Kim Jungkook (Chapter 34)
"Jiwa memberontak yang aku punya tidak memberikan kesempatan bagiku untuk bisa lepas. Kenangan masa lalu hilang ku pinta agar segera pulang. Aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk bisa dekat dengannya, keluargaku lagi...."
(Author ***** POV)
Terasa mual sampai lambung itu terasa kosong. Dia muntah kan semua isinya sampai melompong. Udara mendapatkan kesempatan sama untuk memenuhi ruang lambungnya, kenyang dalam keadaan dimana setiap orang tidak inginkan lagi itu. Makanan seolah tidak ada guna apalagi daya. Tiada bisa menolak sakit kalau memang itu peleburan dosa.
"Arghhhh! Sakit, kepalaku sakit arghhhh!" Tertekan bukan main, dia muntah setelahnya. Tidak bisa dipungkiri kalau semua ini sangat tubi-tubi menyerang dirinya begitu parah. Patah arang semangatnya tanpa kesempatan bahwa ia manusia biasa menjadi sehat bagaikan dulu lagi. Lemah dan lemas menahan pegal di bagian tubuhnya. Kepala mendongak ke atas memejamkan mata sejenak bersama cahaya lampu di atas kamar mandi di atas kepalanya. "Aarghhhhh! Sakit, kepalaku sakit. Tolong aku hikkksss... Arghhhh!" Geraman itu menguat dari kerongkongannya. Kesakitan ketika kepala yang menjadi penuh beban itu terasa sangat pening semakin merajalela.
"Hikkkss... Kepalaku sakit, tolong aku. Kepalaku sakit arghhhh!" Gigitan tepat di bawah bibirnya menjadi pendongkrak bagi dirinya untuk terus merasakan bahwa dia tidak kuasa lagi menahan gejala ini. Pusing kepalanya makin menjadi dan membentang harapan jauh akan hidupnya. Seseorang masuk ketika tanpa sengaja mendengar suara sakitnya mungkin, Suga dia tidak mampu menahan gejolak itu sampai menangis. Malu kalau seorang pria menangis, tetapi dia masih berusaha kuat tanpa batas.
Penahan dan dobrakan yang biasa dia kuatkan lumpuh juga beberapa detik kemudian. Kedua tangan Suga terlatih kuat mulai melakukan pemberontakan untuk memukul bagian kepalanya. Sakit tak berdarah, dia mendapatkan keinginan supaya rasa ini berakhir sudah. Air mata terus jatuh serta pandangan mata menabur kemana-mana dalam putaran cepat. Kedua air mata minta ampun juga takut mati di hadapan Tuhan akibat rasa sakit menjadi.
"Sakit arghhhh... Sakit sekali, kenapa kepalaku sakit sekali arghhhh! Hikkkss... hikkkss..." Ronta Suga makin kuat sampai kedua kakinya bergerak bebas menendang apapun sampai salah satu ember di dekatnya saja jatuh tanpa dia tahu.
Ketidaksengajaan ini membuat ketakutan serta heboh luar biasa. Membuat seorang Taehyung langsung memeluk penuh air mata juga. "Hyung! Kau kenapa?! Apa yang terjadi padamu, mana yang sakit. Apa yang membuatmu sakit?! Hyung! Kumohon bertahan oke, jangan begini hikkks... Kumohon bertahan kakak!" Ucap Taehyung ikut dalam tangis juga, dimana kedua tangannya lantas memeluk semakin erat kakaknya. Keinginan dimana dia bisa melakukan hal ini memang ada. Hanya saja dia tidak suka kalau Tuhan membuat kakaknya sakit saja.
Kedatangan sang adik membawa dia dalam keberuntungan. Entah takdir inginkan apa untuknya. Yang jelas saat ini dia semakin merasa sakit setelah Kim Taehyung memeluk dirinya, rasa sakit itu membuat kepalanya tidak mampu bertahan dalam kesadaran. Itulah kenapa Suga bahkan mendongak ke atas dalam keadaan menahan nafas.
"Suga Hyung hikkssss... hikksss... Suga Hyung, kumohon buka matamu. Hey, kau baik kan? Jangan begitu, jangan buat aku takut. Aku mohon buka mata Suga Hyung..." Taehyung inginnya memanggil nama sang kakak yang asli. Cuma dia menjaga janji serta persepsi seseorang di depannya. Apalagi dia merasa yakin kalau dia memanggil namanya sekarang mungkin saja panggilannya akan di dengar dan membuat kelopak mata itu terbuka supaya terjaga kesadarannya.
Tepukan pelan di kedua pipi mencoba membangunkan dirinya. Harusnya Suga mengalami semangat seperti biasa. Taehyung tidak tega, ia yang menjadi anak kedua bagi orang tuanya ini saja menangis. Keadaan sang kakak sangat buruk diantara tubuh menggigil dan kedua mata terpejam masih tak sadarkan dirinya itu.
Melihat ke luar, tidak ada orang lain. Dia harus melakukan atau tidak sama sekali. Menjadi sebuah penyesalan saja semua itu sangat memburuk.
"AYAH TOLONG AKU, AYAHHHHH!"
Suara lengkingan keras itu pasti bisa di dengar olehnya. Seorang dokter yang usianya tidak muda lagi. Dalam sekejap dia menjatuhkan gelas kaca di tangannya. Membuat seorang suster langsung menoleh kebawah kaget.
"Dokter? Kenapa, apa yang terjadi pada anda?" Suster itu langsung membersihkan pecahan kaca itu supaya tidak melukai kaki siapapun yang lewat disini. "Dokter anda tidak apa? Apakah anda sakit?"
Masih diabaikan dan belum menemukan jawaban. Pria itu masih diam mencoba mendengar asal suara
"AYAHHHH TOLONG AKU, SIAPAPUN TOLONG AKU. TOLONG AKU DISINI ADA YANG PINGSAN, AYAHHHH!"
"TAEHYUNG?"
Sang ayah juga ikut berteriak panik. Ini tidak salah, ini suara anaknya. Kedua kaki melangkah sampai membuat kulit telapak kakinya terluka. Darah keluar dari sana dan menimbulkan noda merah di atas lantai. Membuat lantai menjadi kotor.
"Dokter kaki anda!"
Suster itu mendekat hati-hati, pria itu ambruk ke depan ketika kakinya tidak bisa menahan sakit. Luka itu cukup dalam, suara Taehyung menggema sampai seseorang mendengarnya. Dokter lain kebetulan lewat membawa berkas sebelum masa istirahatnya. Pantopel para suster juga ikut mendekat, keinginan supaya orang yang meminta bantuan segera datang. "Tolong putraku Taehyung, aku mendengar dia berteriak keras meminta tolong. Cepat, tolong anakku!" Antara kesal dan marah. Suara langkah kaki itu, Taehyung menangis meraung menjadi dan buah ketakutan seorang adik besar meliputi jiwa dan raganya.
"Baik, dokter segera obati luka di telapak kakimu. Nanti kau akan infeksi, kita akan membantu putra anda. Segera siapkan ruangan!"
Dia masih muda potensinya tidak sebesar dimiliki oleh Taehyung. Akan tetapi, bibirnya pandai merayu dalam cara bicara pandai. Kalau menjadi seorang penjilat tentulah dia bisa dan mampu melakukannya.
"Taehyung anakku, tenang saja bantuan akan datang. Taehyung dengarkan appa, kau akan baik saja putraku. Kau akan baik saja...."
Dengungan kata sang ayah menjadi sorotan. Saat Taehyung mendengarnya air mata itu masih belum mau berhenti. Entah kenapa semua itu terasa sangat sulit baginya, batinnya sulit mendapatkan prioritas. Sulit untuk mendapatkan jawaban atas segala doanya. Kalau ingatan sang kakak akan menjadi siksa menyakitkan begini....
Bagaimana bisa dia bernafas dengan benar?
"Tuhan? Kenapa kau melakukan siksa ini? Padaku, yang kakakku rasakan justru malah membuat ku merasa tersiksa semakin parah. Katakan padaku, apa salahku?"
Hari ini semakin buruk saat Taehyung malah menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan yang sebenarnya tidak ada kaitan dengannya. Kalau memang Tuhan jahat, tidak akan mungkin bagi dirinya mempertemukan tiga saudara agar menjadi satu dalam kelompok keluarga.
Suga mengalami rasa sakit, harusnya ia sendiri yang menanggung sakit itu karena telah terbiasa atas semua. Taehyung telah melewati batas dimana dia pernah hidup hampir mati dalam jangka beberapa tahun lamanya. Seorang dokter datang, melihat kejadian ini. Suara menggema dimana dia juga panik.
"Astaga, cepat kesini bawa dia ke ruang gawat darurat!" seru dokter itu kuat.
Ruangan gawat darurat, tempat dimana Jungkook juga ada disana. Dirawat di dalam sana, kalau dia melihat keadaan Suga. Apakah dia juga sama hancur dengan dirinya ini? Saat mata tidak bisa membohongi pendapat. Keinginan untuk melarang agar Jungkook tidak tahu semakin kuat. Kalau tidak salah, adiknya pasti menangis secara berlebih sampai kedua matanya sembab.
,
Hae Soo, mengambil banyak sekali ayam untuk mengisi kulkasnya. Jiyeon tengah sibuk melihat situs belanja online melihat sepatu mahal yang dia lirik sejak kemarin. Pandangan matanya terhipnotis dengan benda berwarna merah muda. "Wah, harganya mahal. Aku malah tidak bisa membeli karena uangku menipis. Emmm... Apakah mungkin ibu Hae Soo mau memberikan aku uang sedikit saja agar bisa membeli sepatu ini?" Inginnya menunjukkan bagaimana dia berusaha keras demi mendapatkan uang. Mana mungkin dia akan mau menjadi babu.
Tapi, tangan seorang wanita mengacuhkan harapannya. Harapan dimana dia tidak bisa lagi menggapai seperti dulu begitu mudah. Gadis muda ini malah sengaja dijadikan babu supaya mengirit pengeluaran. Selama dia tidak menjadi gembel, keselamatan dan keselarasan hidupnya terjamin dalam naungan seseorang. Kim Seokjin itu banyak uang.
Dia memiliki pekerjaan penuh. "Uang kakak itu banyak, saat ada kesempatan aku bisa meminta pada bibi. Alangkah baiknya kalau aku menemukan jalur baru. Cara lain, tidak ada alasan lagi kalau aku harus melakukan semua ini." Bergumam senang saat dia melihat keadaan sekitar. Sangat jauh dari kemiskinan, ada beberapa banyak alasan dalam hidupnya untuk melakukan semua yang dia inginkan ini.
"Bawa juga wortelnya, bawa juga semua sayuran itu. Jangan pernah mengabaikan keinginan orang tua nak, kalau kau tidak mau hidup sengsara selamanya," ucapnya ngamuk disana. Pandangan para pengunjung mengatakan gemerisik, membuat mereka terganggu saja. "Iya, iya... Aiisshhh... Harusnya diangkat pembantu baru dan bukannya aku. Bagaimana lagi, aku juga tidak bisa meninggalkan rumah ini serta segalanya..." Kedua mata bergerak malas. Masa bodoh akan semua ini.
Jika dia menjadi wanita tua. Saat waktu menjadi abai bagi mereka, dimana semua pahala yang dikumpulkan untuk menjadi timbangan setelah mereka mati. "Kenapa aku merasa menyesal begini? Padahal aku sudah sangat senang saat akan mendapatkan sepeda baru," ujarnya kecewa. Kedua tangan penuh kukunya yang cantik bisa saja patah. Dalam perjalanan ke tempat lain saja wajahnya mendadak lesu, lelah dan lunglai. "Kau tidak bisa membuatku menunggu lebih lama, apakah kau tidak punya telinga dan mendengar semua ini dengan sangat baik huh?!"
Lihatlah betapa dia sangat sombong sampai memainkan jarinya di telinga. Menganggap Jiyeon bagaikan gadis tuli tanpa kemampuan. "Jangan lakukan itu, ibu sangat keterlaluan. Ku bisa memanggil anda dengan sebutan bibi kalau aku mau!" Gertaknya sangat keras sampai suara itu melengking disana.
Hae Soo salah mengadopsi anak seperti dirinya. Ketika Jungkook sakit dia malah di dera kesibukan besar membuat dia bekerja keras ekstra. "Aku tidak ingin menggaji mu. Kau jangan buat aku kesal, anak tidak berguna akan semakin jahat kalau kau lakukan dosa padaku. Jiyeon jangan durhaka!"
Seruan itu. Tatapan mata seseorang mengharap tidak mungkin akan sesuatu. Dia pria dengan pakaian hitam serta topi bak koboi musim gurun datang. Bukan pertapa dari gua atau sahabat lama. Saat dia melihat wajah seorang wanita tak asing, dia langsung merujuk pada satu hal.
"Tetangga, bukankah dia seseorang dekat dengan tuan besar? Apakah aku harus bertanya padanya?"
Kalau dia sampai meragu, kehilangan wasiat yang telah dituju. Rasa tanggung jawab datang padanya malah akan menghilang. Tuntutan hukum serta denda negara tidak akan bisa dia biarkan begitu saja.
Datang mendekat lalu menghalangi jalan Hae Soo untuk pulang. Pemilik mata ini bukan seorang pria kurang ajar atau pria teroris ingin menghancurkan separuh kota. Ia hanya seorang pengacara di bayar dan mendapatkan tugas sampai tuntas. Saat kedua sesama ujung sepatu itu mengetuk melawan bayangan di bawah lantai, kepala mendongak ke atas dalam tanda tanya besar jawab besar.
"Siapa?"
Jiyeon merasa gugup. Dia takut kalau pria berbadan tinggi dalam lengkungan jas modern itu seorang penipu ulung. Bukan gadungan atau pihak situs bodong yang menawarkan transaksi besar dengan membuat bunga bank menjerit. Hae Soo ingin lupakan pertanyaan itu dan mencoba melewatinya dalam muka masam.
"Tinggal sebentar disini, saya ingin bicara dengan anda sebentar saja. Kumohon jangan pergi," ucapnya tenang dan wajahnya cukup santai.
Hae Soo diam saja dan ini semua terdengar bagai permohonan pria jarang dia dapatkan. Apakah dia salah mengira? Sepertinya tidak manakala dia bisa melakukan semua dalam satu jentikan jari saja. "Baiklah, aku harap kau bukan orang jahat yang melakukan situs bodong di daerah terdekat. Aku tidak suka dengan penipu berbadan besar seperti anda," lanjutnya dalam tangan jahil membenarkan topi itu.
Alasan dia melakukan itu, ialah karena dia bisa mengulum senyum bangga. Masyarakat biasa seperti dirinya salah satu contoh orang bebas yang siap melakukan apapun. Demi mendapatkan keuntungan semata dia bisa berubah sementara.
"Lihat ini, aku akan menunjukkan bagaimana bisa seorang penipu seperti dirinya menyerah. Dia pikir aku wanita bodoh yang bisa dia tipu?"
Pertanyaannya, apakah semua ini benar? Maksud dari segala ucapan adalah, dimana Jiyeon menganggap kalau wanita di depannya adalah pengecut di belakang kata berani. Dia paling takut dengan sorot mata anaknya yang marah seperti tadi pagi.
"Ibu seharusnya tidak mengatakan begitu. Kalau ibu merasa benar, harusnya ibu juga berani menghadapi mata tajam Seokjin oppa," jelasnya begitu menohok hati.
Keparat!
Jiyeon telah menjadi wanita pembius harga dirinya. Mati langkah dalam satu waktu. Alasan dimana dia tidak bisa mendapatkan segala dalam rencana susah.
"Kau mengatakan begitu? Aku potong uang jajan mu!"
Benar, untuk cara membalas anak muda lakukan langsung pada kelemahan mereka. Uang adalah segala dari atas segalanya. Tanpa uang juga manusia tidaklah hidup dengan benar. Tapi manusia juga bisa hidup gila jika membutuhkan uang.
Saat seorang pria tanpa mereka kenal menunjukkan selembar kertas tepat di hadapan mereka. Kedua bola mata itu melotot dari sana. Prioritas dan prinsip mereka seolah jungkir balik atas apa yang disaksikan kali ini. Bukan mereka yang dicari olehnya, bukan seorang pembohong dalam situ bodong atau judi online di internet.
Ketika Hae Soo tidak percaya dengan apa yang dilihat, buah dari tidak percayanya membuat dia mendapatkan tekanan lebih dalam.
"Aku datang kesini untuk mencari tuan Jungkook. Anak ketiga dari tuan saya, bahkan ini adalah surat kuasa warisan. Harus dua orang yang tanda tangan di atas kertas ini. Mereka menjadi wali warisan yang bisa membuat surat warisan ini sah. Kekayaan yang diwariskan pada anak bungsu adalah 10 miliar."
Harga tak bisa dikata. Kalau uang cash sebanyak itu bakal memenuhi rumah juga. Seokjin bekerja di rumah sakit belum tentu mendapatkan uang begitu banyak selama tiga tahun. Uang bisa menjadi sejahtera bagi masyarakat.
Ketika mendengar hal itu membuat Hae Soo mendadak pusing dan jatuh pingsan.
"YAAAAKKK! Bibi kenapa kau malah pingsan?! Bibi dengarkan aku, apa yang terjadi! Bibi?!"
Bodohnya lagi yang pingsan adalah orang lain dan bukannya pihak penerima warisan. Jungkook rupanya anak miliader yang telah memiliki tabungan banyak dari orang tua.
Jiyeon bisa pastikan kalau dia bisa membeli semua dia inginkan dengan uang itu.
Haruskah dia menjadi wali dalam wasiat itu juga? Masih ada tiga kolom kosong disana.
Jika dilihat dengan seksama, bisa saja dua wali yang akan ikut menikmati warisan Jungkook adalah dua kakaknya. Saat tiga saudara itu bergabung, maka apa yang diharapkan oleh orang tua mereka terwujud.
Warisan itu harus dibagi rata untuk ketiganya. Sudah menjadi hak mereka. Kalau Hae Soo dan Jiyeon sampai menandatangani surat wasiat itu, maka habis sudah apa yang menjadi mimpi kedua orang tua Jungkook.
"Paman, bisakah kami menjadi wali untuk Jungkook dalam warisan ini?"
.............
TBC...
Hai semua aku senang bisa updete cerita ini dengan lancar jaya. Aku bisa menikmati waktuku dengan santai, walau aku juga pusing mikir cari kerja selingan selama aku libur pandemi.
Hehehehe...
Semoga kalian sehat selalu, tetap jaga kesehatan dimana pun kalian berada.
Gomawo and saranghae ❤️
#ell
14/09/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro