasa kalau dia sudah waras. Dia menelan sisa buah di mulutnya. Saat dia mengacuhkan pendapat putranya, orang asing datang lalu mengganggu. Wanita itu mengira jika Taehyung sudah tiada di masa lampau. Rupanya Tuhan menyelamatkan dirinya hanya untuk menghina orang lain. Sungguh, luar biasa sekali pemuda itu.

Taehyung terlalu pantas untuk bisa hidup dua kali. Kenyataan mengatakan kalau Jiyeon diam, dalam mulut ternganga juga melihatnya. "Siapa dia? Sangat tampan sekali di mataku. Aku bisa melihat kalau aku berada dalam masa depannya." Gumam terdengar tak masuk akal yang diabaikan oleh Hae Soo dalam mata malasnya.

"Kau! Sadar yang kau katakan itu dasar gadis egois!"

Jitakan mendarat kepala puncak Jiyeon cukup keras. Ada alasan lain, dia tidak suka kalau putri dari saudaranya bisa jatuh cinta dengan keluarga Kim yang terkenal sial itu.

Sakit di puncak kepalanya, Jiyeon menjatuhkan air mata tidak suka. Kini dia menanggung derita dari seorang ibu yang mencoba untuk menolong dirinya. Ada banyak perbedaan dalam keluarga ini, bahkan Seokjin tidak akan mampu mengatakan banyak hal. Soal Taehyung yang sudah keterlaluan itu benar, tapi ibunya juga salah. Dia tidak bisa membela dua belah pihak sekarang.

Kegundahan hati ini membuat pandangan Jungkook jatuh ke arah Seokjin yang diam sembari meremat kedua tangannya kuat. Jungkook yang peka kasihan pada kakaknya. Kasih sayangnya saja melebihi dirinya sendiri, Jungkook meninggalkan posisi Taehyung lalu mendekat ke arah Seokjin yang entah kenapa dirinya makin tidak bisa menahan amarah lagi.

"Aku hanya bicara, apa salahku..." Jiyeon merutuk, dia memegang kepalanya yang sakit akibat tangan itu sudah biasa untuk menyakiti dirinya.

Tersenyum sedikit menyapa si tampan disana. Tidak ada hal lain, dia harus menunggu waktu agar si ibu tidak marah dengannya. Repot juga...

Besok tidak akan ada yang membuat masakan untuknya, dia memang seorang calon ibu rumah tangga masa depan. Semuanya sia-sia saja saat dia tidak bisa memasak. Taehyung masih memperhatikan bagaimana adiknya malah jatuh peduli pada kakak yang lain. Ini adalah kakak kandungnya, dia sendiri. Tubuh sebagai tameng dalam sebuah benteng begitu kuat.

Mengapa Seokjin mendapatkan dukungan dan bukannya dia?

Pantaskah?

Iri, atau sekedar pamer saja. Entah kenapa caci maki dari mulut Taehyung ada, saat dia tidak terima Jungkook mengusap bahu demi menenangkan hati Seokjin yang panas. Kerasa tidak adil bagi Taehyung yang merupakan kakak kandungnya.

"Tenang Hyung, semua akan baik saja. Bahkan aku, bisa katakan kalau Taehyung hyung pasti tidak sengaja mengatakan hal itu," ucap Jungkook pelan menatap sang kakak meski dia sendiri merasa tidak yakin akan semua itu. Mata sang kakak berkilat marah seiring detik berjalan, tidak ada alasan jelas kalau dia harus marah sebenarnya.

Menurut Jungkook, dia mengatakan hal itu juga ada benarnya. Tidak ada kesalahan yang dibuat. Taehyung mungkin sedang sensitif atas perasaan dirinya tidak mengenakkan itu. Ada alasan lain dimana dia harus menghadapi hal ini, Taehyung yang membuat masalah dia tidak akan bisa dimaafkan adiknya begitu mudah.

"Coba pikirkan, kau mengatakan itu sama saja menghina aku Taehyung. Biarkan aku menyelesaikan masalah ini. Bahkan untuk, masalah Jungkook sekalipun. Kau yang masuk dalam rumah ini tanpa permisi, aku menghormati dirimu lantaran kau sudah menjadi bagian nyawa adikku, Jungkook...."

Taehyung mendengarkan semua itu. Seokjin mengatakan secara gamblang, sikap bijaksana yang sering dia bawakan juga. Atas dasar mana dia harus berjuang dalam menjaga urusan nama baik adiknya. Semua itu telah dia usahakan secara baik, tanpa kata bahwa dia bisa menyakiti salah satu pihak kalau salah langkah.

Lalu, Taehyung datang bagai benalu.

Jika ingin ikut campur boleh saja, asal dia bisa menganalisis situasi dalam tempat ini. Begitu banyak pula alasan, dimana dia harus mengabaikan hal tertentu dan sekecil apapun itu. Begitu dia mengatakan ini besar harapan Seokjin agar Taehyung mundur dan memberikan dia waktu untuk selesaikan masalah keluarga ini.

Hal itu malah tidak terjadi lantaran Taehyung malah mengabaikan dirinya, menatap mata seorang ibu disana dengan tajam lebih dari singa yang hendak membunuh saja. Firasat Jungkook akan semua ini semakin buruk. Apalagi, menelan ludah susah payah saja rasanya sangat tidak mudah.

"Kau tahu, aku kakaknya Jungkook. Kakak mana yang tidak marah saat orang lain malah memanfaatkan dirinya. Menjatuhkan dirinya dalam lingkaran hitam sebuah jurang yang sengaja di gali untuk menyakiti dirinya, kalau memang dia seorang ibu. Harusnya dia tahu mana yang baik dan tidak, rasanya sangat tidak adil kalau aku harus bermusuhan dengan ibu dari sosok kakak yang baik sepertimu Hyung. Ku pikir aku bisa menjadikan dia ibuku juga, aku berpikir bahwa tanpa ibumu Jungkook juga tidak bisa hidup, tapi aku merasa kalau persepsi ku berangsur pergi dan memilih opsi kedua, ibumu tidak lebih dan tidak jauh dari seorang penjahat kelas atas."

"Taehyung Hyung, apa yang kau bicarakan? Jangan katakan hal itu, semua itu tidak benar," ucap Jungkook menimpal.

Bukan Seokjin yang langsung refleks. Jungkook bagai pahlawan membela nama wanita itu sebagai sosok paling berani. Melawan kakaknya saja dia harus bernafas dengan benar dahulu. Seokjin melihat bahwa ada perubahan dan pola pikir semakin besar dari sebelumnya.

Efek pertemuan dirinya dengan kakaknya, mungkin mempengaruhi perkembangan serta pemikiran sang adik dalam kawasan lebih matang dari sebelumnya.

"Bisakah aku percaya ini? Aku merasa menjadi paling jahat hanya karena aku membela adikku. Kau Jungkook! Jangan terlalu baik dengan mereka berdua!" Tangan Taehyung menunjuk pada dua orang yang berdiri disana.

Kedua mata itu menatap bagaimana jengah nya dia berhadapan dengan mereka yang sembrono. Sangat kurang ajar sekali, membuat hal ini semakin menyedihkan kala usahanya untuk membantu malah tidak di gubris. Jungkook justru semakin tidak setuju, dia tidak suka sikap kakaknya yang sembarangan di rumahnya. Sejak dia berusaha keluar dari pengaruh halusinasi di masa kecil. Tempat ini, juga Seokjin serta ibu yang selalu menganggap dia anak orang lain membawa sial lah.

Menemani setiap hari Jungkook juga mentalnya. Dia bisa masuk ke sekolah dengan sebuah beasiswa. Meski begitu juga, kadang Hae So harus datang dalam rapat orang tua walau dia mendapatkan paksaan dari Seokjin yang cukup keras hingga dia mau dan memaksa sudi nya datang demi seorang Jungkook.

Anak orang lain dan bukan putra kandungnya.

"Harusnya kau senang saat aku membelamu, kenapa kau marah dan melakukan kesalahan dengan membela orang jahat seperti wanita itu. Kau lihat, dia memang munafik. Entah kenapa kucing dalam rumahku saja masih terlihat baik di mataku dibanding dengan mereka," ucapan pedas dan membuat Jungkook juga Seokjin terbelalak.

Bagaimana dan darimana Taehyung belajar akan kata-kata itu?

Mengerikan sekali!

Kepergian Taehyung dari tempat itu secara sukarela adalah bagian hal paling menohok yang keduanya lihat. Jungkook berusaha memanggil nama kakaknya, mengejar pemuda itu supaya tidak jauh hanya untuk menjelaskan semuanya. Ada kalanya, seorang adik harus mengalah pada sang kakak demi kelangsungan sebuah ikatan. Dimana ikatan itu akan selalu terjalin, darah lebih kental dari pada air dan kata orang itu benar.

"Jangan ganggu aku Jungkook, selesaikan urusan kalian. Aku ingin pulang, menikmati secangkir teh dan memikirkan semua ini. Apakah aku terlihat bodoh atau tidak, aku hanya membela adikku, disisi lain semua itu dianggap dosa."

Semua ini tampak semakin tidak jelas. Seokjin merasa tidak ada yang namanya kesalahan, terkadang memang benar orang meralat sesuatu tidak benar. Untuk itulah dia sedikit menggertak Taehyung agar dia sadar juga.

Hae So masih terdiam di tempat, dia masih melihat sosok Taehyung. Mengira pada awalnya kalau Taehyung adalah hantu, semua itu di tepis kala dia melihat pemuda itu berjalan dalam langkah masih memijak tanah. Ada satu dua kata yang bisa dikatakan dari bibirnya, hal itu membuat Jiyeon semakin yakin kalau wanita di sampingnya begitu ketakutan pada pemuda tadi hanya karena warisan itu tidak akan ada di tangannya. Masih ada wali, dirinya masih bisa menjadi kesempatan kedua.

Mengingat dua orang masih ada sisa. Jika benar Seokjin tidak akan menghalangi, maka semua itu akan terjadi juga. Surat wasiat itu memang harus segera di dapatkan atau dia akan kehilangan kesempatan lebih baik dari dia duga.

"Akan terasa manis sekarang. Selain aku bisa melihat wajahnya, aku akan mendapatkan uang banyak. Namanya Taehyung? Oke, aku bisa mendapatkan nuansa sendiri untuk membayangkannya."

Apakah dia mesum?

Jiyeon, dia adalah gadis yang mudah sembunyikan segalanya. Di mata itu, dia mungkin akan mengatakan dia sangat suka. Berbohong pada dirinya sendiri juga orang lain, rupanya dia suka. Sekedar kedok sesaat hanya untuk menyembunyikan segalanya sendiri.

"Jiyeon, kalau memang kakaknya Jungkook masih hidup. Mati kita. Kita tidak akan mendapatkan uang tinggalan orang tuanya, ada tiga wali bukan? Jika satunya lagi masih hidup dan satunya itu kandung. Maka kita tidak akan dibutuhkan, dua orang kandung saja cukup untuk mendapati uang warisan itu."

Entah kenapa, saat wanita di samping Jiyeon mengatakan dalam kata separuh berbisik. Hal itu membuat kedua telinganya merasa panas. Di sisi lain, Jiyeon ingin menangis saja dalam hati.

Kalau dia gagal dapat uang, maka dia tidak bisa membeli segala kemahalan di mall.

Jungkook itu adalah sumber uang paling besar.

.....

TBC...

Tetap semangat dimanapun kalian berada. Jangan lupa jaga kesehatan selalu. Gomawo and saranghae ❤️

#ell

06/11/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro