
Disappointed In The Past(25)
"Dalam setiap langkah, aku merasa yakin kalau semua akan baik saja. Ini terjadi dalam suatu kebenaran, masih bisa bertemu dengan keluarga adalah hal paling indah."
(Author ***** POV)
"Tidakkah ini aneh Taehyung? Saat aku takut kau tidak pernah datang kembali menemui adikmu, justru kau disini dengan membawa kue."
Seokjin mengusap kedua matanya yang berair, dia menangis dan justru mengatakan pada Taehyung dalam suatu kebohongan kecil jika dia sakit mata. Apakah ini bisa dijadikan alasan baginya untuk melakukan sebuah kebohongan yang tampak?
Taehyung tahu kalau hal itu hanya sebuah alasan semata lantaran Seokjin terharu akan pertemuan ini. Sama seperti dirinya yang sedih saat melihat salah satu dianggap keluarga disini sekarang.
Tak apa....
Inilah yang dianggap sebagai suatu keputusan terbaik agar semua kelabu hilang seiring waktu.
Taehyung menaruh kuenya di dekatnya, dia ada disini. Di dalam kantor Seokjin, tidak tahu kalau ini mendadak. Tapi, dia sudah mendengar kabar akan Jungkook yang hilang dari kamar rawat inap.
"Aku juga tidak menyangka bisa bertemu lagi denganmu, aku pikir kalau hubungan saudara kita hilang sejak kejadian itu. Kau sangat membantu mengurus adikku, terima kasih..." Taehyung memberikan kehangatan pada kedua tangan sang kakak. Dia rasa tangan itu kasar, rupanya Seokjin terlalu banyak bekerja keras demi semua. Rasanya sangat malu, karena dia datang di saat tidak tepat.
"Aku minta maaf lantaran aku sudah banyak membuat kau repot, sungguh ini semua membuatku masih berpikir permainan apa yang Tuhan ciptakan untuk ku dan lainnya..."
Taehyung memalingkan muka, enggan menunjukkan kesedihannya. Alas di dalam perasaan. Hatinya memang selembut kapas di atas pohon, tidak bagi hatinya yang lain terasa di sisi berbeda ketika rapuh. Realitanya, Taehyung mendengar bagaimana Jungkook sendiri mengalami banyak hal.
Seokjin mengatakan semua, dalam sebuah ketidakadilan yang di dapatkan adiknya. Jika boleh, Taehyung ingin gantikan posisi sang adik sekarang juga. Bukan dia harus menderita, tapi dirinya yang bodoh dan lalai menjaga tersayang.
"Justru aku tidak enak hati. Aku masih merasa gagal menjaga Jungkook, kau lihat sekarang? Kamar ini saja kosong tanpa ada dirinya. Dia masih lemah dan mungkin untuk berjalan jauh saja tidak terlalu yakin." Gelisah dalam genggaman, kepalan tangan itu kuat dan Taehyung bisa merasakannya. Inikah yang dinamakan naluri seorang kakak?
Besar kecilnya semua masalah harus ditanggapi dengan tenang. "Aku yakin kalau adikku tidak pergi jauh, kurasa dia ingin menemui seseorang yang memberikan kesan padanya." Menelan ludah, dia berfirasat baik. Tidak khawatir seperti Seokjin, apakah ini efek dari dia yang tidak lama dan dekat dengan jarak lima meter dengan Jungkook? Tapi... Hatinya mengucap kalau sebenarnya Jungkook tidak sendiri dalam suatu tempat.
"Kau tidak harus yakin. Dunia ini sudah sangat banyak orang jahat, ketakutan yang membuat aku ragu kalau Jungkook. Dia bertemu dengan orang tak baik padanya," Seokjin memikirkan nasib adiknya. Ibunya adalah seseorang dianggap hati-hati walau satu kandung antara dirinya juga wanita itu. Tak sebesit kata penghargaan lantaran ia malah menyalahkan semua pada Jungkook.
"Sejak dulu memang sudah ada banyak orang jahat. Termasuk ayahku." Taehyung menatap dinding di sampingnya. Entah kenapa itu lebih baik jika dia harus menjatuhkan air mata akan perasaan dalam setelah melihat wajah Seokjin yang terkejut.
"Mana mungkin kau bisa bicara begitu Tae, aku mengenal bagaimana orang tuamu sangat baik. Ayahmu, dia juga pria dan salah satu ayah yang menjadi kualitas soal tanggung jawab."
Taehyung membelah bibirnya jika itu benar. Kenyataan yang dia tahu adalah segala dia inginkan dalam sebuah ucapan itu sia-sia. Kekayaan serta hidup enak, ayahnya melakukan semua dalam kesalahan nyata. Sakit dan perih ini menjadikan dia kuat meski raganya ambruk seketika jika dia ingat. "Aku tahu, hanya saja.... Ketika kau bandingkan ibumu atau ayahku. Aku akan katakan secara jujur kalau ibumu lebih baik dari mendiang ayah." Lirih dalam intonasi, Seokjin anggap kalau semua itu lelucon.
Ini mustahil!
Gelengan menolak keras, meminta pada Taehyung untuk tidak katakan itu semua karena bisa saja Taehyung lupa setelah dia mengalami kecelakaan di masa lalu. Untuk itulah kedua tangannya memaksa kepala Taehyung menatap dirinya secara jantan.
"Jangan bercanda Tae, aku melihat kau dan juga dua saudaramu hidup sempurna. Aku yang bersalah karena lalai menjaga Jungkook. Ibuku dia tidak terima dan selalu marah saat aku memberikan perhatian pada Jungkook serta meminta beberapa kali agar Jungkook keluar." Seokjin berusaha keras untuk membuat Taehyung ingat, dia takut jika memang kecelakaan itu membuat persepsi soal kakaknya, Yoongi menjadi tidak karuan.
"Terkadang aku berpikir kenapa Tuhan sangat jahat padamu, padahal kau dan lainnya begitu baik pada semua orang termasuk aku."
Taehyung memang tahu betapa dermawan nya kedua orang tua dia sayangi. Dia yakin jika para tetangga pasti sangat merindukan keduanya setelah meninggal. Hanya saja, saat kebakaran itu. Kemana mereka? Datang dalam waktu lama, di bawah badai setelahnya sampai merengut kakaknya Yoongi dari dekat mereka.
Taehyung merasakan sendiri bagaimana berjuang antara hidup dan mati. Saat dia mempelajari setelah komanya, dia ingat. Dia memahami bahwa ini adalah suatu karma yang harus ditanggung dia juga dua saudaranya akibat ulah ayahnya.
Ingin dia menangis keras membuang desiran kesedihan membunuhnya ini.
Taehyung menjatuhkan kedua tangan dokter muda itu dari dua pundaknya pelan. Dia harus katakan ini atau hidup dalam penyesalan, biarkan Seokjin tahu pertama kali dan setelahnya itu dua saudara dia sayang. Kesiapan memang didasari dari bagaimana cara kau atasi dan mengatakan semuanya.
"Kau tidak tahu sepenuhnya, siapa yang lebih baik tahu selain aku. Mungkin kau tidak tahu bagaimana di belakang layar. Ayah dan ibuku memang baik, tapi ayahku dia tidak sebaik itu. Jika saja aku bisa mencegah segala tindakan, maka tidak akan seperti ini. Aku hanya tahu kalau kesalahan ayah membuat kami berpisah, tiga saudara tidak bisa menemukan satu sama lain dalam waktu lama. Jungkook juga menderita dalam kaitan takdir jelek ini." Taehyung bergetar tapi tak gentar. Kedua tangan itu meremat kuat sisi meja di sampingnya.
Seokjin masih belum mengerti, dia masih menbandel serta mengatakan kalau ibunya salah dan membuat Jungkook mengalami sebuah derita terus menerus.
"Sudah aku bilang kau jauh lebih beruntung dariku, yang kau lihat memang tidak sebahagia kau duga. Tapi, ketika Jungkook bersamamu dan dalam didikan ibumu. Aku yakin dia menjadi lebih kuat dari kita duga."
Taehyung selalu memuji Hae Soo, mengatakan kalau dia wanita yang baik dalam soal mengurus dua anak. Seokjin semakin frustasi saja dalam sebuah debat ini. Sangat tidak masuk akal jika memang ibunya baik, tapi membuat Jungkook hidup dalam penderitaan yang begitu lama.
"Ibuku, dia sendiri bahkan membenci Jungkook. Selama ini aku selalu mengatakan untuk tidak melakukannya tapi..." Seokjin tercekat ketika melihat tangan Taehyung menahan pundaknya. Tidak lagi dia melakukan keras kepala saat Taehyung memberikan wajah iba nya.
"Percayalah, jika aku mengatakan hal lain apakah kau percaya? Apakah kau masih bersyukur atas apa yang kau terima? Jungkook kurasa dia menjadi anak yang tegar dibandingkan seseorang yang manja." Taehyung yang mendadak bijak. Tidak tahu kalau sekarang Seokjin mencoba memikirkan semua secara pelan-pelan.
Lucu saat melihat Seokjin kalah dewasa dengannya. Padahal, dulu Seokjin selalu andal dalam kata bijaknya. Membuat Taehyung kecil serta kedua saudaranya hidup dalam rasa kagum terpukau.
Seokjin seperti kehilangan andalannya saja. Itulah kenapa Taehyung tidak suka wajah putus asa itu. Mengingatkan semua akan dirinya yang dulu pernah gagal, "aku tidak mau kau menjadi prasangka buruk ku. Tapi, jujur... Aku merasa kau sangat berubah Jin Hyung."
"Kau menganggap ku demikian? Aku mengerti. Aku memang bukan seseorang yang pantas untuk jadi andalan masa depan lagi, kuharap kau bisa memahami ku." Ucapnya resah dan membuang nafas.
"Aku selalu memahami mu, tapi... Saat aku mencoba mengatakan kalau ibumu lebih baik dalam menjaga adikku, kau marah. Aku hanya ingin katakan satu kebenaran saja terasa sulit, bagaimana bisa aku mengatakan pada lainnya? Ini sangat berat bagiku," ujarnya sembari menyentuh dadanya yang terasa sesak. Air mata keluar dari pelupuk matanya. Ini sangat menyakitkan, apakah dia siap menghadapi suatu hal lebih parah?
Tuhan bantu Taehyung, dia ingin menjadi seseorang yang tegar dalam satu waktu tertentu saat ujian hidupnya kembali lagi melanda dirinya berat.
Tepukan itu ada di bahunya sekali lagi. Memberikan kesan kalau semua orang bisa tegar dalam hal sewajarnya. Seokjin mengangguk, dia masih belum terima atas sikap ibunya.
"Meski kau katakan itu beberapa kali, rasa percaya diriku pada ibuku hilang. Aku mengira kalau dia hanya sebatas marah, tapi dia membuat kabar tidak sedap adikmu, Jungkook. Hal itu membuatku sangat marah padanya."
Taehyung juga marah, dia menggigit bibir bawahnya miris. Tersenyum dalam tetesan air mata yang belum sempat dilihat Taehyung saat pandangan matanya ke lain. Jungkook dia memang harus menerima sikap ketidakadilan orang lain. Taehyung bisa apa? Dia sadar di saat usia adiknya sekarang ini. Cobaan akan selalu datang walau dilawan dan tidak dilawan.
"Aku pun marah saat kau menjelaskannya tadi. Itu lebih membuat ku sadar diri kalau aku sangat buruk, perihal soal adikku adalah pembawa sial semua itu tidaklah benar. Ibumu memang egois, tapi...." Taehyung harus tegar. Suka atau tidak dia harus katakan semua agar semua keputusan ini bisa membuat dia lega tanpa hidup dalam sebuah penyesalan. "Bagaimana aku mengakhiri konflik suatu hari nanti. Kenyataannya ayahku adalah pengguna obat terlarang. Aku mencari info sekarang, yang ada dalam ingatan masa kecilku itu adalah narkoba. Aku tidak tahu namanya, tapi gambar dalam sebuah media mengatakan itu golongan terlarang."
Taehyung menarik nafas kuat demi mengatakan semua ini. Dia memejamkan mata sejenak dan memainkan hatinya secara tarik ulur.
"Kau pasti bercanda ya? Mana mungkin kalau, ayahmu dia..."
"Aku sudah menduga kau tidak percaya bukan? Berapa kali aku harus bilang agar kepercayaan ini aku dapatkan. Jika kau bereaksi seperti saat ini, lalu apa yang akan di reaksikan oleh adikku?" Taehyung ingin sekali menepis sebuah kebenaran ini. Dia tidak punya maksud menjelekan sang ayah, kenyataan membawa dia harus berani mengatakan secara gamblang.
"Tidak, aku mengenal bagaimana ayahmu dia-"
"Justru itulah aku tidak pernah percaya akan sebuah kebenaran. Memang dia sangat baik, ayah sempurna bagiku juga dua saudaraku. Mereka tidak tahu, tapi aku tahu. Keburukan ayahku dibawa mati dalam kecelakaan bersama dengan ibuku, bagaimana bisa aku menahan guncangan ini? Inilah sebabnya aku koma lama, tidak terima dan kuatnya benturan membuat aku nyaman dalam tidur lama...."
Seokjin tidak bisa mengatakan satu kata patah pun sekarang. Dia bisa lihat bagaimana Taehyung meremat dadanya yang masih ngilu dan sakit. Disini dia menjadi terasa berat dalam sebuah beban. Taehyung akhirnya menyerah dengan dua air matanya jatuh memaksa. Meminta agar kedua kelopak mata itu terbuka dan biarkan dua cairan bening itu terjun bebas dengan sendirinya.
"Kau dan lainnya pasti akan mengatakan tidak mungkin. Tapi, ibuku mati karena ayahku menggunakan obat itu. Dalam ingatanku aku melihat ayah menggunakan obat itu sebelum pergi dalam dosis besar, aku tidak tahu kenapa aku takut juga. Polisi tidak bisa menemukan bukti itu karena kedua orang tuaku terbakar dalam mobil setelah kecelakaan. Apa yang harus aku katakan lagi Jin hyung katakan! Apa yang aku lakukan ini salah? Saat aku katakan kalau ibumu lebih baik?"
Taehyung sedikit menggebrak meja kecil di depannya. Hawa dan suasana dalam ruangan ini menjadi tegang, seorang Kim Taehyung terbawa emosi akan masa dimana dia masih punya keluarga utuh. Sangat berat bagi dirinya menerima apalagi sendiri. Tanpa Yoongi atau Jungkook tahu akan kesalahan satu pihak, Taehyung juga merasa jika ada dua kemungkinan dalam bab ini.
Bisa jadi ibunya tidak tahu sama sekali sehingga ayahnya dulu bisa bebas menggunakan benda haram itu, atau... Ibunya tahu dan justru diam saja dengan alasan enggan terpisah dengan suaminya yang paling dia cintai.
Taehyung merasa jika opsi kedua lebih kuat. Mengingat bagaimana ibunya sangat protektif pada ayahnya. Meski tampak semua ini sangat bahagia dulu, bahkan setelah adik bayi yang lahir. Taehyung masih bungkam akan kebenaran ayahnya, Taehyung juga sangat rindu pada si kecil cantik terakhir dia gendong sebelum kejadian kebakaran itu.
"Aku bahkan kehilangan adik kecil kami, si cantik. Dulu aku mengatakan banyak kata yang merujuk perpisahan, saat ibu melahirkannya. Aku merasa sikap ayah berubah sedikit meski tidak banyak, hanya hal dimana setelah kelahiran adik bayi.... Yoongi hyung mengatakan kalau semua ini ketentuan Tuhan. Bukannya kesialan dari seorang bayi. Itulah kenapa, aku tidak ingin menyalahkan Jungkook atas semua terjadi. Meski aku tidak yakin, apakah semua bisa berkumpul? Adik cantik kami belum tentu ditemukan...." Taehyung menitikkan air mata. Dia tidak bisa lupa akan wajah manis dan cantik seseorang pernah dia dekap.
Taehyung membayangkan sekarang. Saat kedua tangannya mengangkat seolah menggendong sesuatu dengan sangat dekat. Kata puitis akan dia katakan setelah dia bisa mendapatkan adik cantik mereka.
Adik cantik, saudari dari Suga, Taehyung juga Jungkook. Maka akan semakin lengkap dalam sebuah saudara harmonis jika ada perempuan di dalamnya.
Seokjin selama ini lupa akan fakta kalau tiga saudara ini punya satu lagi seorang adik. Rasa penyesalan atas apa yang dia lakukan dulu, dari pada dia menjadi sesuatu yang belum tentu bisa membantu. Sebaiknya dia menjadi polisi lebih berguna untuk mencari seseorang yang hilang.
"Taehyung?" Panggilnya pelan, dia merasa kalau tidak ada wajah ceria seseorang lagi.
"Hikkksss... Hikksss... Aku bahkan tidak tahu kemana dia hikkksss..."
Seokjin tidak suka seseorang yang menangis. Dia secara sadar membawa Taehyung dalam dekapannya perlahan. Tak ada yang bisa dia lakukan selain memberikan semangat, berharap jika Tuhan bisa membantu Taehyung sampai tuntas.
Mungkin manusia memang serakah serta egois. Tapi, Seokjin tidak tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia juga tidak pernah membahas soal adik perempuannya pada Jungkook, Seokjin semakin takut jika Jungkook lupa kalau dia status seorang kakak. Dia punya adik kecil perempuan sama seperti lainnya.
'kini aku mengerti kenapa Taehyung membiarkan bagaimana Jungkook menangani masalahnya sendiri. Berusaha tenang kalau adiknya kabur dari rumah sakit ini, Tuhan.... Apa yang aku pikirkan sebenarnya? Kenyataannya Jungkook juga seorang kakak bagi si bungsu perempuan. Dalam kamus keluarga, kakak harus kuat walau dia juga menjalani status sebagai seorang adik juga. Jungkook masih punya hal mental kuat jika memang dia punya adik kecil.' batin Seokjin dalam membuang nafasnya pelan dan lelah. Kepala mendongak ke atas dimana dia menahan agar air mata tetap di dalam netra nya saja.
Dia salah, Taehyung benar.
Taehyung sekarang sudah pandai dan bijak dalam menyikapi masalah. Apakah ini yang dinamakan dinamika perkembangan seseorang?
Taehyung memang sayang pada Jungkook, dia menunjukkan sikap semestinya karena sudah dewasa. Mungkin Yoongi akan melakukan sama. Dia lebih keras dan tegas bahkan galak. Mungkin di tengah perdebatan Taehyung dan Yoongi dulu selalu ada Jungkook sebagai pelerai dan perekat hubungan mereka. Tapi untuk kehadiran si adik bayi maka itu menjadi pelengkap mereka.
Seokjin mengira jika adik bayi sudah besar maka usianya bisa saja sudah besar. Tidak pasti memang. Karena dulu saat bayi sekecil itu hilang yang ada hanya dua pilihan takdir. Mereka meninggal atau bisa ditemukan oleh orang baik yang mau merawat mereka.
"Taehyung, kau benar. Sudah cukup dan jangan menangis. Bagaimana kalau Jungkook tahu kau seperti ini...."
Semakin deras air mata itu, semakin kuat Taehyung memeluk dokter muda itu. Hancur hati memang sulit untuk sembuh, terasa semua ini sangat menyesakkan di berbagai segala.
.........
TBC....
Aku rajin updete supaya pembacaku suka. Semoga cerita ini segera bisa diselesaikan sesuai jadwal.
Tetap semangat dimanapun berada. Gomawo and saranghae ❤️❤️
#ell
20/08/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro