(Chapter 46)
"Punya keajaiban apa agar kau bisa mengubah semua persepsi ini? Harapan tinggal harapan kalau manusia tidak melakukan usahanya walau sekali."
(Author ***** POV)
Suga mengatakan cinta pada adiknya secara sembarangan juga membahayakan nyawa. Untuk itulah Namjoon memukul puncak kepala Suga secara sakit menggunakan botol minum mineral plastiknya. Kadangkala sebagai seorang pemimpin harus punya ketegasan agar anak buah tidak melakukan kesalahan sama dua kali.
"Hidup ini singkat, jangan buat menjadi lebih sikat lagi! Kau tidak perlu mengatakan hal buruk apalagi perbuatan yang membuat masalah lagi!" Namjoon mengomentari ini. Suga mengusap puncak kepalanya risau dengan kepala menunduk entah mengapa. Perasaan kalang kabut telah membuat dua sahabat lainnya juga mengangguk setuju dan membiarkan Namjoon melakukan hal yang menurutnya memang benar. Saat ini suasana dan keadaan bascamp tidak rapi seperti biasanya.
Hoseok yang selama ini rajin membersihkan sesuatu saja mulai jenuh dan sedikit marah akibat sikap Suga. Dia turut andil untuk memberikan protes juga marahnya, saat dia tahu jika Suga tidak akan mendengarkan dua kali pendapat mereka.
"Dengarkan kata kami Suga, kau ini menjadi salah satu dari keluarga kami. Kau hampir membahayakan dirimu juga orang lain, bahkan seorang dokter tersedak ikan air sungai. Bukankah itu sangat-" Jimin menelan ludah. Membayangkan wajah Seokjin yang memuntahkan ikan hidup dari mulutnya saja membuat dia menahan tawa susah payah diantara pipi mengembung miliknya.
Oh, sial! Setan di benak pikirannya membuat dia harus tertawa di atas penderitaan orang lain. Kedua mata malah tidak memberikan konsentrasi sama sekali.
"Kau baik saja?"
Suga memperhatikan tingkah absurd bantet kesayangan mereka itu. Hoseok bisa saja menendang bokong indah itu kalau saja suasana itu tidak serius sekarang. Tak ada kata dimana lelucon ajaib bisa membuat kerang ajaib Spongebob muncul ke permukaan.
Jika bukan Namjoon yang menepuk punggung belakangnya sekali tepuk, Jimin bisa saja tersedak.
"Lanjutkan Jimin, kau bisa membuat kami semakin tua hanya karena menunggumu." Tersedak ludah sendiri lebih baik daripada dirinya juga harus tertawa karena ekspresi gokil Jimin.
"Intinya, kau melakukan kesalahan. Kau bisa membuat kami kehilangan nyawa di tempat hanya karena ulah berbahaya mu itu. Apakah kau dengar aku Suga? Kau bukan hanya membuat dirimu bisa mati, adikmu juga siapa itu? Dokter? Nah, kalau bukan gadis yang pandai itu. Ada korban jiwa yang membuat kita dan kau lebih menyesal kawan."
Jimin mengatakan secara pelan apa yang menjadi pendapatnya sekarang. Hoseok batuk saat debu masuk dalam kerongkongannya. Dia masuk ke dapur untuk mengambil satu gelas air bening demi menyelamatkan dahaga keringnya. Saat tidak ada keputusan satu sama lain, Suga malu sendiri karena dia sendiri malah keterlaluan.
"Tidak bermaksud lain. Saat aku melihat adikku, aku ingin dia menjadi bagian dariku selamanya. Berpikir sempit itu salah ya?"
Pertanyaan bodoh sekarang. Namjoon tak bisa menimpali jika Suga bisa menjadi bodoh secara mendadak karena keputusan anggotanya yang gila memang. "Kalau kau mati siapa yang tidak akan menangis Suga? Jimin bisa saja tidak akan diam menangis satu hari satu malam, kau tidak ingat? Saat kau demam berdarah? Dia paling cengeng diantara kami berdua, paham!"
Tidak ada jaminan sebenarnya. Sungguh prasangka baik kalau Suga mau mendengarkannya. Tanpa ekspresi sama seperti dulu, Suga kehilangan harga diri selama satu detik setelah mengalami ini semua. Mungkin suara Namjoon hanya angin lalu saja, lantaran dia mengatakan saja tanggapan itu cukup lama. Setiap harinya dia melihat semua sahabatnya ini tanpa bosan. Namjoon bosan kalau Suga malah sedih berkepanjangan seperti saat ini.
"Jimin, aku punya urusan. Bisakah kau menjaga kucing besar ini? Jangan biarkan dia melakukan hal gila lagi, sekali lagi."
"Kau percayakan Suga padaku?"
Namjoon melirik bantet kesayangan nya itu, tak ada pilihan sebenarnya. Hanya mementingkan salah satu orang saja tidak cukup.
"Ya, aku mohon padamu. Sebelum aku menjadi gila karena kalian, jaga Suga saat aku keluar. Suruh dia ganti baju yang aku bawakan tadi, dia bahkan enggan memakai baju baru itu," sedikit kesal dan melempar baju itu marah. Bukan salahnya kalau dia punya perdebatan, rencana untuk bisa membuat Suga bertemu dengan adiknya secara baik saja sudah gagal.
Entah kenapa dirinya merasa tidak berguna saja karena membiarkan semua ini terjadi. Padahal dia tahu, kalau wawasan dan pengalamannya cukup untuk bisa mengambil keputusan walau akhirnya dia disepelekan pada akhirnya.
Seorang sahabat? Mementingkan diri sendiri saja Namjoon tidak lakukan itu hanya karena dia paham bahwa keputusan nya untuk bisa membantu Suga akan dia lakukan secara ulang sampai dia benar-benar bisa menyaksikan sendiri seorang Suga bahagia selamanya. Andai saja seorang Suga tidak kehilangan kontrol tidak akan mungkin Jungkook bisa marah pada semuanya.
Namjoon paling disalahkan saat ini, bagi seorang Jungkook. Bagi Jungkook, Namjoon bukan seseorang yang bisa dikatakan punya tanggung jawab lantaran diam saja. Tidak mengatakan apapun soal Suga pada dirinya karena kenyataan jelas kalau Suga bisa melakukan hal gila yang memusingkan. Perdebatan ini akan selesai kalau dia turun tangan untuk semuanya.
Demi kerang ajaib, Namjoon sendiri yang pusing memikirkan ini semua tanpa sebab juga alasan.
,
Seokjin membuang tasnya saat dia ngilu pada kedua kakinya. Air sungai sudah membuat dia kelabakan untuk bisa bertahan cukup lama dalam langkah kaki setiap kali dia berusaha untuk berjalan. Sesuatu mengatakan kalau dia bisa mati jika terlambat untuk diselamatkan dan adiknya juga bakal mati kalau Jungkook tidak segera lolos dari dalam sungai itu.
Permukaan air membuat pemikirannya panjang, dia panik juga ketakutan kalau tubuh seorang adik jatuh lebih dalam tanpa mau melawan gravitasi. Dirinya malah menelan diri sendiri serta membiarkan semuanya agar bisa menggapai tangan Suga. Suga!
Seorang kakak bodoh sekarang! Dia malah membiarkan bahaya datang menimpa lalu membuat kematian mendekat hanya beberapa detik saja nantinya.
"Seokjin Hyung, aku buatkan susu cokelat ya. Aku harap kau tak apa, atau kedinginan aku tidak mau hal itu terjadi." Jungkook terbiasa untuk mengomel juga segalanya. Ada banyak hal dia lakukan setelah acara menyiapkan susu hangat untuk kakak. Memasak juga mengurus sebagian tugas di rumah sudah menjadi keahlian tak perlu diragukan lagi. Bahwa Jungkook terlalu spektakuler untuk mengurus segala kebutuhan rumah tangga, membantu sang kakak lebih tepatnya.
Tak ayal kalau Seokjin tidak bisa lepas dari adiknya yang sudah biasa berada dalam jangkauan juga pengawasannya. Tidak ada lagi acara saling menasihati satu sama lain, akibat semua urusan sudah di selesaikan secara pribadi saat di perjalanan pulang. Untuk ikan air tawar tidak lagi menyangkut di tenggorokan. Dokter muda ini bisa kehilangan pekerjaan juga suaranya kalau semua itu terjadi. Sohyun si gadis air, sudah berhasil menyelamatkan satu nyawa manusia. Seokjin mungkin belum bisa membalas kebaikan itu nyata.
Suaranya juga kebaikan hatinya tidak cukup untuk bisa membalas kebaikan satu orang atau juga lebih. Bukan hanya gadis itu saja yang baik, tetapi... Jungkook juga menjadi bagian dari kebaikan yang tak akan bisa dia balas dan patut syukuri. Akankah dia akan melepaskan kebiasaan bersamanya? Sementara di luar sana dua orang kakak kembali membawa hak untuk membawa sang adik pulang kembali. Setelah sekian lama dan tahun lewat kala Jungkook kecil selalu menangis mencari kakaknya dan kini Seokjin bisa menjadi kakak pengganti yang begitu lekat dengan sang adik. Rasanya sangat sulit bagi dokter muda tersebut untuk bisa bernafas walau beberapa detik saja.
"Hyung, ini minumannya. Kuharap kau suka dengan apa yang aku buat. Aku tidak yakin apakah takarannya pas, karena aku tahu kau punya selera labil."
Jungkook datang dengan nampan berisi satu cangkir susu cokelat kesukaan kakaknya juga dirinya. Ada yang lebih membutuhkan ketimbang Jungkook sendiri sampai seorang adik mengalah untuk kakaknya. Kakaknya yang kedinginan dan diam sembari menahan dingin di tubuhnya.
Jungkook mendongakkan kepala mencari celah. Sesuatu tidak dia dapatkan karena Seokjin membiarkan pakaian kering itu di dekatnya. Rupanya, Seokjin diam melamun berpikir sesuatu entah apa dan kenapa. Banyak kejutan yang bisa didapatkan dari sesuatu yang bernama takdir. Seokjin belum siap mendapatkan uap air panas menghilang dari pandangan matanya.
Susu cokelat yang sengaja dihidangkan Jungkook tidak bisa memberikan kesan nikmat untuk segera di minum. Selera itu menghilang, sampai akhirnya kedua tangan memegang cangkir juga menempelnya secara sengaja agar hangat. Kesan dimana dia tidak bisa menembus jalur pemikiran atas segala sesuatu mengusir egoisnya. Keinginannya untuk bisa berjalan bersama adiknya melewati salah satu masa depan cukup cerah. Panas ini tidak akan membuat tangan Seokjin melepuh seketika. Mungkin saja telapak nya berwarna merah.
Telapak yang panas ditiup oleh sang adik langsung. Mengangkat semua itu penuh kasih sayang juga harapan paling besar dalam mata menatap dua manik mata kosong disana. Seokjin suka sekali memendam masalah sendiri. Ingin tahu dan selalu mencari jawaban dari segala tatapan mata disana. Semua terasa sangat sulit hingga Seokjin memalingkan wajah enggan menampakkan ekspresi wajahnya. "Jangan memikirkan apapun. Tidak suka aku mendengarkan semua itu, aku sangat membutuhkan dimana kakakku selama ini bersama ku." Mendekap kedua tangan itu sayang lalu menempelkan kedua tangan itu ke pipi kanan Jungkook.
"Kau mendekap tangan ini seakan kau takut aku pergi. Jungkook, biarkan aku memakai baju. Hari ini terlalu dingin untuk aku lewati. Bolehkah?"
Seokjin menarik tangan itu pelan serta sepenuhnya. Kalau setiap kata yang dia katakan salah, mungkin tidak akan bisa dia maafkan kalau dua saudara adiknya malah pergi menjauh semakin pelan. Pemikiran seseorang memang beda dari apa yang Jungkook pikirkan. Kalau dia punya alasan, maka Seokjin selalu punya solusi. Meski tampak sekali semua ini dingin.
"Hyung...."
Seokjin mengulas senyum ketika melihat adiknya berdiri hendak membantu juga menyusul dirinya. Baginya, tidak masalah kalau dia lakukan semua ini. Semua terasa renggang saat masalah Taehyung membentak Seokjin keras. Menyalahkan semua sikap keluarga juga apa yang di dapatkan Jungkook kemarin. Bagai mimpi buruk, semua yang dianggap sebagai sebuah kata akur terasa sangat tidak mungkin dalam semua tebakan.
"Seokjin Hyung? Maafkan aku. Bukan maksduku untuk menyakiti hatimu dan segalanya. Tapi... Aku tidak bisa mengatakan betapa aku sangat hutang Budi padamu. Rasanya berat kalau aku meninggalkan dirimu. Taehyung Hyung, dia asal bicara tanpa mau tahu perasaan Seokjin Hyung..." Malu sekali, Jungkook merasa malu. Dua air mata itu hampir mau jatuh dan cairan asin itu membuat dua kelopak matanya sembab. Seokjin memaafkan semua kesalahan Taehyung. Anggap saja kalau kasih sayang seorang kakak membuat apa yang dilihat itu salah.
Taehyung dan Yoongi, dulu mereka tidak begini. Mungkin setelah dewasa semua berubah. Seokjin ingin mengembalikan hak itu. Tidak satu kata pun, dia bisa mendapatkan apa yang dia mau. Ibunya mengatakan semua kata buruk, bagian Jungkook untuk segera bahagia akan selalu dekat.
Bayang-bayang masa lalu harus segera pergi. Hitam di balik langit kelam tanpa bintang saat kesedihan itu ada juga muncul.
,
Taehyung diam sejenak melihat akuarium di depan matanya. Ada banyak ikan disana memainkan mulut, menatap balik Taehyung juga.
Ayahnya duduk di samping, mendapati seorang anak diam tanpa suara.
"Diam seperti itu tidak akan membuat perut anakku ini menjadi kenyang. Kau tidak makan Tae? Apakah kau suka membuat ayahmu yang tampan ini bahagia saat melihat kau makan dengan lahap?"
Tepukan itu cukup mengejutkan dirinya. Taehyung menoleh, melihat bahwa seseorang tersenyum ramah untuknya. Sesuatu menghibur tapi sangat sulit dilakukan, cara lain untuk mendapati jawaban hanya bertanya. Pada lebih pengalaman dan dia malah merasa takut jika dia salah dalam bertindak. Sesuatu tak benar, tiada pasti kalau ayahnya akan marah jika Taehyung hanya sebatas bertanya dan mengeluh.
"Ayah tidak makan? Aku merasa tidak lapar saat ini. Mungkin karena aku sudah makan sarapanku, pagi ini. Telur dan nasi goreng, aku merasa bosan karenanya. Tapi... Tak masalah..." Taehyung menunjukkan gelagat aneh dari cara bicaranya. Sembunyikan sesuatu juga lainnya di balik jaket dia kenakan sekarang ini.
Ah, suasana rumah seperti ini membuat dia tidak nyaman saking sepinya. Ada banyak catatan dimana dia harus menggantungkan segala posisinya akan suatu hal tak tahu apa jawaban dia dapati. Kalau tidak salah, egois akan hancurkan mimpi buatannya.
Tekad sang kakak ingin membawa adiknya Jungkook seolah pupus. Tidak tahu bagaimana cara untuk bisa menyaingi kemampuannya. Seokjin sudah membelenggu sang adik penuh kasih sayang dibandingkan dirinya. Yoongi kakaknya saja kalah, mendapatkannya. Lebih tepatnya perhatian sang adik. Intuisi seorang kakak katanya tidak pernah salah. Taehyung tidak pernah tahu dan mengerti apa kesalahannya sehingga di dibuat dalam kemelut gegana.
Sampai akhirnya...
Dia kehilangan batas kesabaran dalam diam.
"Aku akan makan, setelahnya aku harus menemui seseorang. Dimana aku bisa mengatakan padanya soal Jungkook, ayah ... Bisakah kau bantu aku? Hak adikku juga semua, aku ingin membawa Jungkook pulang lagi meski banyak cara."
....
TBC...
Aku bisa melanjutkan tulisan ini karena dukungan kalian, maaf kalau aku sedikit performa turun. Aku sedang berusaha menyelesaikan sedikit demi sedikit.
Semoga kalian suka dengan cerita yang aku tulis. Gomawo and saranghae 💜
#ell
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro