Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Let's, Save Me ( Chapter 48 )

"Simpan tenaga mu untuk pertempuran selanjutnya, hak dibayar hak dan alasan dibayar juga alasan. Darah lebih kental dari air katanya,"


(Author ***** POV)

BRAAAAAKKK!

Tas, meja, juga beberapa peralatan mahal yang dibeli menggunakan uang Seokjin diam-diam. Jiyeon terpejam matanya sembari memeluk wanita di sampingnya, ibu Kim melihat pemuda kesetanan telah memporak-porandakan rumahnya tanpa ampun. Pemuda asing yang tak ada hubungan sama sekali dengan keluarganya. Semua yang baru telah luluh lantak secara sengaja. Serangan Taehyung, sukses membuat dia orang di depannya gemetar.

Jiyeon beberapa kali berteriak memekik menahan takut sembari memejamkan matanya kuat. Suara dimana dia tidak bisa mengontrol saat tangan Taehyung menjatuhkan salah satu oven listrik baru beberapa menit di dalam dapur sederhana ini. Tak adil! Menurut Taehyung semua ini tak adil! Sudah berapa banyak uang mereka habiskan, tenaga yang mereka simpan hingga adiknya pernah menjadi babu dalam rumah ini.

"Kalian pikir, aku tidak tahu?!"

Hentakan kuat juga nafas menyembur tak terarah. Bohong kalau Taehyung adalah pemuda sabar, kesabaran dia punya kali ini sudah berada diambang batas juga mau habis. Lihat seluruh ruangan ini karena tidak ada foto  Jungkook melainkan foto dua wanita jahanam juga Seokjin yang termasuk anggota baik bagi adiknya.

Mirisnya, dia harus melihat sisa keserakahan dua orang di dalam ini. Mereka yang serakah, sudah membuat masalah dengan menciptakan jalur dosa meski beda jurusan. Taehyung tersenyum sedih saat melihat kenyataan mengatakan kalau adiknya, tak pernah dianggap dalam kawasan ini. Lingkungan ini juga rumah ini. Padahal Seokjin selalu menjadikan adiknya utama melebihi hidupnya, walau pemikiran Taehyung menjadi egois penuh kebanggaan.

"Kau sungguh gila anak muda! Datang kesini dan rusuh, cepat tanggung jawab atas semua kerusakan yang kau buat!" Gertak wanita itu kuat. Ibunya Seokjin sampai membawa kemoceng untuk menyabet pantat Taehyung keras hingga panas.

Sang ayah merasa tidak enak hati melihat putra angkatnya demikian. Raut wajah tak nyaman hingga ucapan minta maaf pada para tetangga sekitar dia katakan lirih. Meski dia tahu kalau semua kekacauan ini tidak akan bisa berhenti begitu saja sebelum Taehyung mendapatkan kepuasan dari apa yang ingin dia dapatkan.

"Kalian berdua bajingan, aku harap kalian ada di neraka. Kenapa aku harus bertanggung jawab atas uang orang lain yang kalian pakai!" Bentaknya dengan suara lantang.

Tamak dan rakus adalah rumus mereka untuk bertahan hidup hingga Taehyung akhirnya mengatakan kalau dua bajingan itu tak pantas untuk menikmati sisa uang seseorang.

Taehyung berjongkok di atas meja setelah sukses melompatinya tanpa jatuh ataupun goyah. Perkara dia terlalu percaya diri itu memang benar. Hingga Jiyeon tak mengarahkan pandangan kecuali ke arah Taehyung yang langsung di tepuk pundaknya oleh ibunya Seokjin sendiri.

"Kau gila sudah membuat rumah ini berantakan, aku adukan dirimu pada pihak polisi, sialan!"

Kata kasar dibalas kata kasar. Begitu juga dengan Jiyeon yang memberikan tatapan kagum ke arah Taehyung. Tatapan yang berarti dia mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama pada pemuda itu. Walaupun pada kenyataannya ialah Jiyeon sendiri sangat membenci keberadaan Jungkook dalam rumah ini dan di dekat kakak sepupunya pastinya.

Entah kenapa kepahitan melanda di dalam diri Taehyung sekarang ini. Wajah kesalnya mendengus bersamaan hawa dirinya jengkel melihat kenyataan jika dua orang di depannya sudah mengabaikan tanggung jawab juga tugas yang sebenarnya menjadi amanah.

"Bodoh, aku tidak suka gadis pecundang dan boros seperti dirimu!"

Kata kasar itu lolos darinya. Dokter Jung tidak menyangka kalau putranya bisa menggunakan kata kasar dan dia belajar dari mana entah kapan.

Taehyung bisa membaca pikiran Jiyeon hingga gadis berambut cokelat panjang itu mundur beberapa langkah selanjutnya. Takut mendengar suara sentakan Taehyung sampai membuat dia ciut nyalinya. Kemana keberanian yang selama ini dia katakan kepada Seokjin soal membuang Jungkook ke tempat lain yang dia anggap sebagai ngengat pengganggu.

Kunang-kunang dalam ruangan ini saja mulai redup dan terbang pelan dalam ruangan di keadaan tak tenang, menjadi saksi menyaksikan manusia di depannya sedang berdebat masalah. Taehyung meniti setiap ruangan, suara hatinya pendengaran nalurinya. Mengatakan semua apa yang bisa dia ucapkan saat ini. Tepat sasaran saat kedua matanya melihat jam dinding menunjukkan waktu.

Waktu paling menyakitkan yang mungkin saja dirasakan adiknya selama beberapa tahun lamanya.

Biadab!

Tipikal mereka memang pantas masuk penjara dengan hukum berat!

Berharap kalau semua itu terjadi dalam sekejap mata akan sangat menyenangkan baginya memang. Taehyung ingin membongkar seluruh kebusukan yang dia tahu soal warisan sang adik yang mungkin bisa diambil. Seokjin mengatakan semua yang dia tahu soal Jungkook di masa saat kedua kakaknya sudah tidak ada dalam anggapan semu. Fakta menunjukkan kalau dirinya juga Yoongi masih hidup dan datang di kehidupan Jungkook saat dewasa.

"Kalian sudah mendobrak amarah seorang kakak. Kesabaran ini ada batasnya, berpikir kalau aku tertinggal jauh karena koma! Enyah saja kalian! Kembalikan hak Jungkook juga semua, tidak ada bagian atau sisa untuk kalian berdua!"

Taehyung mencoba membobol dalam perasaan dia masih wajar. Mengatakan hal ini memang memancing perang. Tidak ada kata dimana dia bisa memaafkan juga.

Jiyeon mengubah raut wajahnya, dirinya kembali seperti semula menjadi gadis pemberontak di depan ibunya Seokjin.

"Kau kemana saja bung! Kau mati sementara dan bangkit mengancam kami! Berapa banyak ibuku sudah memberikan segala fasilitas juga separuh uangnya untuk memberi makan pada adikmu itu! Katakan padaku, bagaimana kau bisa menghitung jumlah yang diberikan oleh ibuku! Katakan padaku Kim kurang ajar Taehyung!" Ucapan itu menyorot dengan tubuh yang ditahan oleh Hae Soo sendiri.

Jiyeon akan semakin merusak peralatan dapur saat dia mengamuk, Hae Soo beberapa kali mengucapkan kata lancang dan sabar. Dia tahu, kalau Taehyung bisa membuat petisi dan membuat dirinya masuk penjara dengan cara lebih menyeramkan dari sekedar oven yang sudah rusak.

"Kendalikan emosimu Jiyeon! Kau akan membuat situasi semakin sulit, kita harus menjadi korban teraniaya dan membuat alibi. Bukannya menambah masalah dengan sikap tak dewasa mu," bisik nya pelan dalam tatapan separuh dongkol.

"Ibu sudah gila! Maksudku.... Aku membelamu dan mengatakan separuh kebenaran yang aku buat agar pria kurang ajar itu tidak meremehkan kita!"

Sedikit mendorong Hae Soo, gadis keras kepala itu sama batunya dengan dia. Mendengus kesal dan wajah keduanya mendekat penuh amarah dalam tatapan emosional. Perasaan di dalam hatinya semakin dongkol, saat ini dia mengatakan kalau Taehyung hanya si pemuda lancang yang suka membuat kegaduhan dalam rumah.

"Bangun kau, ini adalah rumah kami. Bukan milik Jungkook atau milik orang lain! Lihat bagaimana kau bisa melihat keadaanmu, mau mati saja tidak bisa. Apalagi saat hidup, membuat ulah, bajingan memang!"

Taehyung tidak suka mendengarnya. Matanya semakin tajam, bagai kaca pecah yang ujungnya berbahaya. Mengkilap dalam kilatan penuh amarah. Saat ini Taehyung hanya bisa berkata kalau dia punya batas kesabaran untuk tidak membuat sakit seseorang.

Jiyeon tampak tidak ada celah kelemahan. Tapi, bukan berarti Taehyung akan diam saja bagai pemuda pengecut.

"Kau datang bagai setan, setelah tidur panjang kau menemui kami tanpa alasan dan berkata kami sudah memanfaatkan adik mu. Sadar dude! Adikmu adalah sebuah beban paling berat yang harus ditanggung oleh wanita di belakangku!"

"......."

"Kau dan Jungkook sama saja. Keparat dan sialan. Pembawa sial yang membuat mati kedua orang tua-"

Greb!

Mati atau hidup.

Mereka yang ada di sana menyaksikan seorang anak manusia mencoba mematahkan leher seorang gadis. Mungkin akan jadi peristiwa paling sadis jika sang ayah tidak turun tangan guna menghalanginya.

Jiyeon menghindar dalam ekspresi tak menentu juga. Nyatanya.... Itu semua hanya mimpi semu saat dia melihat kalau Taehyung tidak melakukan sebuah permainan singkat. Terget terkunci dan Taehyung juga enggan melepaskan kaitan emosi miliknya. Gadis di depannya bukan cinta pertama melainkan musuh pertama dalam hidupnya.

Kepuasan dalam setiap sikap Taehyung menandakan dia punya ambisi besar untuk menghabisi keluarga kecil ini.

"Sadarlah nak! Kau akan membuat seseorang terluka karena ulah mu!"

PLAAAKKK!

Dokter Jung dengan tamparan keras juga menyakitkan miliknya. Menyebabkan luka merah di pipi Taehyung selama ini. Sangat menyebalkan juga, terkejut memang. Hae Soo mendorong pemuda itu penuh tenaga sampai beberapa langkah Taehyung melepaskannya. "Bajingan sialan, aku akan membuat kau menyesal atas apa yang kau lakukan. Jiyeon kau tak apa?! Mundur, jangan bertatapan dengan pemuda itu, dia gila! Sungguh gila!" Katanya nyaris sampai suaranya mau habis.

"Uhukk! Uhukkk! Uhukkk!! Tenggorokan ku mulai sakit, akhh... Ibu, tolong aku. Dia akan membunuhku, sungguh menakutkan..." Ucapan itu makin lama makin pelan.

Tangan kanannya menopang kuat sampai tubuh itu tidak akan mungkin jatuh atau limbung. Tidak akan mungkin kalau dia akan oleng juga. Saat ini, Jiyeon ingin sekali m e n c o l o k mata Taehyung dengan garpu di dekatnya.

Biarkan saja kalau Taehyung mati sebagai bedebah sialan!

Jungkook akan menangis semakin menjadi meski dalam raungan itu saja hanya pemikiran gila seseorang semata.

,

Suga tak habis dan tak hentinya untuk bisa menahan kebiasaan buruknya saat ini. Satu bungkus rokok sudah ada di genggaman tangannya. Akan tetapi dia belum menikmati isinya karena di sampingnya seseorang memandang dirinya secara tak nyaman. Kedua manik mata itu sungguh tidak menyukai suatu keadaan dimana dia harus melihat asap nikotin keluar dari mulutnya. Jungkook akan mengomel selanjutnya, perkara saat dia harus membantu Jimin saja sudah menjadi bagian paling syok dalam hidupnya.

"Kau tidak menggunakan benda itu secara sengaja atau tidak? Apakah karena ada aku, sehingga Yoongi hyung menahan diri untuk semua ini?" Jungkook tidak bodoh juga tidak abai. Dia bukan seorang pemuda yang tega melihat kakaknya menahan pahit untuk itu.

Lidah tak akan bisa menolak jika memang ketagihan itu nyata adanya. Sudah ada banyak bagian dari potongan kecil kehidupan, Jungkook bisa maklum. Hidup di dunia keras ini membuat kedua kakaknya berubah secara tak terduga. Sekarang dia bisa apa selain harus menyaksikan semua ini, tertinggal jauh dari suatu keadaan yang mengharuskan dia hidup sebagai seorang adik baik tertata dalam ajaran Seokjin.

Sedikit beruntung juga bersyukur karena dia sendiri masih sama seperti saat dia kecil. Tak berkacak pinggang atau angkuh sehingga dia harus dibenci lebih banyak orang lagi. Sudah cukup dia mendapatkan hinaan dari seorang ibu angkat yang sudah mengasuh tapi tak akan menganggap keberadaannya.

Langit siang semakin panas saja, akan sangat bahagia kalau Jungkook mendapatkan satu cup ice cream dingin cokelat kesukaannya. Ya, setidaknya dia harus diam dalam kenyataan kalau kakaknya tak begitu peka.

"Tidak akan adil kalau aku diam saja tanpa memberikan sesuatu padamu, bukti bahwa kau sudah menjadi pahlawan bagi sahabatku," Suga tidak egois. Dia hanya sulit merangkai kata manis untuk bisa mendapatkan perhatian sang adik secara tenang.

Jungkook berhak mendapatkan pujiannya walau dia harus menghisap asap rokok sambil memeluknya. Gambaran dimana dia telah melakukannya dan membuat si pemuda kelinci itu memiliki dua pipi merah diantaranya. Ini bukan cerita pasangan sesama jenis, hubungan kakak adik seperti ini begitu lazim apalagi saat keduanya sudah lama tak saling bertemu satu sama lain.

"Lihat, betapa beruntungnya aku memilik kakak seperti anda. Aku senang, anda sudah menjadi lebih dewasa dengan aku yang sangat kecil dalam sekali peluk ini."

Oh... Jungkook ingin bermain sampai dia harus bicara sangat formal demikian. Yoongi menyapa adiknya diam diantara dua mata dingin miliknya. Sementara Jungkook membalas sapaan dalam hati dengan ucapan hai begitu dalam. Akankah sang adik juga mencoel hidung sang kakak secara langsung demi menyelamatkan dirinya dari tatapan mematikan seorang Suga?

"Kau tersenyum saat aku menatap penuh benci padamu? Semua orang yang melihatku demikian ini akan membuat mereka mundur beberapa langkah dan tak ingin mengenal diriku juga," ungkap perhatiannya tak akan pernah mati meski dia sudah menjadi seorang paling dewasa menurut Jungkook.

Jungkook begitu manja dalam anggukan penuh semangat tanpa niat untuk melepaskan pelukannya. Tak ayal kalau keduanya menjadi tontonan bodoh para pemakai jalan ibu kota sekitar. Apa peduli keduanya? Urusan mereka tetap urusan dan bukan lagi anggapan konyol soal mereka yang ingin tahu tentang keduanya. Suga juga tidak ingin membuat Jungkook semakin repot suatu hari nanti.

"Aku tahu... Kau sangat ingin mengomel setiap hari soal tingkah dan kelakukan ku? Aku tidak takut atas apa yang kau lakukan padaku, karena aku tahu kau sangat sayang pada adik kecilmu ini. Mana mungkin kakakku yang galak ini akan membuat adiknya menangis, tidak mungkin begitu..."

Jungkook abai, dia bahagia dalam ruang lingkup sederhana ini. Tawa absurd dia lontarkan bersama dengan senyum kapas manis milik Suga. Kalau waktu bisa diputar, andaikan keduanya tak bisa dipisahkan. Kemungkinan besar Jungkook akan semakin gesrek dalam pengawasan kedua kakaknya. Jungkook tipikal seseorang yang pintar belajar soal sesuatu tak pernah dia tahu.

Haruskah dia mengatakan kalau dia ingin tinggal dengan kakaknya, Suga juga Taehyung?

Itu adalah mimpi paling besar dan Jungkook tak akan minta lebih lagi. Jika bisa Seokjin masuk dalam kehidupan ketiganya sebagai kakak paling tua dalam rumah karena usianya.

"Oh tentu, aku akan membuat kau hidup dalam suasana militer jika tinggal dengan ku, Taehyung? Dia akan semakin mandiri dalam pengawasanku juga."

Suga sangat menyenangkan saat dia bercanda meski hasilnya tak akan bisa membuat siapapun tertawa juga.

Secara maksimal ingatannya juga belum sepenuhnya kembali, dia hanya ingin membuat senang Jungkook saja dengan ocehan yang menurut dia masuk akal. Tidak ada yang namanya perpisahan diantara dua saudara. Mereka yang disana menjadi pusat perhatian para alam semesta. Bagi Suga sendiri tawa Jungkook itu sangat berharga karena pemuda kelinci itu memiliki senyum kelinci yang mahal.

"Hahaha.... Aku akan menikmati waktu ini. Pasti bersama dengan dua kakakku, aku merasa bagai di dunia penuh surga."

Terbentang tangan penuh kesenangan diantara kepala mendongak kegirangan. Dia yakin dan merasa sangat yakin kalau keputusan untuk segera pindah saja membuat suasana hatinya penuh bunga. Tak ayal kalau dia menjadi si bungsu tersayang dalam keluarga.

Suga tak menyangka kalau tumbuh dewasa itu merepotkan sekaligus tidak terlalu menyenangkan.

"Menyebalkan kalau aku harus mengurus dirimu setiap hari, kau kelinci gembul yang sangat nakal. Benar bukan?"

Lebih menggemaskan ketika pipi kanan Jungkook ditarik kecil dalam keadaan pemuda kelinci itu punya senyum paling manis.

........

TBC....

Paling menyenangkan kalau aku bisa selesaikan chapter ini. Semoga kalian merasa terhibur dengan apa yang aku tulis penuh cinta ini.

Tetap semangat dimanapun kalian berada, gomawo and saranghae...

#ell

15/02/2022



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro