Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Stereo (Chapter 44)

"Aku dan kebodohan dalam diriku, benar-benar menjengkelkan."

.

Semua orang itu cerdas dan pintar. Selama mereka tidak lupa dengan bagaimana cara agar mereka bisa bernafas dengan benar. Suga tersenyum tanpa jelas saat berhadapan dengan pemuda kelinci yang merupakan adiknya.

"Kau bisa jelaskan? Membawaku ke tempat sini tanpa mengatakan apa-apa pada kakakku di dalam sana adalah kesalahan Suga hyung," ucap Jungkook sangat serius dan posisi tangannya ada di depan menatap miring ke arah Suga berantakan dengan persepsi begajulan dalam dirinya.

Celana jeans yang harusnya bagus tanpa dirobek itu malah menjadikan dirinya tampak absurd dengan gambaran seorang pemuda berandal habis kelelahan akibat tawuran. Tawuran antara kelompok di salah satu jembatan kota di kolong bawah hingga tidak ada masyarakat lain menyadarinya.

Disana, kehidupan bagai tempat gelap diantara manusia abdi kuasa satu geng selalu bertindak semena-mena untuk menghajar wajah itu. Jujur, Jungkook ikut merasa ngilu saat melihat sudut bibir merah warna biru disana. Dalam hati dia mengutuk seseorang yang membuat pipi kakaknya biru, dalam hati itu juga miris semakin kuat dengan kata gelisah yang mengatakan kiasan aw.

"Aku membawamu kesini karena aku ingin. Apakah aku salah jika aku melakukan ini padamu? Harusnya kau menolak ku sebelum sampai ke sini, kau dengan senang hati ikut denganku, di belakang ku dalam mata polos seorang kelinci yang tersesat."

Suga mengungkapkan separuh isi pikirannya lalu mencoel hidung Jungkook tepat di ujungnya. Geli dan gatal menjadi satu, membuat Jungkook mengusap dalam nada memberi berontak sedikit. Tarikan dan buang nafas itu menjadi perkara lain dari apa yang bisa dia jangkau. Perkara ini sangat mudah, karena dia bersedia menjadi pengganggu Jungkook untuk beberapa waktu sampai dia puas.

"Kau ini kenapa sih? Semakin aneh saja, kau selalu mengabaikan hal kecil secara tiba-tiba berubah total. Ini tidak lucu tahu?! Bagaimana kalau kakakku mencari ku? Maka semua orang akan kena masalah karena kakakku sangat heboh!"

Ingin rasanya Jungkook bersikap muak pada pemuda di depannya ini, tapi dia sendiri malah tidak mampu melakukannya. Oh sungguh, dia sangat tidak baik untuk melakukan sebuah akting.

"Itu bagus sekali... Namamu akan semakin terkenal di kota ini, kakakmu akan membuat pamflet atau brosur yang menyatakan dia mencari dirimu dan ingin kau segera pulang. Kau tentu tidak mau bukan? Untuk mendapatkan jatah jajan yang langsung dikurangi olehnya?" Nada Suga tampak santai, dia memusatkan ekspresi canda walau itu tampak keterlaluan.

Akan sangat bahaya bagi Jungkook lama menatapnya karena tangannya tak akan bisa menahan diri untuk tidak memukul Suga begitu keras.

"Kau curang, kau mengatakan ini untuk membuatku takut. Sekarang aku benar-benar takut dengan perubahan tak biasa darimu itu," desisan dia keluarkan dalam mimik wajah begitu dalam memberikan kesan kalau dia sangat takut akan tingkah Suga saat ini.

Apakah Tuhan akan mencampakkan dirinya dari segala jawaban yang melintas dalam benaknya bagai kancing baju di depannya. Tak masalah kalau dia bisa menghadapi Taehyung kakaknya. Namun, Jungkook melihat ada dua Taehyung muncul dalam hidupnya dan ini cukup meresahkan. Mendadak saja perasaan Jungkook sangat rindu akan sifat Yoongi kakaknya dulu.

"Menurutmu aku berbeda?" Suga bertanya dalam mimik wajah bodoh seolah meminta kejelasan secara penuh dan terarah.

"Ya, kau sangat bodoh sekarang ini!" seru Jungkook penuh penekanan kali ini.

"Aku tidak merasa begitu, kalau aku bodoh aku tidak akan menyebut namamu dengan benar. Bukankah begitu, Jungkook? Aku rasa kau mulai takut tanpa alasan saat aku mencoba semakin akrab padamu,"

"Ya dan kau benar... Aku merasa kalau aku harus berteriak keras dan membuat para massa membuat wajah malang mu semakin menyedihkan..."

Jungkook tidak serius sebenarnya. Dia melakukan antisipasi untuk bisa melindungi dirinya juga indikasi kalau dia bisa saja terluka. Terluka parah sampai bulu kuduknya saja merinding di sekitar belakang leher juga punggungnya yang mengeluarkan keringat sebesar biji jagung di dalamnya.

Suga malah tersenyum dalam tebakan sulit. Senang sekali dia menggunakan pemikiran seperti ular tangga yang sulit sekali untuk di jebol. Jungkook memperhatikan sekitar, serasa dia berada di tengah masyarakat diabaikan.

Serius, ini tidak lucu. Merasa takut adalah sesuatu paling wajar. Apalagi dia menghadapi sosok kakak yang tak dikenalnya malah menunjukkan sikap tidak aslinya.

"Kau mungkin amnesia atau aneh sejak kau datang kesini membawaku ke atas jembatan ini. Wajahmu saja bonyok apalagi dengan emosi sekarang yang kau punya?"

Cukup bagus mengutarakannya. Tetapi, Jungkook tidak tahu kalau ucapannya sedikit menyakiti hati seseorang saat ini.

Suga menjadi jengkel dan menahannya dalam hati menggunakan senyuman tipis pada sebuah sanjungan dalam cerah cerianya. Suga merasa berbeda kalau berhadapan dengan pemuda kelinci itu sekarang kala melihat perubahan lebih dewasa dari sebelumnya.

Siapa yang mengubah Jungkook manis menjadi lebih serius dibandingkan dirinya? Ini menjadi perkara baru dalam pengalaman serta hidup Suga yang penuh tantangan ini.

"Oke, kau mengatakan pendapat itu dan aku setuju. Aku memang bonyok, aku melakukan hal sama setiap hari. Berandal seperti aku suka membuat perkara pada orang lain secara mudah. Tidak takut bagaimana nantinya aku, ku bawa kau ke sini untuk melihat betapa beraninya aku ada di atas ini. Kau harus diam dan membiarkan aku melakukan tindakan suka-suka ku."

Apa yang dilakukan oleh Suga tidak sesuai secara ilmiah untuk pemikiran Jungkook sekarang. Kala seorang adik menyaksikan keberadaan kakaknya berada di tepi jembatan ini membuat sesuatu paling menyesakkan dalam hati itu menjadi tanpa alasan. Tidak ada alasan lain, kenapa dia harus tidak diam dalam satu tempat guna melarang keberadaannya disini, disana atau sekitar tempat yang notebene Jungkook tidak terlalu suka.

Sejak dulu, dia benci air danau dalam. Trauma masa kecil pernah tenggelam membuat kesusahan bagi Jungkook seorang untuk menelan ludah sampai kerongkongan itu basah semua.

Ketukan ujung sepatu, suara jembatan kayu di bawah. Sesuatu berbisik mengatakan kalau tangan Jungkook harus segera menghentikan tindakan yang membuat resah ke depannya. Tidak bisa memprediksi bagaimana itu masa depan membuat penampakan di depan matanya menjadi bias sendiri. Sinar matahari menyilaukan, di belakang sana menembus diantara rambut sekitar kakaknya yang ditempa oleh angin.

"Kau tidak harus menunjukkan sesuatu yang gila hanya untuk bisa menarik perhatianku..."

Jungkook mencoba mengabaikan seseorang itu. Lebih tepatnya, dia tidak mau tahu. Akan jawaban di dalam hatinya di coba untuk diabaikan. Karena dia yakin kalau Suga bukan orang bodoh yang akan membuat dirinya terluka hanya karena sebuah perhatian. Jungkook mendengus sebal, sengaja bersuara dalam cibiran palsu agar Suga lekas muak dan setidaknya meninggalkan posisinya hari ini, jauh lebih baik.

"Oh...  Kau mengatakan hal itu mungkin secara iseng. Kau cukup benar Jungkook, aku ingin membuat kau tahu bahwa aku terpaku dalam penyesalan masa lalu. Masa depanku tidak suram dan aku malah merasa abai malahan...."

"Aku tidak merasa yakin saat kau mengatakan ini lagi. Kau kan Suga, bukan seseorang yang selalu aku sebut sebagai kakak. Kau akan menimpal dan menimpal hal itu setiap harinya, aku tahu kalau ada beberapa temanmu di sekitar sini menguping pembicaraan kita."

Jungkook sedikit sensi akan kakaknya. Generasi sekarang susah sekali untuk ditebak, hidup dalam sebuah monoton memang tidak baik. Butuh beberapa periode agar manusia paham, kalau takdir bisa diubah dengan tangan mereka yang harus siap terluka.

"Jangan abai Saeng, aku melakukan ini untuk suatu bukti. Lalai jika kau abai padaku, semua yang kau pikirkan saat ini salah dan aku benar. Disini, aku mengajak dirimu secara pribadi tanpa mengajak mereka. Aku lebih suka melakukan segala sesuatu dengan caraku juga paling mudah memang."

Jungkook membingkai ucapan kakaknya dalam relung hati sesuai pendengarannya. Suasana di sini sejuk dan rindang, hatinya menjadi penuh atmosfer mencekam kala melihat senyum tipis seorang kakak yang dia dambakan untuk bertemu pertama kali dalam hidupnya.

"Jangan membuat aku terjebak dalam perasaan kalau kau akan hilang selamanya kak."

Jungkook mendengus sebal kembali, dia paling benci diabaikan begini. Posisinya berubah memunggungi Suga agar tidak hilang kendali, dia tidak mau menjadi cengeng dalam satu waktu yang lama. Urusan seorang kakak lebih penting hingga Jungkook merasa kalau dia lebih kuat dari kelihatannya. Suga merasa adiknya memberikan tantangan keras agar dia cukup berani melakukan segalanya.

Jungkook tak cukup pintar untuk mengetahui hal apa yang tengah di buat sang kakak, dimana kedua tangan membentang seolah menjatuhkan dirinya menepati gravitasi bumi manis.

"Kau bisa katakan padaku, kalau kau akan menoleh saat dirimu tahu aku akan jatuh ke bawah hingga air mencuat menciptakan suara. Aku tidak akan mengatakan atau meminta tolong begitu mudah, sama sekali tidak sampai kawan-kawan ku yang kau maksud itu tidak tahu aku bisa saja..." Katanya. Jungkook diam tapi kedua matanya terpejam dan menanam seluruh maksud sang kakak dalam dengusan pribadi miliknya. "Melakukan hal paling nekat tidak terduga saat kau tidak mau datang menoleh lalu menolongku," kembali lagi mengatakan itu.

"Yang benar saja? Aku tahu bagaimana peringai seorang Suga. Selama beberapa hari aku mengenal dirimu, kau tidak sebodoh itu untuk melakukan aksi bunuh diri."

Salah atau tidak, Jungkook telah terlanjur mengatakan hal itu. Saat apresiasi hilang maka sulit mengembalikan kepercayaan agar kembali pulang.

"Tentu, aku bisa melakukannya. Sama seperti dulu, saat aku tidak sengaja jatuh. Membawa sesuatu di tanganku, lalu aku terbawa oleh air laut."

Begitu dalamnya Suga mengatakan hal itu. Jungkook mendengar suaranya semakin menjauh saja, desiran angin ingin dia abai. Satu langkah kaki membuka ketukan baru dalam hidupnya. Suara sesuatu mencebur jatuh sampai air di bawah danau sana tersentak akan gelombang yang menyerang bagian sisi tiang jembatan.

Bukan hanya Jungkook saja mendengarnya. Beberapa pengunjung wanita yang menjatuhkan belanja terperangah juga tercengang atas apa dilihat oleh mereka. Seseorang nekat memberantas separuh nyawanya hanya untuk pemikiran bodoh tanpa alasan.

"Suga Hyung?!"

Jungkook berlari mendekat, menjatuhkan ponselnya secara tak sengaja sampai layar itu retak saat ujung ponsel itu membentur aspal di bawahnya. Sisi dimana tempat itu tidak bisa diperbaiki bekas rusaknya.

Decitan Van menginjak rem kala melihat seseorang kena musibah. Tubuh Suga tenggelam tanpa ada perlawanan darinya. Jungkook juga tahu kalau kakaknya dulu perenang baik dan tidak payah untuk bisa melawan arus danau itu.

Tersenyum di dalam air sungai, mata itu saja mengeluarkan gelembung tipis di sisinya. Kedua tangan merentang seolah mengatakan bahwa dia siap untuk bisa mati dan segera turun di bawah. Ikan di sekitarnya saja enggan menanggapi keberadaan dirinya, di dalam dasar sana ada batu besar yang siap menampung tubuhnya.

Dingin sekali, Suga merasa kehidupannya sudah selesai. Tak ada daya tampung tanah dunia untuk dirinya yang berusaha lepas dari persinggahan setiap oksigen yang dia tarik. Jungkook menggapai tangan itu tapi tidak mampu kala Suga makin turun dan turun sampai tidak ada bayangan lagi disana.

"Astaga, kepada siapa aku minta tolong!"

Pemikiran terpecah belah antara Jungkook tak bisa berenang dan dia yang termasuk payah untuk bisa membebaskan diri dari jeratan masa lalu takut untuk berenang. Kalau Taehyung ada disini mungkin bisa saja semua mudah, tatkala dia melihat gelembung udara tipis keluar dari dalam air sana membuat Jungkook merasa yakin kalau dia berharap dengan menggunakan keberuntungan saja.

"Apakah kau akan terjun atau diam saja? Bukankah dia jatuh itu karena kau? Dasar payah, ayo cepat terjun atau kau akan kehilangannya lagi."

Jungkook menoleh, seorang anak remaja menyuarakan pendapatnya di muka umum. Seolah mengatakan kalau tubuhnya yang payah tidak bisa melalukan apapun lebih jauh lagi. Intuisi miliknya mengatakan agar dia segera turun ke dalam air sana, menarik tubuh seseorang ke daratan serta tidak kehilangan dirinya lagi.

Jungkook bebas menentukan, dia harus lakukan atau penyesalan juga ketakutan menghampiri dirinya di masa depan. Itulah kenapa dia langsung melepaskan sepatu serta kaus kakinya, berharap jika dia terjun ada beberapa orang sudi membantunya juga. Mereka yang tentunya pandai berenang juga.

Seokjin melihat kalau seseorang ada di pinggir jembatan disana. Belanja di tangannya tumpah begitu saja saat melihat punggung Jungkook mengikuti gravitasi di bawahnya. Alasan apa, sampai Jungkook harus memberikan nyawanya pada bumi. Di dalam air sana tidak akan bisa dia sempat selamatkan adiknya, tekanan batin ini selalu menyiksa dirinya agar bisa jujur kalau dia sangat menyesal di ujungnya.

Tanpa ada rasa bersalah adalah prioritas dirinya saat ini. Langkah kaki dalam gerakan cepat bagai kucing di sana. Bergerak sampai tanah di bawah telapak kakinya hingga bergetar.

"Jungkook, apa yang kau lakukan?!"

Gertak seseorang mengatakan, tangan terjun ke bawah sementara tangan kiri miliknya menyangga pinggiran jembatan. Tubuh yang tidak akan terjun tanpa merasakan rasa sakit. Bayangan di atas air adalah gelombang miliknya, Jungkook tidak mendengarkan dirinya saat dia tahu kalau ada orang mengharapkan dia hidup.

"Anak itu terjun menolong seseorang, kami tidak bisa menolongnya karena ini masalah mereka," salah satu orang mengatakan dengan sikap tegasnya.

Seokjin merasa kalau dia yang mengatakan adalah seseorang paling bodoh. Dia mudah sekali mengatakan hal itu, tidak ada sikap baik pada yang menonton di sekitar ini.

Masa bodoh, dia akan kehilangan akal saat melihat kejadian ini. Kehilangan Jungkook merubah hidupnya jika dia salah.

Tbc...

Terus semangat dan pantang menyerah untuk menggapai segalanya. Terima kasih untuk dukungan kalian.

#ell

18/11/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro