Lullaby (Chapter 27)
"Sekarang aku bertemu dengan dirinya. Seseorang di masa lalu, datang membawa waktu serta masa lalu. Poin penting dalam hidup ini aku melihat sejarah, serta menanyakan perkara apa kabar?"
(Author ***** POV)
Taehyung pergi lima belas menit setelah dua obrolan panjang melepaskan rasa rindu yang telah lama hilang. Tidak ada kata selain Min Yoongi dia ucap ketika kedua mata itu menemukan dirinya.
Bukan hanya sekedar mirip. Bagi Seokjin yang ada di depannya memang dia. Kakak yang lama pergi kini sudah pulang dengan membawa seseorang di punggungnya. Jungkook tahu kalau akan seperti ini ekspresi yang dibuat ketika Seokjin bertemu dengan Yoongi. Sama seperti dirinya yang memang pertama kali mengalami hal ini juga.
Kini dia melihat bagaimana Jungkook terlihat sangat dekat sampai kedua tangan itu meremat bagian bawah leher takut kehilangan sesuatu. Tampak sekali kalau Yoongi di mata Seokjin tidak pernah berubah sama sekali. Dia masih sama dalam perawakan dan hanya beda tinggi badannya saja. Untuk itulah dia menahan susah payah kedua air mata itu, padahal ketika bertemu dengan Taehyung menurut Seokjin sendiri air mata itu telah banyak hilang.
Buru-buru Seokjin ambil kesadaran diri lalu menginjak kaki melangkah mendekat ke arah seseorang tengah di gendong itu. Tatapan mata seorang Seokjin bertemu dengan Jungkook dalam perasaan campur aduk serta senang. Dokter itu hendak membantu, tapi Suga....
Dia malah menyingkirkan tubuhnya beberapa sentimeter dari jangkauan tangan seseorang yang mau menyentuh Jungkook di belakang punggungnya. Seokjin tampak sedikit aneh, dia mengira kalau itu bukan Yoongi. Tatapan akan perkataan bahwa dia tidak kenal Seokjin dan hanya menganggap seorang Seokjin adalah orang asing membuat tercekat akan kenyataan.
"Seokjin hyung..." Terdengar lembut dan merindu. Seokjin tampak mengenalnya, entah kenapa hal ini membuat Suga merasa iri atau cemburu tidak jelas. Yang dia rasakan ini adalah suatu perasaan aneh yang membuat ribuan pertanyaan muncul juga. 'Jungkook kenal orang itu?' ini yang membuat Seokjin antara yakin dan tidak untuk melepaskan seorang bocah kelinci dari gendongan di belakangnya.
"Jungkook, kau... Syukurlah kalau kau baik saja." Mau memeluk, tapi tidak mampu. Ada gelagat bingung serta aneh saat dia ingin melakukannya. Mata Yoongi menelisik ke arahnya, pemikiran aneh apa yang menganggap kalau pria di depannya adalah Yoongi dan Yoongi. Padahal Seokjin sempat berpikir kalau seseorang itu bisa saja sangat mirip dengannya di masa lalu. "Kau mengenal dia bocah?" Tampak kasar dan dia bicara dengan Jungkook dalam demikian.
Seokjin tidak pernah mendengar kata bocah lolos dari bibir Yoongi. Diam memperhatikan, mirip belum tentu sama dan itu merupakan opsi kedua pada pernyataan hatinya. Jungkook mengangguk pelan serta mengatakan dia ingin turun dari gendongan segera.
"Iya Yoongi Hyung, dia adalah kakakku, dia bekerja disini sebagai dokter...." Jungkook berkata lirih sambil memperhatikan sang kakak lamat-lamat sedikit takut.
Seokjin mendengar suara Jungkook bicara soal Yoongi. Apakah ini benar kalau seseorang yang dikatakan meninggal dan hilang ternyata hidup dan kini datang bak pahlawan membawa adiknya pulang ke perlindungannya?
"Jungkook apakah dia..."
"Tunggu dulu, jangan bilang kalau aku dianggap sebagai seseorang yang sama dengan apa yang dikatakan bocah ini?" Yoongi tidak ingin mendengar lanjutan ucapan Seokjin sekarang. Tatapannya mengatakan kalau dia tidak setuju sama sekali. Apa yang menjadi kendala dalam setiap orang selalu menganggap dia orang lain sama di pemikiran mereka. "Aku bukan Yoongi, namaku Suga. Suga itu gula artinya dan aku suka dengan namaku ini. Aku tidak kenal dengan Yoongi dan jika..." Sedikit diam sejenak guna mengambil nafas.
"Ada yang memanggilku demikian. Tolong jangan lakukan itu, aku sudah punya nama sendiri dan tolong hargai aku."
Suga meminta Jungkook untuk segera turun tapi dia turut membantu dalam hati-hati luar biasa. Tidak baginya untuk membalas apa yang tidak dia suka apalagi Jungkook masih sakit. Dia percaya kalau tugasnya mengantar pemuda itu selesai karena sudah ada sang ahli.
"Bukan begitu, maaf kalau kau tersinggung dengan apa yang aku katakan tapi.... Kau sangat mirip dengan seseorang yang kami kenal. Jungkook begitu karena dia terlalu menyayangi seseorang dan aku percaya jika orang itu adalah kau."
Seokjin awalnya menduga kalau semua pemikirannya benar. Masih percaya dan Jungkook menatapnya dengan penuh kepercayaan yang sangat besar. Tangan Jungkook menahan dirinya seolah dia tidak enak hati, Seokjin juga baru menyadarinya.
"Omong kosong, berapa kali aku harus mendengar ocehan sama. Aku sudah berulang kali bilang, tetap saja kalian tidak percaya. Suga adalah namaku Jungkook dia memang selalu mengatakan nama itu karena dia juga keras kepala kalau aku ajak dia katakan Suga untukku." Nada itu sedikit tidak suka sekaligus tak nyaman.
Kata-kata dimana Jungkook juga tahu kalau seseorang mulai tak nyaman. Padahal dia sempat memberikan perhatian terbaik beberapa menit tadi.
"Tapi aku-" Seokjin diam bukan tidak punya jawaban. Sekarang dia melihat ke arah Jungkook menggeleng pelan ke arahnya. "Tolong jangan berdebat, dia memang bukan orang kita kenal untuk sementara ini. Aku memanggil dia dengan nama yang aku yakini, meski dia tidak tahu." Jujur Jungkook walau ini membuat perasaannya sakit.
Apakah sang kakak juga bisa merasakan apa yang dia rasakan saat ini?
Sementara Suga belum sadar bahwa dia adalah sosok berarti bagi tiga orang menatap dirinya dan mengatakan nama Yoongi secara sama. Harusnya dia sudah sadar atau setidaknya ingat dan itu lebih baik.
"Kau memegang tanganku, membuatku merasakan gendongan seorang kakak. Terima kasih Yoon- Suga Hyung. Tanpa bantuanmu, aku tidak akan bisa kesini secara aman." Jungkook masih mengulas senyum setelah dia sempat mengatakan nama seseorang salah. Akibat buruk jika dia tidak meralatnya. Suga tampak tidak kesal seperti tadi. Melihat hal itu membuat Jungkook memegang erat lengan Seokjin menahan sesuatu yang berat dalam batinnya saat ini.
"Sama-sama, aku tidak perlu khawatir lagi jika kau sudah bersama dengannya," tunjuk nya pada Seokjin.
Jungkook tahu dia tidak punya hak untuk melarang lebih jauh lagi seseorang yang akan pergi. Suga itu bukan kakaknya selama ingatan itu dihapus oleh takdir sengaja.
"Hati-hati di jalan, aku titipkan salam pada mereka..." Yang dimaksud olehnya adalah tiga orang teman Suga. Tiga orang aneh tapi nyata, dalam sebuah hubungan persahabatan. "Iya, aku akan katakan itu pada mereka." Lambaian salam pada Jungkook, seolah ini adalah wacana terkahir bagi dia.
Jungkook merasa keberatan, masih dia tahan. Gejolak aneh ini membuat dia tidak mampu mengatakan, takut kalau dia tidak bisa bertemu dengan kakaknya lagi lantaran suatu hal tak dia inginkan. Dalam keadaan tak diketahui oleh si mata sipit, manik mata seorang adik menjatuhkan air mata lalu dihapus cepat sampai tak sadar. Sembab telah lahir kembali membawa suatu pedoman pada asa baru.
Kini masalah satu selesai, datang lagi sidang dari seseorang di depan matanya memperhatikan dirinya dengan sangat dalam. Seokjin adalah sosok tegas tak suka ada anak muda melawan dirinya. Dia galak jika menurutnya salah, Jungkook termasuk membuat kesalahan tak mampu mudah dimaafkan.
Seokjin menolak lupa akan hal ini dan sekarang.
"Jungkook, kau tak apa? Kenapa kau melakukan ini? Pergi dari rumah sakit tanpa mengatakan apapun. Apakah kau tidak tahu kalau kakak sangat khawatir padamu."
"Aku-"
Jungkook tahu dia salah, telah ambil keputusan sepihak. Kalau dia lakukan ini lagi bukan hanya dirinya saja terluka tapi juga kakaknya akan dipecat. Karena dianggap lalai dalam tugas menjaga seorang pasien yang habis mengalami masa kritis setelah operasi.
Kedua tangannya gugup dan bermain dalam perasaan naik turun seperti wahana permainan. "Aku tidak tahu apa yang aku lakukan tadi, tapi... Ketika aku pergi aku hanya mengingat kalau seseorang harus aku temui sebelum aku menyesal." Ucapnya pelan dalam keadaan kepala menunduk takut. Ada luka di bagian pipi dan leher, itu luka baru yang diketahui oleh Seokjin tapi tidak tahu ada dimana asal luka itu.
"Jungkook, apakah kau melakukan sebuah kesalahan sampai seseorang memukul dirimu. Apakah tadi dia, orang yang mirip dengan kakakmu telah melakukan kejahatan pada dirimu?" Seokjin tidak mau bertele-tele dia langsung memberikan satu kepentingan serius tanpa banyak bicara.
Gelengan Jungkook dalam kedua mata melotot serius. Tidak sama sekali, Suga tidak melakukan suatu kejahatan malahan dia adalah pahlawan yang sukses menolongnya. Jungkook ingin bercerita soal kejadian tadi, hanya saja dia sedikit canggung karena pembahasan ini membawa nama ibunya sebagai suatu bukti nyata.
"Mana mungkin dia akan melakukan hal itu. Suga Hyung, dia telah menolongku dan tidak menyakiti ku, sungguh..." Ucap Jungkook gemetar dan membuat dokter tampan itu ingin menelisik lebih jauh soal kebenarannya. "Apakah mungkin? Aku melihat dia sebagai sosok yang kasar, aku mungkin mengira kalau dia Yoongi tapi... Dia malah seperti preman. Katakan padaku sejujurnya, siapa yang melakukan kekerasan itu padamu?" Tanya Seokjin sedikit menekan. Dia baru saja mengalami hal berat dan sekarang dia melihat kenyataan lain.
Teori takdir ini sangatlah sempit dan membuat semua di dalam otaknya menjadi benang kusut.
"Iya, bukan dia. Dia menolongku dari seseorang yang hampir ingin menghabisi ku. Suga hyung seperti dia bilang, dia mengantarku sampai kesini dalam keadaan aman dan selamat."
Sejujurnya Jungkook membela seseorang yang telah menyelamatkannya. Menolong dirinya serta tidak terima jika Seokjin menggunakan hakim sendiri untuk mengatakan kalau kakaknya adalah kesalahan atas apa yang terjadi padanya sekarang ini.
"Kau tidak tahu kalau aku sebenarnya tidak suka dengan sikap dokter terhadap kakakku," ini yang akhirnya dia kata. Membuat Seokjin tercekat di tempat. Bukan lagi kakak tapi mengatakan kesan status yang disandang oleh Seokjin dalam kata tak akrab. Ini sangat menyakitkan hingga terasa sangat nyeri sampai ulu hati.
Jungkook tidak mau disentuh oleh siapapun sekarang. Kepalanya menggeleng menolak diganggu olehnya, meski jalannya tertatih tak satupun kata dia minta tolong padanya. "Jangan lakukan itu, aku baik saja. Kau juga melakukan kesalahan karena telah menuduh penolongku, padahal... Aku percaya kau tidak akan seperti itu pada orang lain." Mata Jungkook melihat dari sisi sana. Tidak ada lagi kata kepercayaan, membuat semua perasaannya hancur berantakan.
"Jungkook, bukan itu. Aku takut kalau kau terluka parah. Bahkan kau dibawa olehnya aku pikir dia..."
"....."
Tak ada jawaban. Jungkook sudah terlanjur kecewa. Tidak ada yang bisa mengerti akan dirinya. Benar kata Hae Soo, ibu yang selalu mengutuk dirinya. Dia tidak bisa mendapatkan kepercayaan atau kebahagiaan dalam setiap kesalahan dilakukan dirinya.
Jungkook memutuskan untuk berjalan sendiri masuk ke dalam kamar tertatih. Dia masih sanggup berjalan, dia masih bisa bergerak dalam usaha sendiri. Namun kedua air matanya jatuh dalam kesakitan.
Sesak dan kerongkongan ini sangat sulit untuk dia katakan satu patah atau dua patah katapun.
Tidak sama sekali, karena sudah terlanjur marah dan kesal. Dia berharap kalau suatu hari nanti dia bisa membuktikan kalau keyakinan soal dirinya mengenai Suga itu kakak dia cari adalah kebenaran final.
,
Kim Taehyung, juga segala seluk beluk dalam cerita semua hidup hingga masa sekarang. Tak dapat dipungkiri kalau dia mendapatkan apa yang dia inginkan meski belum sepenuhnya dia bahagia dengan satu keajaiban kecil ini.
Dia duduk di taman dalam sebuah kesendirian yang membuat dia harus berlinang dalam rasa sedih lebih lama. Kalau dia sendiri hidup dalam keadaan ini, kedua kaki dia gerakkan seolah bayangan di bawah kakinya turut andil menari sesuai keinginannya.
Taehyung tidak tahu kalau seseorang kini mendekat ke arahnya, dua orang berdandan aneh dengan rambut berantakan. Mereka dua kakak-adik yang mencoba mencari nafkah dalam cara tidak benar. Hidup dalam dunia keras membuat mereka tidak memikirkan salah atau benarnya dalam mereka mencari uang. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana cara untuk mereka mendapatkan makan untuk sekarang dan besok. Banyak orang tak ingin melihat potensi keduanya dalam melakukan suatu hal.
Taehyung lihat di depan matanya sudah ada dua bayangan memperhatikan dirinya sekarang. Tak ayal bagi dirinya bertanya dalam hati setelahnya mendongak ke atas melihat.
"Siapa kalian?" Pertanyaan dasar dan polos. Melihat keduanya saja Taehyung tidak merasakan takut atau gemetar dia hanya tahu kalau ada disini dia harus jaga sikap agar tidak ada orang jahat mengganggu dirinya. Malangnya pemikirannya ini suatu tidak beruntung hari ini. "Kalau kalian ingin mengganggu sebaiknya jangan. Aku tidak ingin lakukan apapun sekarang," toleh Taehyung ke sisi kanan. Kedua bibirnya mengatup rapat tak suka kepada mereka.
Ini terlalu cepat seribu tahun untuk dirinya bebas.
"Kami butuh uang, berikan semua uang milikmu. Kalau kau mau duduk disini dengan tenang dan juga aman tentunya." Ucap salah seorang, kaki kanannya menginjak tempat duduk ganas. Dia tidak mau menerima alasan apapun, uang adalah segala bagi seorang Woo Bin.
Adiknya, Dong Shik?
Tentu saja pemuda itu memaksa agar Taehyung bangun sesuai perintah. Kakaknya juga memasang wajah garang sembari mengacungkan pisau lipat kecil tapi bahaya di depan leher Taehyung. Tersenyum mengerikan seolah semua adalah sia-sia.
Karena Taehyung tampak sekali seseorang alot dan sulit menurut. Dia tidak suka akan hal itu. Sungguh tidak menyukai manusia keras kepala seperti pria di depannya itu. Dia memutar benda bahaya di depan Taehyung seolah mengundang rasa takut terkesan percuma itu.
"Jangan membuat kakakku kehilangan kesabaran. Kau tidak tahu kalau perbuatan mu ini akan membuat kakak bisa melakukan perbuatan buruk tak akan kau sukai."
Ini adalah ancaman. Sementara Taehyung melihat dalam praduga polos. "Tapi aku tidak punya uang. Aku saja kehabisan uang." Ungkapnya secara jujur.
Ada tawa disana dari kedua orang kurang kerjaan disana. Tatapan mata dari si sipit itu peka, ada bau-bau tengah memalak dan dia...
Mencoba untuk bertanya sendiri. Apakah ini aneh bagi dirinya? Prahara soal pemuda polos tak tahu apa-apa.
.......
TBC....
25/08/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro