Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Never be the Same ( chapter 17)

" Rancu dalam hidup, segala kemelut yang satu hal lain tak mampu seumpama takdir berkata lain itu adalah sebuah hal yang bisa dikatakan sebagaik mukjizat. Tapi, apakah Tuhan mengijinkannya, jika ternyata apa yang diharapkan tak sesuai keinginan. Menerima atau tidak? Pilihan... jika pertemuan pasti selalu ada perpisahan. Lalu, apakah yang menjadi kenyataan akan benar-benar terjadi. Berdoa saja...

.

.

.

.

(Author **** POV)

Suga tak habis pikir dengan apa yang terjadi di dalam otaknya, beberapa kali dia berjalan bolak-balik seperti orang gila. Salah satu sahabatnya Jimin memperhatikan kemelut gelisah sahabat sipitnya. Apa yang terjadi? Dia sangat jarang menemukan Suga yang seresah ini, bahkan dia terkenal sebagai manusia yang paling santai dan tak pernah ambil pusing. Tapi...

"Suga ada apa denganmu? Kau seperti orang gila yang putus cinta." Sindir Jimin dengan wajah yang dibuat serius tapi justru melucu karena aksennya memang demikian. Di tambah lagi rambut berantakannya, yang membuat dirinya nampak seperti gembel. Bukan hanya ini saja bahkan di mata Jimin sekarang Suga seperti orang ceroboh lantaran melihat dia yang hampir jatuh terpeleset atau menubruk beberapa orang. Hei, seumur hidupnya baru pertama kali ini Suga nampak seperti orang aneh yang mengomel tanpa jelas.

"Kau diam saja Chim! Aku sedang tak ingin diganggu!" sentak Suga dengan tatapan tajam elangnya, bahkan dirinya sendiri pun tidak tahu kenapa bisa sejudes ini. Biasanya emosinya tak semenggebu ini. Tapi, Jimin sudah biasa dan mungkin Suga mengalami tekanan batin.

"Yaaakkkkk!!! Gimana aku bisa tenang, jika ternyata temanku ini sedang mengoceh marah seperti orang gila. Aku ini sahabatmu tentu saja aku khawatir bung!" Jimin berlari cepat, dia pun merangkul sahabatnya. Tersenyum dengan manis seperti membujuk sahabatnya agar mau bercerita.

Kini keduanya berjalan bebarengan, beruntung tinggi Jimin dan Suga itu sama meski berbeda beberapa centi. Jika dilihat keduanya sangat akrab bahkan lebih dari pada lainnya, baik Namjoon atau pun Hoseok. "Kau paham dengan apa yang aku pikirkan ya.." akhirnya Suga menyerah, nafasnya menjadi tenang saat beberapa menit berjalan bersama sahabat sampingnya ini. sepertinya Jimin bisa memberikan masukan padanya.

Keduanya berjalan hingga pada akhirnya, baik Suga maupun Jimin malah justru mencari angin dengan melihat alam sekitar. Ini adalah hal yang bagus lantaran secara perlahan rasa kesal dan emosi Suga membaik. Tak sebrutal tadi, apalagi Jimin tidak menjadi sasaran semprotan sahabatnya.

"Jim, kau tahu aku tidak punya keluarga bukan? Kira-kira mereka dimana ya?" Suga kini berada di sisi jembatan kecil yang ada di sebuah taman dengan dataran sungai kecil di bawahnya. Disana dia melihat pemandangan bagaimana seorang anak yang bermain dengan anak kecil yang lebih pendek darinya dan disana ada juga seorang pria yang mengajak bermain keduanya. Teriakan kedua anak kecil itu sangat girang dan bahagia terlebih memanggil dengan sebutan appa dan disana wanita dengan senyum dan menyiapkan makanan siang yang di letakan di atas karpet. Membahagiakan, hingga membuat Suga tersenyum tipis tanpa ada yang menyadarinya.

Jimin yang awalnya terdiam sebentar, dia berpikir dengan tenang sekaligus keras. Jawaban apa yang menjadi hal baik untuk pertanyaan sahabatnya itu. Dia takut ucapannya salah pengertian untuk sahabatnya ini, membuat sedikit pusing saja. tapi....

"Kau tidak perlu takut memberi jawaban Chim, aku hanya butuh pendapatmu. Katanya kau ingin menenangkanku. Aku memang membutuhkan teman bicara." Ucapnya dengan memainkan jemarinya, wajahnya nampak serius dengan tatapan yang berfokus pada keluarga itu. Jimin melihat manik sipit itu kemana tertuju. Sungguh terkejut dia, saat Yoongi seperti berkaca. Melihat mereka yang tersenyum bahagia dengan yang namanya kekeluargaan.

"Kenapa kau bertanya dengan hal seperti itu? tumben sekali." Jimin menatap sahabatnya dengan tatapan serius.

"Aku hanya ingin tau Jim, aku merasa hanya aku yang tak punya orang tua." Menghembuskan nafas antara lelah dan pasrah, dia menatap ke atas langit berawan berwarna putih bagaikan kapas yang terbang.

Suga dia sedang memikirkan banyak hal sekarang dengan dada yang terasa sesak seperti ditimpa sebuah batu. Ia pun juga tak merasakan sakit atau sesak karena tidak karuan rasanya. Dia butuh obat jika ada yang dijual di apoteker, tapi....

Tak ada yang bisa mengobati perasaan ini.

"Hei, kau bukan Suga yang aku kenal. Kau sangat berpikiran netral akan suatu hal, bahkan kau adalah orang yang terlihat tak punya beban masalah diantara kami. Tapi, kenapa kau baru sekarang menumpahkan kegelisahanmu? Sedangkan kau selalu bersamaku, Namjoon juga Hoseok. Kau sangat pandai menyembunyikan masalahmu sampai kami tidak tahu kau punya pikiran itu. Tolong jangan simpan masalahmu." Jimin merasa dia harus memberikan masukan ini, ia tidak mau jika pada akhirnya ke depannya justru hal yang tak ia inginkan terjadi memburuk. Dia ingin keutuhan persahabatan antara dirinya dengan ketiganya tetap terjaga, suka atau duka mereka bersama bahkan memecahkan masalah berat sekalipun.

Jimin mungkin tak pantas mengatakan hal ini, lantaran dia sadar bahwa dirinya bukan orang yang pandai hanya saja... dia ingin membantu dengan ringan hati. Tanpa sadar ketiga temannya sangat nyaman akan dirinya walau kenyataannya Jimin lah yang kadang ternista setelah Hoseok.

Suga tersenyum, dia sangat kaget mendengar ucapan Jimin yang seperti itu. mungkin ini bakat terpendam sahabatnya.

"Karena itulah aku sekarang memikirkannya tanpa aku sadar, aku juga heran ada apa denganku. Aku pikir ada hal yang hilang dalam hidupku, bahkan aku tak ingat dimana aku lahir. Yang aku tahu, aku bermain sejak kecil dengan kalian dan bisa tumbuh hingga kita menjadi erat seperti ini. Beruntung memang, tapi aku juga bingung dengan asal-usulku." Suga mengulas senyum tipisnya dia merenggangkan tangannya, sedikit pegal mendadak di antara sendi lehernya. Oke, sepertinya keduanya memang sangat serius hingga lalat pun tak berani mendekati mereka.

"Mungkin kau tidak tahu dimana mereka, tapi kau pasti percaya bahwa mereka masih hidup. Sekarang aku tanya sejak kapan kau bisa memikirkan masalah seperti ini, bukankah kau bilang kau mendadak berpikir akan hal ini?" menyandar nyaman punggungnya di pinggiran pembatas jembatan yang terbuat dari pohon jati.

Suga berpikir, dia mencoba mengingat sejak kapan? Bahkan dia sendiri pun sedikit sulit untuk langsung menjawab pertanyaan sahabatnya ini. Tapi, ketika melihat namja muda itu dia sedikit merasa sesuatu berusaha memberontak keluar. Ada jiwa lain yang berusaha memaksa keluar. Jungkook... namja yang memanggil dirinya dengan sebutan Yoongi. lalu, siapa Yoongi? bahkan dirinya saja mempunya nama. Aneh, Suga merasa dirinya nyaman juga saat Jungkook memanggil dengan nama orang lain. Bahkan dia ingat bagaimana manik mata yang berkaca itu menatap sendu sekaligus haru bahagia, entah... dia seperti tak tega melihat mata itu dan Suga mengingat itu semua dengan jelas tanpa terlewat satu pun.

"Aku..." kedua bibirnya seperti mengambang dia bingung mau berkata apa, bahkan sesekali dia menatap kebawah seperti mencari sebuah jawaban. Jimin hanya bisa menunggu dengan menyembunyikan ekspresi bingungnya. Dia juga tak terlalu memaksa jika memang sahabatnya ini enggan.

"Hem?" sepertinya rasa ingin tahu Jimin hendak mengalahkan sikap tidak memaksanya. Tapi, dengan keras dia mengimbangi kedua jiwa itu dengan diam.

"Aku... aku hanya ingin tahu saja, tak ada pemicu atau siapa yang membuatku berpikir seperti ini." ucapnya dengan raut wajah datar khasnya, bahkan dia sendiripun seperti enggan menjawab jujur. Jungkook... bahkan terasa berat saat ingin menyebut namanya. dalam hati kecilnya Suga takut salah menjawab, atau dia merasa ragu itu saja.

"Ohhh... begitu ya." Jimin mengangguk paham, mungkin dia sempat berpikir lebih tadi. Hingga muncul pertanyaan yang membuat kedua bola mata Suga membelalak di kelopak sipitnya. "Apa kau mengkhawatirkan Jungkook bocah yang kau temukan waktu itu?" tebak Jimin membuat Suga hampir saja batuk tersedak air liurnya. Ia bahkan menggeleng dengan cepat dan menatap tajam sahabatnya untuk menyembunyikan ekspresi yang ia sendiri pun tidak tahu apa maksudnya.

"Hah, siapa bilang aku khawatir padanya?! Hei, seorang Suga tidak akan khawatir. Aku ini anti akan hal seperti itu, aku pernah mengkhawatirkan kalian. Dasar kau..." tangannya hampir mengenai wajah Jimin, tapi dengan cepat sang sahabat menghindari tabokan namja berkulit pucat itu. Sudah cukup pipinya yang kenyal menjadi korban lagi, cukup hari ini dan jangan lagi.

"Aku tidak akan kaget jika kau khawatir pada kami, tapi aku hanya menebak jika kau khawatir pada bocah itu. jika aku salah kenapa kau sekhawatir itu, bahkan kau ingin menabokku seakan aku ini salah. Yaaakkkk! Kau ini mengaku saja jika iya, apa susahnya heh!"

"Kau bodoh atau apa, siapa yang khawatir ada-ada saja aku kan sudah bilang aku tak kenal bocah itu. Jimin kau hanya mengganggu mood ku dan memperburuknya saja, huh!" berlalu pergi dengan wajah dingin dan seperti mengembung pipinya sadar atau tidak Jimin menahan tawa, hei bagaimana tidak dia melihat Suga seperti ikan kembung dan hampir saja dia terkekeh dengan kepala terjungkal ke belakang jika saja dia tak sadar ini tempat umum. Oh, dia tak ingin menjadi viral sebagai badut internet.

"Hei Suga kau ini seperti anak kecil yang suka mengambek, dasar! Kalau yang lain melihat aku yakin mereka akan tertawa keras, eh kau pergi kemana? Kenapa kau meninggalkanku aiissshhhh...."

Suga masa bodoh dia tak ingin mendengar celoteh sahabatnya, lebih baik dia mempercepat langkah kakinya dan meninggalkan teman bagaikan gumpalan roti donat itu. katakan saja dia jahat tapi, Suga memang tipikal orang yang demikian, susah ditebak dan sadis.

Mendadak setengah harga dirinya merasa jatuh jika dia harus mengakui kebenaran ucapan Jimin, dalam otaknya dia berpikir. Apakah dia akan benar menjenguknya atau tidak, bahkan dia membiarkan begitu saja Jimin berlari kecil menyusul dirinya yang sudah cukup jauh ke depan. Masa bodoh! Masa bodoh! Itu yang menjadi modal sifatnya saat ini, tak ada yang lain jika memang dia akan menjadi manusia mengomel dan pada orang lain di jalan dia tak peduli. Asal nama Jungkook dalam pikirannya hilang dan sirna walau untuk sehari, jangan lagi ada dirinya yang memikirkan seseorang yang bahkan dirinya sendiri tak kenal siapa dia.

Ingat...

Dia Suga dan bukan Yoongi yang dicari olehnya.

.

.

.

Seokjin bekerja keras, dia ikut andil dalam tugas kesehatan kali ini. Mengoyak daging dan membenarkan beberapa susunan tulang yang menggeser, bersyukur dia masuk dalam bidang ini dan siapa sangka dia lah yang kini berusaha menyelamatkan sang adik dari bangsal kematian yang hendak membelenggunya. Tak boleh, tidak akan ada yang masuk dalam peti hitam berbunga, atau dirinya akan menyerah menjadi dokter untuk selamanya.

Ada juga seorang dokter perempuan yang menjadi seniornya, turut andil membantu untuk hal penanganan lainnya. Darah yang menetes dari kantong terpasang disana cukup membantu sebagai energi pasien untuk bertahan hidup, beberapa bagian luka juga sudah dijahit, dan ada beberapa juga kerikil juga pecahan benda diambil dari tubuh si pasien. Mereka melakukan operasi ini dengan keterampilan para perawat yang juga membantu proses sang dokter.

Di luar sana beberapa dokter juga melihat bagaimana kerja dokter magang yang ada disana, katakanlah mereka seperti pengawas ujian disana.

"Apakah dia adalah adik dari dokter Kim?" melihat siapa yang kali ini di operasi membuat salah seorang dokter dengan angkatannya sebagai kepala itu bertanya pada seseorang di sampingnya. Dia bahkan memperhatikan bagaimana kerja mereka disana.

"Ya, kau benar dia adalah adiknya. korban kecelakaan yang cukup parah, bahkan dokter Kim bersikeras agar dia menyelamatkannya meskipun awalnya dia diharuskan merawat pasien lain. Tapi, karena dokter Ho tak masalah makanya dia bisa mencoba menyelamatkan pasien."

"Apa kau yakin dia bisa diandalkan, dia bahkan belum setahun menggeluti bidangnya. Kau tidak takut keliru?"

Sepertinya dia merasa ragu, takut kalau hasilnya akan justru di luar ekspetasinya atau bahkan dia takut ada yang tak selamat.

"Kita cukup meyakininya, dia adalah seorang kakak. siapa yang akan rela jika adiknya parah dan justru dioperasi oleh orang lain, padahal dirinya sendiri adalah seorang dokter. Mungkin jika dia non dokter tak akan masalah, tapi dia bilang dia akan menjadi seperti seorang pengecut. Anda tahu, melihat kegigihannya membuatku yakin dia akan menjadi seseorang yang hebat bahkan dalam bidangnya sekalipun. Aku tidak ragu dengan apa yang aku yakini sekarang."

Tersenyum dengan tipis, dia yang memakai kacamata dan dia yang memiliki hati lembut dan pengertian. Dokter yang baru saja memiliki seorang anak angkat yang kini terlelap dalam tidurnya.

"Lalu bagaimana keadaannya? Putramu, kudengar dia mendonorkan darah untuk si pasien. Darahnya cukup langka, dan termasuk beruntung saat aku tahu bahwa dia mendapatkan pendonor saat dirinya hampi di ujung tanduk." Ucapnya, dia bahkan tahu karena semua informasi masuk padanya. Itulah mengapa sebelum dokter lain tahu, dia juga sudah tahu terlebih dahulu.

"Dia baik, hanya sedikit lemas. Karena baru sadar dari komanya. Dia hebat dan memiliki sisi kemanusiaan yang tinggi, aku bangga padanya dan menjadikan putra kesayanganku. Ya, dan Tuhan sangat adil ketika putraku tanpa sadar menjadi pahlawan bagi orang lain. Itulah kenapa aku sangat bangga padanya."

Mereka sedikit mengobrol, mencairkan suasana yang sempat terdiam dengan mata yang masih memperhatikan mereka yang bekerja.

"Lalu siapa namanya, kudengar dia adalah korban koma yang selamat. Itu sebuah keajaiban dan membuat beberapa dokter membincanginya."

"Namanya Kim Taehyung, dia namja yang polos dan pendiam. Ya... dia selamat dari sebuah tragedi besar walau aku tidak tahu itu apa. Benturan dan juga adrenalin kejadian yang mengerikan membuat sedikit ketakutan pada dirinya tapi ia tak menampakannya, aku bisa melihat dari gelagat sikapnya. Tak apa, aku harap dengan kesembuhannya akan menjadi motivasi bagi pasien lainnya."

Dia tersenyum bangga, tak ada hiasan senyum yang luntur disana. sikap ramah itu akan terus menjadi kelebihan dalam dirinya.

Beruntung Taehyung diangkat sebagai anaknya, bisa kalian bayangkan bagaimana bahagianya dia. Meski... masih ada orang lain yang tak seberuntung dirinya.

Keduanya usai berbicara, lagi-lagi mereka menyaksikan. Mungkin sudah cukup perbincangan kali ini apalagi, Seokjin sudah mencapai akhir kerja kerasnya tinggal menutupi sobekan daging yang sengaja dibuat itu dengan benang jahit.

Tak ada yang tahu dalam hatinya Seokjin sendiri terus berdoa, batinnya memanggil nama sang adik berharap dia yang dipanggil mendengarnya dan kembali pulang. Bukan pulang kesana, melainkan ke dalam pelukan dirinya yang notabene kakaknya. meski bukan kandung, tapi dia tidak rela jika Jungkook pergi tanpa tahu apakah kedua kakaknya masih hidup atau tidak. Tapi, satu hal yang pasti bahwa sekarang ada darah yang menyelamatkannya, masih berharap besar bahwa dia adalah...

Hyung kedua adiknya, Kim Taehyung....

Akan seperti apa Jungkook saat tahu kakaknya masih hidup, pastinya hal itu yang ingin dilihat dokter tampan itu. Tanpa harus melihat lagi wajah sendu sang adik yang selalu tenggelam dan basah akan air mata.

Tuhan, apakah kemelut ini akan berakhir?

.

.

.

Siapa dia yang sedang berbaring disana, dengan mata mengatup dan kantung mata panda seperti lelah. Tempat yang cukup hangat dan nyaman mengitari suhu tubuhnya, menenangkan...

Siapa dia yang bibirnya bergumam seperti memanggil seseorang, bahkan sang perawat pun memeriksa infus yang menancap di tangannya. membutuhkan cairan untuk tubuhnya sangatlah penting.

Siapakah dia?

Coba kalian tebak, siapa namja itu?

.

.

.......................................

TBC...

Hai semua apakah kalian masih #DiRumahAja hari ini? tetap ya agar kalian aman dan terhindar dari wabah yang sedang menjadi pembahasan dan semoga berlalu ini. kita doakan semoga Allah SWT segera mengangkat wabah ini agar kita bisa menunaikan ibadah puasa ini dengan nikmat dan juga khidmat. Meski kalian bosan di rumah jangan membuat kalian nekat keluar ya, ingat ikuti aturan pemerintah.

Bukan waktunya untuk sekarang peraturan dibuat untuk dilanggar, tidak untuk saat ini. please, sayangi dirimu makan kalian sudah menyayangi keluarga kalian dengan membantu meringankan tim medis disana.

So, jangan sampai pola hidup sehat kalian mati apalagi setelah wabah ini diangkat atau usai. Jadi, author harap kalian tetap menjaga kesehatan ya.

Mungkin author terlalu banyak bicara, tapi sebagai sesama manusia harus saling mengingatkan. So, kuharap kalian mengerti oke.

Maafkan aku yang lama updete, bahkan ini updete lama yang sudah setahun belum aku sentuh. Tapi, author masih akan melanjutkannya kok kalian tenang saja.

Mungkin kalian sudah lupa akan ff ini, tak apa author sadar akan kekurangan author yang belum bisa mengatasi namanya block writer. Pekerjaan yang masih terus ada membuat author merasa lebih penting selesaikan real life agar satu persatu menjadi tertata.

Jika kalian berkenan kalian bisa berikan bintang dan komentar apapun juga masukan yang bisa menjadi motivasi author agar lebih baik ke depannya.

Wish u all the best for you all...

Gomawo and saranghae....

#ell

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro