Don't Jungkook (15)
"Siapa bilang jika halusinasi merupakan hal yang tak berguna. Justru dari halusinasilah, terbentuk sebuah mimpi dan gambaran. Dimana mimpi itu sebuah tujuan dalam hidup setiap manusia. Lalu siapakah yang masih berpendapat halusinasi adalah hal yang tak berguna, jika pada nyatanya hal itu sering terjadi dalam otak manusia."
.........
(Author **** POV)
Tanpa sadar manik mata hitam milik Jungkook melihat, dimana disana ada seorang gadis yang berjalan kebingungan seperti mencari jalan. Terlihat dengan jelas bagaimana gadis dengan rambut yang diikat ekor kuda dengan rapi itu berjalan.
Dan saat itu Jungkook menatap heran siapakah gadis itu? barang kali dia mengenalnya...
Tapi tetap saja, Jungkook baru pertama kali melihat wajah gadis itu.
Dekat dan dekat, sepertinya gadis cantik dengan poninya itu tak sadar jika dia berjalan mendekati namja dengan gigi kelincinya yang masih menatap dan berdiri terdiam itu. apalagi keduanya berjalan di bawah pohon sakura yang bagaikan atap untuk mereka.
Hingga akhirnya....
"Eomma..."
Jungkook bergumam, memanggil sang ibu. Dan apa kalian tahu dengan gadis yang tak sengaja mendengar ejaan 'eomma' justru dia menetap heran dan sedikit terkejut.
Tak menyangka jika di tempat aneh yang baru saja ia datangi ini ada seorang namja. Dan entah kenapa gadis itu sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana?
"Permisi apakah kau orang sini? Aku Sohyun... bolehkah aku bertanya dimanakah ini?" dengan ramah Kim Sohyun mengulas senyumnya. Sembari membungkuk sopan ke arah namja yang kelihatannya lebih tua darinya.
Dan kalian tahu apa yang terjadi?
"Eomma?"
Kim Jungkook meneteskan air matanya, melihat seseorang di depannya. yang terlihat sangat mirip dengan wajah wanita yang pernah melahirkannya. Tapi sadarkah Jungkook, dengarkah dia jika baru saja gadis di depannya, menyebut namanya. namanya yang tak lain adalah Sohyun?
Dan Sohyung justru dia semakin bingung dengan sikap aneh namja di depannya...
Sembari bertanya, 'ada apa dengan dia?'
Tatapan yang jatuh pada gadis itu tak sedetikpun Jungkook hindarkan. Malahan langkah kakinya terus mendekat, mendekat dan mendekat. Membuat Sohyun yang menatap namja didepannya dengan perasaan heran. Sekaligus, rasa takut yang muncul dalam hatinya secara perlahan.
Berpikir aneh mengenai namja di depannya, membuat Sohyun cukup siaga. Apalagi ketika Sohyun mulai berbicara cukup tegas untuk jangan mendekatinya tak diindahkan oleh namja bergigi kelinci itu. ya... seakan terhipnotis Jungkook tak mengindahkan perihal tersebut. yang jelas, Jungkook hanya ingin melepas rindunya. Rindu terbendung semenjak kecil, ketika melihat sosok ibu di depannya.
Mungkinkah Jungkook bermimpi dalam mimpi?
Atau sekedar halusinasi? Yang nyatanya membuat yeoja di depannya mundur secara perlahan. Entahlah, hanya saja Sohyun kebingungan disana.
"Tolong berhenti di-disana. ja-jangan mendekatiku." Ucap Sohyun dengan kedua bola mata yang membola lantaran takut. Bahkan dengan refleks Sohyun menyilangkan kedua tangannya di dada. Takut jika namja di depannya berbuat kurang ajar terhadapnya.
Hingga pada akhirnya, jarak diantara keduanya sama-sama dekat. Sohyun bisa melihat manik hitam indah dari namja di depannya. seakan terhipnotis, justru tubuhnya terasa membeku hingga tak bisa lagi kedua kakinya melangkah mundur. Sohyun tidak tahu apa-apa, hingga pada akhirnya dia memilih untuk memejamkan mata. Takut melihat dan takut tahu apa yang terjadi.
Hingga pada akhirnya, ketakutannya terjawab sudah...
Rasa hangat dan pergelangan tangan yang merangkulnya. Terasa bersamaan dengan hembusan angin dan guguran daun di sekitarnya. Masih sama.... Sohyun belum mampu membuka kedua matanya. ia mendadak kaku layaknya patung.
Sampai pada akhirnya, isakan lirih membuat hatinya sedikit terenyuh dan...
Iba.
"Hikksss... eomma, eommaa..." terisak, dengan wajah yang bersembunyi pada bahu yeoja di depannya. jika kalian bayangkan seorang Jungkook sedang dalam keadaan terpuruk sekarang. Hanya saja, Sohyun dia..
Jadi ingin menangis setelah mendengar kepiluan yang sangat menyedihkan.
Benar-benar menyedihkan....
"Gwenchana?" suara lembut gadis cantik itu menjadi kelanjutan pertemuan mereka.
Jangan lupa akan telapak tangan yang menepuk pelan, punggung namja dengan wajah tampan tengah menangis tersebut.
"eomma." Gumaman lirih seorang Jungkook yang sarat akan kerinduan.
..................
.
.
.
.
Dengan tangan
Disini...
Tegangan yang sempat terjadi, dimana seorang namja tengah menghela nafas karena lelah. Meraup Oksigen sebanyak yang ia bisa. Ketika panas udara luar menyapa tubuh pucatnya, disinilah dia. Berada di luar gedung yang sudah sempat ia tolak. Melupakan sejenak kekacauan yang terjadi tanpa ia tahu.
Juga melupakan hal yang memang belum tentu menjadi urusannya. Cukup banyak masalah yang terjadi dalam hidupnya. Hidup terlalu rumit dan sulit, Suga merasa jika takdir mempermainkan dirinya. Dirinya yang terlalu jengkel dengan setiap hembusan nafasnya. Yang terkadang terselip keinginan kecil untuk beristirahat sejenak dengan tenang.
"Suga, gwenchana?" ditepuknya bahu namja dengan tinggi badan yang sama pendeknya dengan dirinya.
Raut wajah penuh kekhawatiran tercetak jelas dari wajah tampannya. bahkan belum sempat meraup oksigen karena kelelahan menyusul temannya. Park Jimin, dia justru mementingkan keadaan orang lain, dan orang lain itu berstatus sebagai temannya.
"hhhhh..." alih-alih menjawab, justru Suga menegakkan tubuhnya. Menghirup oksigen sekali lagi guna memenuhi paru-parunya yang kembang kempis. Merasa sedikit ngilu di salah satu bagian lambungnya karena efek berlari. Oh jangan lupa wajah kelelahannya. Justru hal itu membuat Jimin semakin khawatir.
Sejujurnya namja dengan pipi tembamnya ini termasuk seseorang yang paling perhatian diantara lainnya.
"Kau kenapa? bukankah tadi kau kebingungan. Lalu kenapa kau sekarang berlari dan keluar sampai disini?" ketika dilihat Suga merasa sedikit baikan, Jimin kembali bertanya. Dia menuntut jawaban sekarang juga.
Suga, dirinya seketika menjatuhkan atensinya. Dilihatnya sahabat masa kecilnya khawatir. Jujur, hal tersebut membuat dia merasa bersalah meski dia menyembunyikan perasaan itu di balik wajah datarnya. Dalam otaknya Suga merutuki kebodohannya, karena sudah membuat ketiga temannya bersusah payah karena dirinya.
Suga merasa hari ini sedikit gila. Ia tadi sempat mengkhawatirkan Jungkook, bertemu dengan namja aneh yang memanggil nama orang lain. Hingga, akhirnya ia melepas niatnya untuk menemui namja bergigi kelinci yang sempat membuat ia kesal setengah mati dan juga menyelamatkan nyawanya. Hanya untuk, lari dari sebuah kebimbangan dan pertanyaan dalam hidupnya.
Suga tak butuh itu!
Yang ia inginkan adalah mengetahui kebenaran yang sempat terlintas dalam otaknya.
"gwenchana." Datar memang, apalagi wajah dingin itu sangat cocok dengan kelopak sipitnya yang tak pernah berubah.
"Syukurlah, aku pikir kau kenapa. kau tahu? aku terlanjur gila karena tingkahmu." Jimin menghela nafasnya tenang. Setidaknya sang sahabat baik-baik saja dan itu membuat ia cukup senang.
"Dimana yang lainnya?" Suga mengedarkan pandangannya. Menatap ke sekeliling, tak ia lihat kedua teman aneh namun ia sayangi tersebut. yang ada hanya dia dan Jimin yang menggaruk tengkuknya gatal. Dilihatnya Jimin yang memamerkan cengiran bodohnya. Membuat kedua sebelah alis Suga terangkat.
"Kenapa kau? Apakah ada yang lucu?" Suga menatap dingin sekaligus mematikan ke arah temannya. Percayalah kalian tidak ingin merinding bukan jika bertatap langsung dengan namja terkenal tsundere tersebut.
"Anu... mereka, emmm... anu..." Jimin kebingungan menjawab, seperti menunjukan gelagat aneh. Dan Suga melihat hal itu.
"Kau kenapa? banyakan anu-anu! Katakan yang jelas Park bantet!" sedikit geram melihat tingkah Jimin seperti ini. rasanya Suga ingin menenggelamkan dirinya di dasar lumpur yang dalam jika bisa.
"Hehehe..." bukan jawaban yang diberikan. Melainkan sebuah senyuman nista yang terlihat aneh di mata Suga, bolehkah Suga membuang roti bantet di depannya?
.
.
.
"Hei kau oke?" tersenyum, dengan duduk di samping namja yang menunjukan wajah sendunya. Terlihat bagaimana alis seorang Taehyung yang menekuk, oh... jangan lupa bagaimana air mata itu sempat lolos dan membuat kedua kelopaknya sembab.
"Jangan dimasukan dalam hati, Suga memang seperti itu. dia sebenarnya baik hanya saja... yaahhh dia memang galak dengan orang yang tak dikenal." Hoseok mencoba mengakrabkan diri dengan namja di sampingnya. Melupakan fakta tentang Namjoon yang menatap bosan ke arah mereka dan memainkan ponselnya.
Alasan kenapa Namjoon disini, tidak lain hanya untuk Hoseok seorang. Menurutnya jika dia membiarkan kuda jantan lepas sendirian, pasti akan ada masalah. Jadi, dengan inisiatif dirinya Namjoon akan tetap disini. menunggu sahabat aneh yang sialnya menjadi bagian dari keluarganya itu selesai menghibur hati seseorang yang ia sendiripun tidak tahu asal muasalnya.
Yang pasti, namja aneh tersebut seperti mengenal Suga dengan nama lain.
"Apa yang membuatmu kesini, hem?" berujar sangat manis. Ingatkah jika Hoseok memang salah satu namja terhangat dalam gengnya.
"....." diam, hanya itu yang Hoseok dapatkan. Sejujurnya Kim Taehyung ingin sendiri. dia, seperti mendapatkan pukulan telak tanpa fisik. Dimana hatinya terlanjur luka hanya karena lisan dari lidah bagaikan samurai tajam. Meski tak berdarah, sakit itu sangat terasa dan membekas dalam pikirannya.
Bingung dengan dirinya, juga keadaannya.
Dalam otaknya, Taehyung berpikir. Mungkinkah dia salah orang? sementara apa yang ia lihat adalah ciri-ciri dari seseorang yang menjadi keluarganya ketika bocah? Seseorang yang menjadi panutan dan kesayangannya setelah Jungkook.
Tunggu...
Jungkook?
Mendadak ingatannya, akan alasan dia berada disini terngiang dalam otaknya. Naluri kegundahan hatinya mendadak muncul kembali. Sempat tertutup karena ketegangan yang terjadi, tentu saja hal itu membuat Taehyung bangun dari duduknya. Menoleh dengan kecemasan luar biasa, yang tanpa sadar membuat kedua namja yang menemaninya beberapa menit yang lalu sedikit terkejut dengan sikap Taehyung yang berubah aneh mendadak.
Oh... sepertinya, Taehyung terlalu lemah mengontrol perasaannya. Tak seharusnya dia duduk dengan segala kebingungannya bukan? Sementara pikirannya mulai kalut karena nama Jungkook menjadi prioritasnya.
Tak ingin membuang waktu lama, membuat Taehyung segera melangkahkan kakinya. Berlari dan berbelok arah, mencoba mencari seseorang yang ia yakini berada disekitar sini. Sesuai dengan hati dan nalurinya.
Taptaptaptaptap...
Perlahan namun pasti, suara langkah kaki itu hilang dari peraduannya. Membuat kedua namja asing tak ia kenal terheran karenanya.
"Kau membuatnya takut Jung!" suara Namjoon memecahkan segalanya.
"Apa??" dengan wajah terheran, menolehkan kepalanya ke belakang. Disana ia melihat sahabat seperjuangannya yang mengalihkan atensi ke lorong rumah sakit yang sedikit sepi.
"Sepertinya kau tidak cocok menjadi teman karib." Lagi-lagi Namjoon menjawab pertanyaan sang sahabat asal. Tak tahukah dia, mungkin saja jawabannya akan membuat kekesalan luar biasa.
"Wae?? Aku berusaha menjadi ramah disini. lagi pula, aku membantu dia agar melupakan kata setan dari Suga, kau ingat berapa banyak makian yang ia terima dari namja sipit itu. kau pikir dia tidak akan sakit menerima kata kasar si tebu! Aku saja yang mendengarnya menjadi panas dan ngilu." Hoseok ceramah panjang lebar, ia mengeluarkan segala argumennya yang sudah bercabang dalam otaknya.
"Sekarang lihatlah, usahamu membuahkan hasil. Daebakkk!! " ucap Namjoon dengan gelengan kecil di kepalanya.
"Kau menyindir atau memujiku, dasar monster!" raut muka kekesalan, dengan lirikan maut seperti membunuh targetnya. Untungnya Namjoon tak melihat hal tersebut, jika iya mungkin saja. dia akan kena serangan jantung mendadak.
"Aku hanya memberikan gambaran padamu." Kedua tangan Namjoon bergerak membuka. Layaknya membuka tirai di depannya.
"Gambaran apa, yang ada kau selalu mengejekku. Aku tahu kalian pasti risih dengan sikapku. Bisakah kalian tak mengejekku aku? kesal jika begini terus." Tanpa sadar Hoseok mencurahkan segala uneg-unegnya. Yang jelas-jelas tidak ada kaitannya dengan perihal tadi.
"kenapa kau berpikiran seperti itu? kau berpikir kalau kamu tidak suka dengan tingkahmu?" membela diri, dengan wajah yang terlihat serius.
"memang seperti itu." Hoseok juga tak kalah membela diri.
"Kau ini sangat sensitive, dengar ya Jung. Jika kau merasa pertemanan kita membuatmu kesal. Lalu kenapa aku, Suga dan Jimin selalu bersamamu. Ingat slogan kita? Kita tidak akan berpisah walau empat musim menerpa. Jadi kau jangan salah kaprah dengan sikap dan segala omelan kami. Kita sama-sama dalam umur yang sejajar. Jadi enjoy saja dengan hal ini." mengulas senyumnya, sebuah dimple menawan terlihat manis.
"Benarkah?" seperti kata mantra ajaib, seketika bahagia timbul dalam hatinya. jangan lupa kedua bola mata yang berbinar dari kelopaknya.
"Ya." Cukup singkat bukan? Merangkul tubuh sang sahabat yang tingginya hampir sama dengannya. Rasanya mereka seperti kakak beradik meski nyatanya mereka hanyalah sahabat sangat dekat.
Jujur kedekatan mereka membuat siapapun iri yang melihat mereka.
......................
Gelap...
Hal pertama yang ia rasakan, ketika kelopak matanya terasa sangat berat dan ingin sekali jatuh ke bawah. Menutup pandangan netra yang menjadi jendelanya. Ketika kesadaran muncul, saat itulah dirinya berusaha memaksa untuk membuka kelopaknya.
Pucat dan lelah...
Keduanya lebur menjadi satu. Bagaikan sebuah anjungan dalam satu tepat. Manakala, dipaksanya rasa gelap itu untuk menghilang. Saat itu kelopak itu bergerak perlahan. Dengan gerakan mengedip yang menjadi hal pertama. lalu, setelah itu saat tercium aroma obat dengan cahaya yang menerobos lensa matanya untuk pertama kali setelah ketidaksarannya yang berlangsung cukup lama. Membuktikan bahwa...
Namja bermarga Kim itu mulai terbangun dari terpejamnya.
"Jungkook?" lirih dan tipis. Gumaman dari bibirnya yang bergerak menunjukan segalanya. Panggilan pada seseorang yang menjadi pikiran kalutnya saat ini. yang pada akhirnya secara tak sengaja membuat ia jatuh dalam ketidaksaran.
Sampai pada akhirnya tubuhnya terjun dalam ruang perawatan. Oh jangan lupakan rasa sedikit ngilu ketika pergelangan tangannya bergerak. Ternyata, selang infus menancap tepat dengan antengnya. Seorang dokter yang kini mendapatkan perawatan dari dokter dan perawatnya.
Mungkin terdengar sedikit lucu. Tapi, dokter adalah manusia. Bukan robot atau superhero yang tahan akan segala sesuatu.
Ketika lelah mendera manusia, maka siapapun bisa merasakannya.
"Akh!" kepalanya terasa berdenyut, mencoba bangun meski itu sulit. Ia tak bisa berbaring seperti ini terus, sementara sang adik menantang maut. Ingat secara samara dalam ingatannya jika dia berhasil menyelamatkan nyawa sang adik. Sedikit kelegaan. Namun, ketakutan juga tak hilang jika bayang darah untuk Jungkook belum di dapat. Apalagi Seokjin tahu jika darah Jungkook termasuk langka, AB- .
Yang hanya dimiliki oleh seseorang....
Taehyung....
Satu nama yang menjadi penyelamat sang adik. Yang Seokjin juga tidak tahu masih ada atau tidaknya. meski besar harapan Seokjin akan keberadaan Taehyung. Dengan begitu tidak selamanya Jungkook terjebak dalam penderitaan di lingkungan ibunya juga saudari sepupunya yang tak punya hati.
Seokjin tak ingin hal itu terjadi, menjaga amanah agar Jungkook aman adalah hutang yang menjadi tanggungannya. Ketika janji terucap dengan yakin, maka ia tidak ingin mengecewakannya. Yoongi dan Taehyung, dua orang yang membuat ia berjanji untuk menjaga dan melindungi Jungkook.
Lalu sekarang?
Apakah Seokjin menjadi orang amanah? Sementara Jungkook berjuang antara hidup dan mati.
Ingin rasanya Seokjin menggantikan posisi Jungkook jika bisa. Membuat ia mengalami frustasi yang membuat ia bingung setengah mati. Ini terlalu rumit dan sulit. Bolehkah Seokjin meminta keajaiban. Berharap jika kesempatan datang pada Jungkook. memohon....
"Maaf Yoongi, Taehyung."
Jujur, Seokjin akan lebih hancur jika hal buruk terjadi pada Jungkook.
.............
"Jungkook?"
Disinilah ia...
Berdiri dengan wajah ketakutan luar biasa. di depan pintu yang menjadi batas masuk dirinya dengan seseorang yang ia takutkan. Benarkah ruangan ini menjadi salah satu magnet dalam hatinya yang membuat Taehyung berada disini?
Sementara ruangan tersebut, seharusnya tak boleh ia masuki. Sayangnya, sekarang menjadi kesempatan bagi Taehyung karena siapapun tidak ada yang melihatnya.
Tap..
Dinginnya kenop pintu, menjadi rasa dalam telapak tangan kanannya. Mencoba tenang, meski ia tidak yakin hal itu bertahan lama setelah melihat kebenaran di dalamnya. Semoga kekhawatirannya tidak benar, dan Jungkook baik-baik saja tanpa ada yang terluka sedikitpun.
.
.
.
Ceklek!
.
.
.
Masuk, dengan kaki kanan melangkah pertama kali...
.
.
Tidak ada dokter ada perawat...
.
.
Tubuh yang tergeletak lemah dengan perban di leher dan bagian tubuhnya. Jangan lupa bagaimana wajah pucat yang ia saksikan meremukan hatinya juga menumbuhkan kekhawatirannya.
.
.
.
"Hikksss... Jungkook."
.
.
Lagi-lagi air mata itu jatuh...
..........................
Tbc...
Terlalu lama aku mendapatkan ide untuk chapter ini. maafkan aku yang sudah membuat kalian lama dalam menunggu hal ini. author sadar, jika aku bukan penulis yang baik. Aku terima keputusan kalian, yang tetap membaca atau meninggalkan fanfic ini. karena kalian berhak sebagai penulis. Maafkan segala kesalahan author selama ini.
Jika terkesan memaksa atau apa, author hanya manusia biasa yang belajar dari kesalahan. Jikapun fanfic ini berkurang peminatnya tidak apa. author akan menyelesaikan fanfic ini sampai waktunya tiba. Karena menulis memang tak mudah. Jika ada anggapan author hanya banyak halusinasi dengan banyak cerita yang dibuat, silahkan. Karena author bersyukur halusinasiku menjadi hiburan bagi kalian.
Typo dan kegajean ff ini mungkin ada.
Sekian dan terima kasih...
Salam cinta...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro