It's okay (28)
"Min Yoongi adalah kakakku, aku anak kedua adalah aku. Kim Jungkook adalah adikku, lalu apakah kami bisa bersama kembali?"
(Author **** POV)
Taehyung mendongak ke atas dalam tatapan mata penuh jerih payah. Tidak tahu kalau marabahaya ada di depan matanya karena dua orang kakak-adik mencoba untuk memalak dirinya. Kedua orang tak akur tanpa pengawalan anak buah di belakangnya. Mereka yang disana merupakan dua orang pengangguran dan pengganggu.
"Bisakah kalian diam? Jangan buat alasan lain saat aku tidak mau menghajar muka brengsek kalian!" Ungkap Yoongi sewajarnya dalan bahasanya. Bahasa dimana dia menurut dalam hati adalah hal biasa. Datang bagai seorang pahlawan guna adiknya dan musuh bagi dua orang paling menjengkelkan di dunia.
Dong Shik si adik yang melepaskan cekalan tangannya dari kerah leher Taehyung. Sekarang giliran Woo Bin memberikan senyuman menantang tapi....
Suga, dia datang. Membawa parang tongkat kayu di tangan kanannya. Kedua mata menatap tajam tidak suka sekaligus meremehkan dua orang pemuda itu. "Fasik, kalian berdua tidak ada bedanya dengan dua iblis yang suka mengganggu manusia lain. Dasar!" Acungan tongkat ke arah dagu si tampan pengecut baginya. Bagi Suga, Woo Bin tidak ada bedanya dengan seekor anak kambing yang bingung mencari ibunya.
"Lakukan apa yang kau mau, aku harap kau bisa sadar setelah tahu kalau kau ikut campur terlalu banyak," tahan emosi dalam menelan ludah susah payah. Taehyung dia pindah tangan akan seseorang yang berusaha untuk mengancam supaya cepat mendapatkan uang. "Sudah aku bilang kalau aku tidak ada uang, dompet saja aku tidak punya."
Suga melihat ke belakang sana. Taehyung dalam segala ketakutan, dia merasa kalau pemuda itu bukan urusannya. Akan tetapi hatinya malah sakit ketika melihat pemuda itu menjadi badut pecundang.
Sekarang ini dia butuh permen karet bukan kepalan tangan guna menghajar semua orang sampai kalap serta babak belur membiru sudah.
"Lepaskan dia, kau bisa saja memalak dia. Pecundang bodoh seperti dirimu mana bisa paham akan sebuah hati, lakukan atau aku akan membuat kau masuk rumah sakit karena patah tulang di bagian dada depan."
Suga menjilat bibirnya yang kering. Wajah keberanian ini akan menjadi salah satu corak khas si mata sipit itu. Suga yang manis tidak pantas melakukan kekerasan dia yang manis bisa lebih Badas dalam menyiksa. Ini bukan suatu perkara mudah diselesaikan secara gampang.
Suga mengangkat tongkatnya membenturkan kayunya pada tiang besi pada sebuah tempat di pinggir jalan. Suara gema dari tiang besi itu menjadi musik sendiri bagi Suga, melihat hal itu juga membuat suasana sedikit tegang. Taehyung ingin lepas dari cekalan tangan si pemalak, saat ada kesempatan seluas lapangan maka dia lihat lengan tangan itu hingga menggigit keras.
Membuat suara rontaan kesakitan seseorang menggelegar di sana. Ternyata itu Dong Shik yang begitu payah menjaga seseorang sampai sumpah serapah sang kakak diucapkan dalam kata penuh penekanan. "Kenapa kau bodoh sekali, kau ini lebih bajingan sialan!" Bagaikan mantra yang selalu saja setiap hari ada. Dimana sang adik seperti menahan kedua telinganya keras. Dirinya adalah tipe seseorang yang tidak suka akan umpatan ke arah wajahnya.
Taehyung yang pintar sukses lolos dan berlari. Membuat Woo Bin melihat teledor adiknya membawa petaka baru dan kegagalan begitu hakiki.
"Tuhan, kakakku memang kurang ajar. Aku tidak tahan tapi bagaimana nanti aku akan hidup," gumam sendiri dalam ratapan pilu tak jelas. "Kakak jangan salahkan aku, dia memang awww... Sialan, tanganku malah jadi ngilu begini!" Sentak keras pada dia. Sang kakak yang keras hingga suaranya melengking, melupakan Suga yang beberapa kali melihat ke belakang saat ada Taehyung. Bagaikan dirinya adalah benteng kuat dan besar yang bisa memberikan perlindungan besar bagi satu orang begitu polos.
Taehyung masih tidak tahu, kenapa dia bisa langsung kesini tanpa aba-aba juga ijin. Seolah dia bebas untuk membuat seorang Suga kebingungan.
"Bisakah kau tidak tampak bodoh dengan muka melas mu. Disini aku tengah menolong dirimu, anehnya kenapa mereka memalak dirimu jika tampang mu saja tidak ada bedanya dengan pengemis." Suga mengatakan hal itu dalam cara sedikit sadis. Tidak ada baginya untuk mundur atau meninggalkan Taehyung. Syukur saja bagi Taehyung, dia masih bisa selamat hingga kemungkinan besar kebebasan dalam dirinya ada beberapa persen peluang. "Tolong aku, suatu hari nanti aku akan balas kebaikan dirimu atas aku." Pinta memelas itu membuat seorang Suga menelan ludahnya sembari mengatakan kata oke dalam lirih.
Kedua matanya melihat lagi si kedua kunyuk sialan disana. Akan lebih menyenangkan kalau dia bisa menghajar mereka tak punya hati itu, si miskin yang ditindas oleh kedua orang itu tidak akan bisa diberi kata maaf. Senjata di tangannya sudah gatal ingin membuat bercak darah dalam luka yang lebar. "Kalian tidak seharusnya melakukan ini, saat aku tahu kalau aku punya alasan untuk bertemu datang kesini."
Suga memberikan mata tajamnya ke arah sana. Kedua orang yang menurutnya adalah hal kebodohan.
"Jangan ikut campur, sialan! Sudah cukup kau membuat kami berdua buntung. Kau pembawa sial dalam kawasan kami berdua."
Suga lucu mendengar apa yang dikatakan Woo Bin. Begitu lucunya sampai hidungnya kembang kempis dan dirinya mendongak ke atas dalam tatapan entah. Sulit sekali dia jabarkan, karena pada dasarnya setiap manusia punya banyak sekali sifat. "Kau bilang aku pembawa kesialan bagimu, kau tidak sadar kalau kalian memang lebih sialan dariku. Bangga sekali kau katakan itu tapi tidak sadar betapa buruk rupanya tabiat kalian, para bajingan."
Taehyung mendongak dan tercekat sedikit jika dia memang mendengar kata baru tak pantas atau lebih tepatnya seorang manusia yang nekat mengatakan kosa kasar tersebut.
Suga tahu kalau dia tengah diperhatikan, itulah kenapa dia sedikit salah tingkah serta mengatakan kalau dia menunjukkan sisi lain agar sikap mereka mudah di sepelekan lagi. "Kau kenapa melihatku begitu?" Tanyanya sedikit sarkatik dan dingin, Taehyung menggeleng lalu memasukkan kembali kepalanya di balik punggung itu.
Sepertinya dia salah telah melihat Suga yang demikian begini. Sudah sepantasnya dia diam, karena sudah dibela. "Maaf kau bisa lanjutkan lagi," tanpa ada kata lupa. Taehyung berdoa dalam hati semoga semua baik saja tanpa ada kekerasan walau besar kemungkinan presentasi harapannya akan dijawab. Suga inginkan hari tak menyenangkan ini segera berakhir.
Ada tanggung jawab yang harus dia pertahankan untuk seseorang tanpa dia kenal ini. Taehyung, dia hanya diam melihat dalam sebuah kekaguman dan rasa penuh penasaran akan siapa dan sosok apa Suga itu.
"SUGA, AKU TIDAK SUKA KAU MELAKUKAN PEKERJAAN MENGGANGGUKU! SIALAN KAU, AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU KALI INI YAAAAKKKK!" Suara lantang dalam oktaf keras. Dimana dia menentang pemuda di depannya untuk mengganggunya. Kini dia bisa memahami apa arti dari sebuah kebencian sesungguhnya.
Seorang kakak yang marah, begitu juga kakak lainnya hingga tangan itu mencengkram kuat kayu besar itu erat. "Kau kira aku takut?! Aku akan tunjukan siapa diriku sesungguhnya sialan!" Suga dengan emosinya. Taehyung mengerat tanpa sadar di kaus belakang si pemuda sipit itu.
"Jangan..." Lirih seperti tanpa suara. Tatapan mata seolah meminta jangan dan tidak bisa dilakukan lagi.
Suga tidak mendengar, dia sudah emosi atas sikap seorang pengecut sok berani seperti pria itu.
"Bajingan!"
"Kau yang bajingan!"
Genderang pertengkaran di antara keduanya segera tiba.
,
Jungkook tidak sendiri, duduk disini menikmati hari sepi. Tiada pertengkaran selama ini, dia tidak pernah kehilangan harapan. Sekarang dia bagaikan cacing lemas tak punya mimpi sama sekali. Terik ini bukan sembarang terik, akan tetapi membawa berita baru bagi dirinya akan suatu kebenaran yang sangat pasti.
Jungkook membawa gelang di pergelangan tangannya. Gelang warna cokelat tua, dimana benda ini menjadi hadiah pertama dari seorang pahlawan baginya serta selamanya. Tersenyum tipis dalam permainan jari.
"Maafkan aku, kurasa semua ini semakin runyam sejak aku sadar."
Merasa bersalah dan itu salah, rupanya semua semakin tidak baik bahwa apa yang dikatakan Hae Soo dirinya serta nasibnya itu benar. Tidak ada yang inginkan Jungkook di dunia kalau dia saja sudah sangat merepotkan orang lain. Mungkin Seokjin akan marah jika dia mendengar semua ini. Buktinya dia datang membawa salah satu makanan kesukaan Jungkook. Pandangan mata serta raut wajah menyesal lahir disana dimana kantung matanya hitam bagian bawah lantaran terlalu banyak dia bergerak tanpa istirahat.
Tidak salah, yang salah adalah kenapa fisik manusia sering dipaksakan untuk melakukan semuanya sendiri. Kim Seokjin dia merasa kalau apa yang dia lakukan salah, harusnya dia akui walau Jungkook bisa saja telah memaafkan kesalahannya itu. Tidak sopan dan menuduh merupakan hal tidak disukai oleh adiknya memang.
"Bisakah aku duduk di sini juga?"
Pinta Seokjin, membuat si pemuda kelinci itu melihat ke arahnya. Begitu tahu kalau sang kakak datang, dia langsung mengangguk tanpa ada jawaban. Setidaknya kakaknya sopan mengatakan permisi dalam arti lain.
"Hyung ingin mengajakmu makan bersama, aku sudah membeli makanan kesukaanku begitu juga kesukaanmu, Saeng."
Entah kenapa kemarahan seseorang akan luntur begitu melihat senyuman kakaknya. Jungkook mana mungkin bisa marah dalam jangka lama, ini bukan dirinya. Mungkin Suga bisa melakukannya, dia tidak akan mampu. Jungkook tidak mampu ikuti prinsip seseorang yang telah menolongnya.
"Kakak kesini bukan untuk sekedar makan malam saja bukan?" Jungkook melihat ada kue cokelat lembut disana. Ini bukan khayalan bodoh saja, kakaknya memang takut kalau dia marah begitu lama. Benar-benar mirip dengan Yoongi dan Taehyung, kakaknya. Mungkin karena inilah Jungkook bisa tertawa dalam hati. Tingkah kakaknya lebih lucu ketimbang badut di lampu jalan.
"Katakan saja kalau kau ingin membuatku tidak marah lagi padamu, bukankah begitu?"
Ini pertanyaan ataukah gurauan saja? Manakala semua ini menjadi satu-satunya hari sebuah perbaikan. Memperbaiki diri sendiri serta lainnya. Tempat dimana kau bisa pulang dalam sesungguhnya jika memang satu keluarga saja yang tulus menunggu dirimu datang. Jungkook pernah baca setiap bait persepsi itu dalam sebuah buku. Belajar membawa hasil, akan pengalaman baik itu menyenangkan sekaligus menyediakan dalam hidupnya.
Seokjin sangat pintar, dia memberikan bekal di dalamnya kue ke arah Jungkook lebih dahulu.
"Kue pertama untuk adik kesayangan. Aku tidak akan bisa melupakan siapa yang mampu membuat aku bergabung dalam kebahagiaan kecil itu."
Jungkook masih belum menyadari kalau sebenarnya ingin sekali sang kakak katakan maaf secara gamblang. Ini adalah media atas Seokjin yang sangat pandai dalam membuat suasana baru. "Aku bisa bertahan hidup karena dirimu, jangan membesarkan sesuatu Hyung itu memang bukan suatu kesalahan yang kau sesali selamanya." Lembut dalam ucapan, untuk inilah seseorang akan betah bicara secara akrab dengannya.
Seokjin memang tidak salah memutuskan semuanya. Dalam pemikiran sekarang dia tidak ingin hal jahat terjadi pada adiknya. Untuk sekarang rumah sakit menjadi tempat perawatan bagi Jungkook, besok kalau dia keluar maka dia akan membawa sang adik kembali ke tempat nyaman. Meski dia tahu kalau rumah yang dia sewa satu hari ini adalah rumah kecil. Dia tahu kalau Jungkook bukan tipikal adik terlalu banyak protes.
"Makan yang banyak, aku tidak ingin kalau adikku ini kelaparan." Usapan sayang di puncak kepalanya. Makan dengan lahap adalah mimpi sekaligus gambaran menyenangkan bagi seseorang yang telah melihatnya. Kalau saja pribadi dirinya keluar zona nyaman aman, maka bisa diputuskan kalau sebenarnya dia bisa lebih.
Kaya atau paling tidak punya banyak uang agar sang ibu tidak lagi sakiti adiknya.
"Katakan padaku, apakah kakak tidak akan melakukan hal bodoh seperti tadi?" Pertanyaan merujuk apa yang baru saja dilalui. Suga adalah penolong, Jungkook masih inginkan kalau sikap kakaknya tidak lagi begitu tak menyenangkan. "Tidak ada dia, maka aku tidak akan bisa kembali ke sini. Ibu mu, dia baru saja membuat masalah, maksudku dia..." Jungkook rasa dia harus mengatakan secara jujur semua. Akan jadi masalah besar kalau dia tidak katakan itu juga.
Kalau memang dia masih bisa menjadi seseorang yang baik maka dia akan coba dan buktikan semua itu dengan sikapnya.
"Mungkin aku tidak ada hak, tapi ibumu mengatakan kalau mereka pergi karena aku,"
"Cukup..."
Seokjin tidak tahan, kalau dia mendengarnya maka kedua telinga nya bisa saja pecah. "Tidakkah kau bosan kalau kau mengatakan semua penderitaan mu? Tidak akan aku biarkan lagi saat kau mengatakan kalau kau membawa sial. Aku tidak akan mau mendengarkan lagi," Seokjin memberikan pelukan.
Jungkook diam, dimana kedua matanya menjatuhkan linangan air mata. Saat dia bisa mengatakan kalau ibunya jahat, hanya saja dia tidak sanggup.
Padahal dia sudah menangis, kenapa bisa dia menjadi sangat cengeng seperti ini? Tidak menyenangkan memang. Hanya dua tangan meremat kedua lengan kencang agar tidak ada yang bisa menyakiti dirinya lagi. Berlindung dalam pelukan ini? Sama saja dengan perasaan akan dirinya yang minta dilindungi.
Sampai detik ini Jungkook juga masih sama. Dia adalah seorang pemuda juga adik yang manja.
"Jangan katakan hal buruk pada ibumu meski dia demikian, aku tidak akan mengatakan lebih banyak keluhan lagi padamu kak..."
Karena begitu baik juga, Seokjin dia... Merasa tidak tega atas apa yang dia dengar sekarang dan selamanya.
"Tidak, akan. Selama aku masih punya kesabaran." Meski dia mengatakan demikian gambaran sedikit jelas dari matanya adalah ketika Seokjin tidak bisa menahan kemarahannya lagi atas apa yang dia lihat di sekitar.
Jungkook dan segala keinginannya untuk sebuah kebersamaan bersama dua saudaranya adalah sesuatu hal paling dia inginkan seterusnya.
..........
TBC...
Aku bisa melanjutkan tulisan ini karena dukungan kalian, maaf kalau aku sedikit performa turun. Aku sedang berusaha menyelesaikan sedikit demi sedikit.
Semoga kalian suka dengan cerita yang aku tulis. Gomawo and saranghae 💜
#ell
29/08/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro