Dream (Chapter 32)
"Terpisah jauh bukan berarti kita lupa. Tuhan hanya memberikan kesempatan bagi kita untuk merenung dan memperbaiki semua. Kesalahan tidak akan terulang dua kali setelah hati sudah normal pada satu kebaikan."
(Author ***** POV)
Taehyung masuk begitu saja membuat Seokjin terdorong ke belakang ketika tangan itu menyingkirkan posisinya. Kasar dan hampir menyakitinya tanpa sengaja, apalagi pantat itu bisa menjadi korban saat jatuh ke belakang. Seokjin mengusap bagian pinggangnya saat menubruk sisi ranjang tanpa sengaja.
Entah kenapa sikap Taehyung malah mengundang bahaya gangguan kesehatan. Semua hidup penuh kejutan, saat Jungkook telah kehilangan kesadaran akibat rasa sakit berlebih membuat dia gagal bertemu dengan Taehyung lagi.
"Luka bakar? Kenapa bisa seperti ini? Apa yang terjadi padamu, Jungkook?!"
Seruan itu membuat heran beberapa perawat yang mencoba menolongnya.
Tak jarang kalau empat perawat disana malah membicarakan dirinya. Salah satu orang tahu kalau Taehyung adalah anak angkat dari dokter spesialis khusus di rumah sakit ini.
"Saeng, kau bisa mendengarkan aku bukan? Luka bakar mana yang kau dapatkan? Siapa yang telah melakukan ini padamu, Jungkook? Jawab dan buka matamu. Jangan buat kakak begini takutnya!" Sedikit membentak secara sengaja. Kedua pipi sang adik dia tampar pelan agar sadar, berharap besar bahwa Tuhan memberikan satu kebaikan lagi.
"Taehyung jangan ganggu aku atau lainnya. Kami tengah mencoba menolong Jungkook," datang seorang pahlawan secara tiba-tiba. Pemuda tampan jas putih, harus dipercaya kalau dia ahli medis. "Bagaimana bisa aku tenang kalau adikku saja dalam keadaan demikian?!" Kedua tangan menunjuk pada keadaan tubuh berbaring tak berdaya disana.
Masker oksigen telah dipasangkan oleh Seokjin sendiri. Tetapi tangan Taehyung menyingkir kan tangan itu seolah di tidak mau kalau Jungkook dibuat luka kembali. "Taehyung, sudah aku bilang jangan ganggu kami. Aku akan usahakan semua baik saja termasuk Jungkook..." Ungkap kembali Seokjin mencoba sabar
Ia tahu bahwa tindakan ini malah membuat bahaya bagi seseorang yang segera mendapatkan pertolongan darurat.
"Aku tidak percaya lagi! Kau malah membuat keadaan semakin tidak baik bagi adikku. Aku tahu dia tinggal bersama mu, kau jamin dia akan bahagia. Kenapa dia malah terluka dan sakit? Tolong jika kau memang tidak kuat untuk merawat adikku, berikan saja Jungkook padaku-"
PLAAAKKK!
Beberapa suster merasa tidak enak hati, pandangan mata pergi saat ranjang rumah sakit mereka bawa masuk ke dalam ruangan UGD.
"Bawa masuk Jungkook, siapkan semua. Aku akan segera menyusul, siapkan juga desinfektan agar tidak terjadi infeksi." Perintah Seokjin kemudian.
Baru saja, setelah Taehyung mengatakan semua tuntutan hatinya. Sesuatu yang membuat dia merasa bersalah ketika orang lain telah dia salahkan dalam alasan. Seokjin mencoba memahami situasi serta karakteristik baru seseorang. Hidup baru memang membawa perubahan cukup banyak, sama seperti Taehyung yang bersikap kurang dewasa.
"Jungkook-ku bisa terluka. Apa saja yang kau lakukan seharian ini untuk menjaganya? Kepercayaan ku hilang mendadak."
"Intimidasi, sejenak kau lakukan itu padaku. Padahal kau dulu kau mengatakan bahwa aku dipercaya menjaga Jungkook. Kalau kau memang peduli dengan adikmu, harusnya kau segera katakan pada semua orang bahkan dunia."
"......"
Taehyung diam seribu bahasa. Lidahnya kelu dan kaku sangat sulit bicara apalagi mengatakan hal banyak.
"Jika kau sayang pada Jungkook. Bawa dia pergi, bawa dia menjauh dariku dan bawa dia ke tempat lebih aman. Bukannya kau diam saja bak pengecut yang menunggu keajaiban agar dia bisa mengenali dirimu secara langsung!"
Beku di tempat, kerongkongan sangat susah. Taehyung buntu tidak tahu harus apa dan bagaimana caranya. Melihat keadaan Jungkook sekarang, melihat bagaimana dirinya sendiri lalu Seokjin sekarang. Rasanya sangat tidak pantas dia bisa menjadi kakak yang membuat bahagia adiknya dengan uang sendiri.
"Coba pikirkan tindakanmu sekarang? Salahkan saja dirimu kenapa kau tidak tegas pada dirimu sampai kau lupa! Kau masih ada dua adik, Jungkook dan adik perempuan yang belum sempat kau berikan nama. Aku masih ingat masa lalu, ingat akan dirimu juga Yoongi!"
Marahnya Seokjin adalah sesuatu yang jarang ditunjukan. Pertama kali bagi Taehyung setelah sadar dari komanya, keamanan juga semua kehidupan Jungkook masih di tanggung oleh nya. Dokter muda yang kini terus merendahkan dirinya atas sikap.
Kata tak pantas, kata tak baik. Semua itu Seokjin katakan bukan tanpa alasan apa-apa. Taehyung menjatuhkan sesuatu dari tangannya, kantung makanan ringan. Dia sengaja membawa itu sebagai hadiah sebagai camilan bersama Seokjin kala mereka senggang. Tuhan berkehendak agar mereka mendapatkan konflik besar satu sama lain.
"Enyah, aku harus mengobati Jungkook. Jika kau kakak yang baik, pedulikan kesehatan dia. Pulihnya adalah hal utama dan sebelum kau salahkan aku, coba kau salahkan dirimu sendiri atas apa kau ingat, Taehyung!"
Berjalan maju, menabrak bahu itu sengaja sampai langkah kaki bergerak ke belakang dalam mata kosong seorang pemuda Kim itu. Jas putih kebesarannya tidak lagi putih saat ada noda merah. Noda merah darah dari seseorang dalam golongan darah sama dengannya.
Angin udara ruangan rumah sakit menerpa bulu kuduk tengkuk belakangnya. Cara bagaimana semesta memberikan dia teguran, Taehyung jatuh lemas secara tak sengaja saat seorang perawat datang membawa peralatan rumah sakit lainnya.
"Pak, jangan berdiri disitu. Kau bisa mengganggu para medis menolong korban."
Seorang perawat merasa tidak nyaman untuk kedatangan seseorang di dekat kakinya. Kegelisahan Taehyung membuat dia tampak seperti pemuda gila yang tidak tahu jalan arah pulang. Suara sayup dari belakang ruangan sana, terdengar Seokjin meronta keras agar lainnya segera bergerak cepat.
Teriak tanpa terisak. Kapten dalam dunia medis, dan cita-cita yang pernah dikatakan oleh Seokjin atas dasar semangat bahwa dia butuh sikap serta penghargaan untuk semua kerja kerasnya.
Tetapi....
Semua terlanjur, tidak tahu apa yang salah dan benar. Jungkook akan menyalahkan dirinya juga kalau melihat langsung. Tadi kasar sekali, hubungan dekat menjadi tidak serasi untuk saat ini.
Bangun dalam lemas. Kedua lutut mencium lantai di bawahnya. Gundah di hati tidak akan bisa dibohongi.
"Apa yang aku lakukan tadi? Kenapa aku malah bersikap begini? Padahal aku tahu kalau Jungkook pasti bahagia bersama Seokjin. Aku hanya pemuda tanpa pekerjaan dan bakat. Lalu Seokjin... Dia adalah seorang dokter." Saat ini merenung kesalahan beberapa menit menjadi ratapan kosong penuh arti. Nafasnya sampai tidak tenang, hatinya terlalu kejam bak tuan muda dalam serial drama masa kini. "Taehyung, kenapa kau lakukan itu! Kenapa?! Kenapa?! Kenapa dirimu begitu Taehyung!" Suaranya menggema, melewati lorong rumah sakit.
Tatapan para pasien melihat dirinya penuh bimbang. Atas dasar apa dia berseteru pada diri sendiri?
Sinting!
Kepalanya mendadak pusing, mata itu terpejam ke bawah. Pukulan keras mengenai dahinya. Membalas kesalahan dalam rasa sakit?
Terasa sangat gila.
Tangis dan penyesalan memang selalu datang belakangan. Kepala Taehyung bersandar pada pintu dalam ratapan pilu. Kosong hatinya, idenya hilang dan juga semua yang dia inginkan menjauh. Semua ini karena kesalahan.
"Yoongi Hyung, hikksss... hikksss... Aku melakukan kesalahan besar. Maafkan aku hikkss... Maafkan aku S-Seokjin Hyung..."
Deburan konflik tidak akan hilang kecuali kata maaf. Taehyung menolak semua ini, Tuhan malah tidak mau mendengarkannya dan justru memperlihatkan pelajaran baru.
Seokjin bertugas disana mendengar suara tangisan seseorang di belakang sana. Ia tahu ketika hati seseorang terluka.
"Suster, jangan pedulikan suara itu. Biarkan saja. Aku tidak akan membiarkan semua ini pada adikku. Kalau bisa tolong balut luka di kakinya juga, aku sudah cek lukanya tidak parah. Jangan lupa berikan antiseptik baru yang dibeli."
Tugas tetaplah tugas. Tidak ada masalah pribadi yang harus dibawa dalam fokusnya sekarang ini. Tentu telinganya tidak tuli saat mendengar Taehyung menangis. Akan tetapi, hatinya jauh lebih sakit saat mendengar dan merasakan posisi pada.
Kau lemah ketika orang menuduh dan menyangkal usaha besar mu.
Ketika hati tak sependapat gerakan badan, kekacauan bisa saja terjadi dimana saja. Ketika hati tak bisa lagi optimis maka semua itu bisa menghancurkan segalanya begitu mudah. Tidak ada yang mudah dalam menjadi seorang kakak.
Akankah Taehyung bisa menyadari hal itu? Seokjin tidak mau berpendapat banyak saat dia masih mendengar Taehyung terisak akibat separuh perbuatan jahatnya. Bentakan dan marah, seorang pasien tidak bisa menerima dua hal itu secara setimpal serta bersama.
"Dokter tapi seseorang di luar sana masih menangis secara keras, itu bisa mengganggu pasien lainnya."
"Sudah cukup! Biarkan saja, akan ada yang datang mengurusnya. Walau dia menangis darah tetap tidak akan bisa menolong pasien selain kita! Kau masih baru bukan? Jika kau memahami apa arti harus, kau memang harus melakukannya tanpa banyak bertanya," ucapnya di akhir kalimat menggantung.
Siapa yang mengira kalau seorang dokter terkenal akan ramah, lembut dan kalem begitu bisa menjadi seseorang amat mengerikan di depan mereka. Jungkook membuka mata sebentar saat ada kesadaran disana. Kedua mata yang mengatakan kalau dia butuh cahaya diantara kelopak mata gelap.
Tangan kiri bergerak mencekal sang dokter untuk jangan melakukan pengobatan padanya.
Entah apa yang dipikirkan oleh Jungkook, kepastian akan dirinya soal keberadaan Taehyung. Semua ini terasa sangat dekat dan sangat menyebalkan bagi hatinya. Seorang adik tidak bisa menunggu semua keputusan ini lebih lama. Lebih lama dari segala keinginan dan mimpinya.
Harapan yang selalu dia impikan dalam adegan meniup lilin ulang tahun setiap satu kali setahun.
'Suara itu? Bukankah itu suara Taehyung Hyung? Aku bisa mendengar dan kenapa Jin Hyung diam saja? Tuhan.... Apa yang sebenarnya terjadi?"
Batin itu saja terasa sangat menyakitkan bagi dirinya sendiri. Kedua mata itu menjatuhkan air bening asin di setiap sudut matanya.
Tanpa diundang.
Tanpa dikira, Jungkook menangis saja. Tanpa sebab dan menimbulkan akibat, dokter di dekatnya diam saja.
,
"Kau butuh kepastian? Ketika naluri mengatakan bahwa semua yang kau lakukan kesalahan kenapa kau diam saja dan tidak menurut? Padahal, hatimu jauh lebih tahu karena Tuhan menciptakan hati hanya untuk menitipkan pesannya padamu."
Namjoon menaruh tangannya di dada Suga secara pelan. Arti dari sebuah kesabaran bukanlah upeti biasa yang dikatakan oleh Tuhan. Suga kalut dan tenggelam dalam pikiran yang jauh sekarang, sungai di depannya harus membawa masalah dan beban dalam otaknya dan itu pikirannya.
"Aku masih tidak percaya. Tidak pernah paham, dia berani mengatakan kalau aku dekat dengannya. Salah satu solusi dan penyambung bagi kedua orang yang dia maksud dirinya juga adiknya."
Suga menoleh ke kanan. Pandangan mata soal Namjoon, dia mengangguk paham secara pelan. Atensi atas segala sesuatu, pendukung dalam setiap keinginan. Masalah akan segera selesai kalau dia tidak diam saja.
"Kalau benar dia saudaramu, kenapa kau tidak yakin saat hatimu memberontak? Pertanyaan yang aku tanyakan padamu saja kau belum menjawab. Kemarin kau memukul wajahku, karena kau merasa malu dan bingung. Sekarang kau ingin memukul ku dalam alasan apalagi?" Sedikit memberi bumbu agar ucapan itu dramatis. Suga hanya membalas senyuman manis, dia kira dirinya sukses membuat percakapan singkat menemukan jawaban.
Tuhan masih ingin mempermainkan hatinya yang kalut ini memang. Ikan di dalam sungai saja bisa berenang bebas, mentertawakan dirinya dalam goyangan ekor pelan disambut arus air yang pelan. "Aku iri dengan ikan, ketika sudah dewasa mereka melakukan kehidupan semestinya. Bertahan hidup serta berjuang, tanpa takut bahwa semua yang mereka lakukan bukan kesalahan demi mendapat umur panjang."
"Kau iri dengan ikan? Sementara kita manusia dengan akal penuh dari Tuhan. Suga, sejak kemarin aku memperhatikan dirimu. Beberapa hari yang lalu aku memikirkan apa yang salah padamu, kau pantang menyerah dan mellow. Sekarang kau menunjukkan sikap yang seharusnya bukan dirimu."
Namjoon paling utama dalam spontan nya. Kegalauan hati seorang Suga, itu sangat tidak cocok. Terlebih penuh ambisi yang dulu hilang dihempas angin segar oleh sesuatu. Jika memang Tuhan inginkan kehendak baru, maka bisa saja dia inginkan semua ciptaannya punya jalan solusi masing-masing.
Tidak!
Kenyataannya dia juga ikut andil dalam rasa kemanusiaan ini.
"Dia mengatakan kalau Jungkook dan dirinya adikmu. Kenapa kau tidak menolak langsung saat dia katakan itu, kau diam dan memikirkan sampai sejauh ini. Membandingkan hidupmu dengan ikan yang punya peluang besar untuk cepat mati."
"....."
Diam tanpa suara. Namjoon masih ingin menebak sisa semua. Dirinya menawarkan permen manis yang tidak akan habis meski di kunyah. Olahraga mulut, sepertinya ini cukup bagi dirinya yang merupakan sahabat tidak terlalu penting. Untuk apa dia percaya diri, persahabatan tidak akan sekuat persaudaraan. Namjoon ingin jadi pihak netral tanpa merasa sakit hati lebih dalam lagi.
"Dengar Suga, aku tahu kau pasti pusing memikirkan ini semua. Harusnya kau terima apa takdirmu. Jika kedua orang itu adikmu, kau masih punya kesempatan."
Kesempatan?
Suga bertanya dalam lirih, kesempatan apa yang dia punya. Datang tanpa tahu, kesini dan ditolong oleh Namjoon juga dua orang lainnya. Datang kesini dengan menjadi bagian dari satu geng anak yang kurang beruntung soal kekayaan. Hidup keras mengajak dia untuk berusaha, tapi saat dia tidak tahu jalan pulang dia sangat menyadari bahwa sampai di titik ini pula, Jungkook selalu mengatakan dia Yoongi dan Taehyung juga walau mereka beda karakter.
"Pikirkan apa yang mereka inginkan saat melihat keadaan dan tahu bahwa kau masih ada. Mungkin masa lalu membuat kau datang kesini, perpisahan keduanya membuat kau dalam titik ini. Jika kau sayang dirimu maka kau harus percaya mereka. Kau akan sangat tahu arti kehilangan, kalau mereka pasti sudah."
Namjoon masih tertarik menjadi pihak baik untuk membuat tiga satu bersama. Kalau dia harus disalahkan Jimin jika memang Suga pergi dari grup ini. Dia lebih memilih melihat kepastian bahagianya seseorang dibandingkan harus diam saja layaknya orang kolot serta bodoh.
Dia dilahirkan untuk tidak jadi orang yang salah, berusaha sekeras mungkin menjadi orang yang benar. Jika karma menjawab bisa jadi anaknya suatu hari nanti tak jauh beda dengannya.
"Jangan menganggap aku payah. Aku hanya pusing memikirkan semua. Ucapan dalam dia bicara soal kebohongan membuatku sedikit tak kuasa menahan amarah."
"Berarti dia jujur, kau saja yang tidak tahu bahwa kau mendapatkan keajaiban. Makin banyak kau memikirkannya maka semua itu benar. Kau tidak salah, justru keras kepalamu yang salah."
Namjoon semakin pandai bicara. Tidak akan bisa dia salahkan orang itu begitu saja. Bau-bau kejujuran harus dia junjung. Harus dia benarkan mana yang berbelok salah.
"Karena kau memang seorang kakak. Aku bisa melihat, kau anak tunggal dalam pikiranmu. Tidak tahu siapa orang tuamu, tapi kedua adik yang mereka katakan sendiri datang menemui dirimu. Itu artinya kau memikirkan semau dan itu membuat dirimu tampak baik, kakak yang sangat baik. Tidak akan mengabaikan ucapan adiknya, meski kepalamu serasa batu sekalipun dalam pendapat." Jelas Namjoon.
Pandangan mereka saling mengatakan pendapat satu sama lain. Ketika seorang kakak ingin mendapatkan jalan pintas, maka dia harus mendapatkannya segera. Ketika hati boleh sombong, setidaknya mereka harus ingat dimana mereka lahir. Lalu, jaman berubah dan mengatakan bahwa.
Dulu sampai sekarang, aku tidak pernah hidup dalam penyesalan. Sama sekali tidak, tidak satupun.
"Temui Jungkook, temu pemuda itu. Maka kau akan temukan jawaban yang kau cari selama ini, dimana saat kau tidak bisa mengatakan pada kami. Kau selalu memendam semuanya sendirian."
"Namjoon, kau-"
Suga tidak bisa menjawab si cerdas dengan suara tercekat nya sekarang.
.......
TBC...
Alhamdulillah aku akhirnya bisa menulis disini juga. Aku kira aku tidak ada kesempatan untuk bisa menulis cerita ini.
Aku akan fokus pada cerita ini agar selesai dan kalian tidak digantung lagi dengan jalan ceritaku.
Semoga kalian suka dan tetap semangat dimanapun berada. Jangan lupa like + komentar, serta masukannya ya...
Gomawo and saranghae 💜💜
#ell
11/09/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro