Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Perfect Plan

Don't Leave Me Again, Nii-san

Kuroko No Basuke

Disclaimers: Fujimaki Tadoshi

Summary: Akashi Kyoeul merupakan anak dari keluarga Akashi. Mempunyai kakak yang begitu populer dan gagah tidak membuat Kyouel senang. Ketika dirinya ingin hidup sendiri -lagi- setelah kelulusan sekolah, mengapa kakaknya datang dan menyelamatkannya? Mengapa?

Pair: GoM!Brother x Sister!OC

Genre: Drama and Family

Warning: OOC-nes, Typo bertebaran di setiap sudut, Terlalu Mainstream, Dramatis, Alur Cepat, Abal, Gaje, perubahan POV mendadak, ambrul-adul letak kalimat, dan larangan lainnya. Jika mendapatkan kesamaan baik nama, tempat, maupun ide, itu adalah sebuah ketidaksengajaan yang saya lakukan.

Notes: Mika anjurkan bagi yang tidak suka terlalu "drama" maupun mainstream, mohon jangan dibaca sebelum menyesal karena tingkat dramatis tiap chapter akan berkembang~ Jika masih memaksa membaca, itu pendapat readers masing-masing. Saya ingin berbagi kesenangan dengan kalian jika berkenan.

Don't Like, Don't Read

Happy Reading Minna!

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Chapter 2 : Perfect Plan

.

.

.

Normal POV

Suasana sibuk pada jam kerja di jalanan harus dihentikan karena ada kecelakaan truk di siang hari. Kyoeul menjadi korban kecelakaan langsung di bawa ke rumah sakit dengan ambulans. Dua petugas memasang alat bantu menunjang hidup Kyoeul. Alat pernapasan dipakai, memasang infus, dan memberikan pertolongan pertama. Monitor detak jantung mulai tak stabil membuat petugas itu panik. Tiba di rumah sakit, Kyoeul dibawa ke ruang UGD. Suster melihat pasien baru masuk diberi pesan oleh petugas ambulans untuk memanggil dokter secepatnya. Suster itu berlari menuju ruangan di ujung lorong. Membuka pintu plat putih tanpa mengetuk terlebih dahulu membuat dokter di dalam kaget.

"Dokter! Ada pasien korban kecelakaan dan berada di ruang UGD sekarang." Ucap suster terengah-engah. Dokter yang saat itu lagi memeriksa dokumen, menyusun kembali di laci segera pergi keluar ruangan menuju ruang UGD di susul suster tadi di belakang.

"Bagaimana keadaan pasien sebelum masuk rumah sakit?" Tanya dokter menganalisa keadaan.

"Detak jatung mulai tak stabil dan cukup banyak luka ringan sampai berat." Jawab suster menyamai langkah dokter.

Sesampainya di ruang UGD, dokter terpaku diam melihat pasien. Ya, dokter itu adalah Akashi Shintarou. Dokter muda yang bekerja di rumah sakit ini, Rumah Sakit Tokyo. Shintarou melihat adik---tidak lama bertemu, terbaring lemas dan darah merembes tubuh adiknya. 'Itu tidak mungkin nanodayo,' Shintarou menggeleng tak percaya melihat pemandangan tersaji di depannya.

"Dokter! Kita harus cepat! Pasien dalam keadaan kritis!" Ucapan suster memecahkan lamunan dan rasa shock yang di rasakannya. Menggeleng kepala mengusir beberapa kemungkinan buruk bisa terjadi, Shintarou menghembuskan napas perlahan untuk menghilangkan panik menggerainya. Setelah tenang, Shintarou langsung memeriksa adiknya dan memperban sendiri luka adiknya dengan telaten. Selama satu jam pemeriksaan Shintarou selesai. Perasaan takut yang tadi merasukinya, sekarang menghilang sirna. Adiknya bisa selamat dari kecelakaan tragis juga  melewati kritis. Tinggal menunggu adiknya sadar.

"Pindahkan pasien ini ke ruang VVIP sekarang." Perintah Shintarou kepada suster. Suster mendengarnya bingung karena pasien tidak dirujuk ke ruang perawatan standar setelah operasi malah dibawa ke ruang VVIP---ruang dengan fasilitas paling mewah. Mengabaikan rasa penasaran, suster dan beberapa petugas membawa Kyoeul ke tempat ruang perawatan sesuai perintah dokter.

Kyoeul dibaringkan di ranjang empuk, dipasang kembali infus dan alat pernapasan. Setelah selesai, suster dan petugas tersebut keluar meninggalkan Shintarou di dalam sendiri dengan Kyoeul.

"Apa yang terjadi denganmu, Kyoeul? Apa kamu mau meninggalkan kami?" ucap Shintarou sedih dan melunak. Shintarou sadar bahwa dirinya tidak lagi memperhatikan adiknya setelah kedua orang tua mereka meninggal saat itu. Kejadian tidak menyenangkan terjadi beberapa tahun yang lalu.

Shintarou mengambil handphone di saku jas putih dan menghubungi saudara lain. Memakai handphone di rumah sakit memang tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan sinyal elektromagnetik mengganggu mesin-mesin beroperasi. Tetapi lain lagi jika ruangan yang di tempati Kyoeul sebuah ruanagn khusus terpisah dengan pasien lainnya. Di sini bisa menelpon tanpa mengganggu sistem operasi mesin tersebut. Shintarou menelpon satu per satu dengan perkataan singkat dan jelas. Respon mereka terkejut dan tidak percaya terdengar lirih. Masing-masing mereka akan datang secepatnya.

~~~@@@~~~

Suara kaki berjalan cepat bergemuruh ribut di lorong rumah sakit. Ada lima pemuda berjalan beiringan ke suatu ruangan dengan tergesa-gesa.

"Daiki-kun, jangan ribut," ucap pemuda berambut biru muda menegur pemuda navy blue yang berjalan sambil dihentak-hentakan tanpa sadar.

"Aku tahu! Tapi ini mendesak Tetsu," balas pemuda berambut navy blue protes.

"Daikicchi, tunggu aku-ssu," ucap pemuda berambut kuning cerah mencoba menyamai kecepatan pemuda berambut navy blue.

"Ryouta-chin dan Daiki-chin seperti anak kecil," ucap pemuda berambut ungu terdengar bosan tetapi terselip cemas.

"Aku tahu kalian khawatir. Tapi jangan membuat keributan," ucap pemuda berambut merah dengan aura dingin. Mereka langsung diam mendengar peringatan yang di lontarkan.

Sampai di ruangan dimaksud, mereka langsung masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Mereka melihat Shintarou berdiri di samping Kyoeul. Shintarou melihat sekumpulan rambut berwarna-warni menerobos masuk tanpa salam.

"Oh, kalian sudah datang." Ucap Shintarou menyapa datar.

"Shintaroucchi, ada apa dengan Kyoeulcchi?" ucap Ryouta hampir menangis melihat keadaan Kyoeul.

"Dia masih hidup kan?" ucap Daiki bergetar dalam suaranya. Tetsuya dan Atsushi hanya diam dan mendengarkan. Terlihat raut mereka cemas walau hanya Tetsuya berekspresi datar.

"Tentu saja, nanodayo," ucap Shintarou menatap tajam Daiki. Tidak setuju dengan pertanyaan diucapkan Daiki blak-blakan.

"Jadi bagaimana kondisi Kyoeul?" tanya Akashi datar –mewakili semua orang- menatap Shintarou.

"Ada tulang patah beberapa rusuk di dada, kepala terluka karena terbentur cukup keras, dan beberapa luka ringan tapi itu tidak berbahaya. Tadi sempat kritis saat tengah operasi tapi sekarang sudah melewati itu. Mungkin beberapa hari ke depan Kyoeul sadar." jawab Shintarou tenang melirik Kyoeul tertidur damai.

Mereka berlima mendengar pernyataan Shintarou hanya bernapas lega mendengarnya. Sebelum menuju ke rumah sakit mereka berlima sudah berpikiran buruk kondisi Kyoeul. Mereka takut kehilangan Kyoeul. Mereka sadar menelantarkan Kyoeul sendirian tanpa ada orang terdekatnya. Padahal sebelum orang tua meninggal mereka sudah berjanji untuk melindungi Kyoul sepenuh hati. Sekarang karena kelengahan dan ketidakpedulian terhadap Kyoeul, Kyoeul menjadi korban kecelakaan. Itu pukulan berat buat mereka. Melihat Kyoeul terluka membuat mereka berjanji untuk mulai dari sekarang menjadi kakak yang baik untuknya.





Kyoeul POV

Dimana ini? Mengapa di sini gelap? Apa aku sudah mati?

Tiba-tiba cahaya di depanku terlihat dan menjadi terang menderang menghilangkan kegelapan yang menyelimutiku tadi. Aku mengerjapkan mata menetralkan penglihatanku silau.

Memfokuskan pandangan aku berada di tempat berwarna putih. Aku berbalik kiri, kanan, dan atas. Aku hanya melihat tempat tak berujung tidak terdapat apapun di sini. Aku memiringkan kepalaku ke kanan menandakan aku bingung dengan semua ini.

"Kyoeul /cchi/chan/chin" ucap beberapa orang bersamaan. Aku mendengar suara timbul tegang. Aku segera berbalik dan melihat ke enam pemuda---kakakku tersenyum ke arahku.

Jarak antara aku dan kakakku beberapa meter. Aku ingin mengatakan sesuatu namun suaraku tidak keluar. Serasa tenggorokanku kering seakan tidak minum berhari-hari. Aku memegang leherku dan mencoba bebicara. Tapi tidak bisa sama sekali. Dalam hatiku, 'Mengapa suaraku hilang?'

"Kyoeul, kami akan menjagamu mulai dari sekarang. Maaf kami tidak memperdulikanmu setelah orang tua kita meninggal. Kamu jangan menolak." Ucap Seijuurou-nii menatap diriku dengan senyuman juga terasa aura intimidasi namun terasa terlindungi.

Apa? Melindungiku? Apa kalian bercanda?

"Tidak kami tidak bercanda." Seijuurou-nii ternyata bisa membaca pikiranku semrawut.

"Benar itu-ssu," kata Ryouta-nii mengangguk menyetujui perkataan Seijuurou-nii. Aku melihat Tetsuya-nii, Atsushi-nii, Shintarou-nii, dan Daiki-nii mengangguk menyetujui juga.

Tidak mungkin. Mengapa baru sekarang?

Aku bingung dengan semua ini. Mengapa kakakku berbicara begitu? Kepalaku mulai sakit. Tubuhku jatuh menembus gravitasi. Mataku terasa berat dan mengantuk. Sebelum mataku tertutup, aku melihat semua kakakku berbicara. Namun aku tidak bisa mendengar. Kegelapan menyelimutiku lagi.

BRUK

Aku membuka mataku. Mengerjap-ngerjap mata, menghilangkan kabut menghalangi. Ternyata air mataku rupanya. Aku menghapus air mataku dengan tangan kiri. Fokus mataku sudah jelas sekarang. Aku berada di ruangan serba putih dan kutahu sekarang aku berbaring di ranjang nyaman. Aku menoleh ke kanan ada jendela bening cukup besar melihat pemandangan di luar. Langit siang berpadu warna biru bening. Mimpi tadi apakah itu nyata? Tidak! Aku tidak percaya. Lebih baik aku melupakan mimpi aneh sejenak.

KLIK

Mendengar suara pintu terbuka aku menoleh ke arah pintu sebelah kiri. Aku melihat Rifa-chan dan Eva-chan masuk ke ruangan.

"Kyoeul-chan, kamu sudah sadar?" tanya Rifa-chan dan Eva-chan kaget. Aku mengangguk membalas sahabatku. Raut wajah mereka langsung lega melihatku baik sekarang.

"Syukurlah. Bagaimana perasaanmu?" Eva-chan mengenggam salah satu tanganku lembut. Di saat mau bicara, tidak ada suara keluar. Tenggorokanku benar-benar kering rupanya.

"Ini minum dulu airnya," Rifa-chan memberiku segelas air putih. Aku mencoba bangun. Eva-chan membantuku duduk dan bersandar di kepala ranjang. Aku mengambil gelas, meminum perlahan. Aliran air masuk kerongkongan mengalir masuk ke lambung. Selesai minum aku berikan gelas kembali ke Rifa-chan.

"Terima kasih Rifa-chan, Eva-chan." Ucapku pelan. Akhirnya suaraku kembali walau kecil. Mungkin efek selama tidak sadar. Mereka sekali mengangguk.

"Ini di mana?" tanyaku bingung dan kembali mnejelajahi isi ruangan. Ruangan interior mewah dengan warna putih dicampur krem. Cocok dan menyejukkan mata. Ada sofa berbentuk U di depanku. Lukisan sebuah pohon beringin di baluti pigura antik. Kamar mandi ada di ujung ruangan. Kamar berkelas dan tidak mudah di tempati selain orang yang mempunyai banyak uang. Siapa yang membawaku ke ruangan ini? Seharusnya di pindahkan ke ruang perawatan cukup bagiku.

"Di rumah sakit. Kamu tidak ingat?" tanya balik Eva-chan pelan dan memegang kepalaku. Aku merasakan ada terlilit di kepalaku. Ternyata perban putih.

Aku memutar memoriku sebelum masuk rumah sakit. Banyak memori terlintas. Kejadian pulang sekolah setelah pengumuman kelulusan, rencana pergi ke mall, dan pergi menuju mall sendirian berjalan kaki. Ah, aku ingat sekarang. Sebuah truk menabrak keras sampai terlempar. Memori sangat menyakitkan buatku.

"Kamu sudah ingat?" ucap Rifa-chan menatapku khawatir. Aku mengangguk kaku. Tidak menyangka aku mengalami kejadian mengenaskan setelah kelulusanku kemarin.

"Bagaimana kalian bisa tahu aku di sini?" Aku melihat Rifa-chan dan Eva-chan menatap satu sama lain seperti menyembunyikan sesuatu. 'Ada apa?' batinku.

Eva-chan kali ini yang bicara, "Kami tahu kamu di sini karena dari Akashi Shintarou-san."

Tubuhku menegang. Shintarou-nii? Oh iya aku baru ingat. Pantas saja. Kan Shintarou-nii bekerja di rumah sakit terkenal. Tapi mengapa harus kakakku? Bukan orang lain?

"Kyoeul-chan dengarkan. Ceritanya begini saat kami menunggu kamu, kamu tidak datang-datang. Padahal kami sudah menunggu 2 jam lebih. Kami kira kamu masih tidur karena kebiasaan tidurmu sampai siang kalau hari libur. Mau ke apartemenmu tetapi kami tidak tahu. Kamu tidak pernah mengajak kami mampir."

Aku mendengar itu menunduk menyesal. "Aku minta maaf karena merepotkan kalian. Aku ingin mengajak ke apartemenku dari dulu tapi aku tidak bisa. Aku takut nanti kakakku menanyai tempat tinggalku dari kalian. Bukannya aku tidak percaya dengan kalian. Malah aku sangat percaya dengan Rifa-chan dan Eva-chan. Aku tidak mau kalian menjadi susah karenaku. Terlalu beresiko. Maafkan aku." Aku membungkuk minta maaf dengan kedua sahabatku.

"Tidak apa kok Kyoeul-chan. Kami mengerti. Tapi lebih baik kalau di tanggung bersama, oke? Kan kita bersahabat. Saling membantu." Ucap Rifa-chan senyum ceria. Eva-chan juga tersenyum menyetujui perkataan Rifa-chan. "Terima kasih," Aku sangat senang sahabatku bisa memahami perasaanku.

Eva-chan mulai melanjutkan, "Jadi kami terus menghubungimu. Sekitar jam 3 sore akhirnya kamu mengangkat telepon. Bukan suara kamu yang terdengar tetapi suara kakakmu, Shintarou-san. Dia memberitahumu kalau kamu kamu di rumah sakit. Saat itu kami mau pergi ke tempatmu tapi kakakkmu menyarankan untuk kesini besok pagi. Keadaanmu katanya sudah mulai membaik. Tinggal menunggu kamu sadar. Jadi kami tidak datang kemarin. Itu cerita singkatnya."

"Hmmm begitu. Sekarang Shintarou-nii dimana?"

"Sekarang ada operasi pasien lain di ICU," jawab Rifa-chan duduk di sampingku.

"Sebelum kami masuk, Shintarou-san menitip kami untuk menjagamu," lanjut Eva-chan memandang keluar jendela.

"Terima kasih sudah mau menjengukku. Maaf merepotkan kalian." Aku membungkuk sedikiit berterima kasih.

"Sama-sama Kyoeul-chan." Ucap Rifa-chan dan Eva-chan bersamaan. Kami pun tertawa senang.

.

.

.

"Aku benar-benar bosan ne~" Aku hanya berdiam diri di ranjang. Kedua sahabatku sudah pulang dari tadi sore. Hari sudah menjelang malam. Aku sendirian di ruangan sebesar ini.

"Kalau bukan karena kecelakaan, aku bisa bertemu Aichi-kun dan Kai-kun! Aku kangen dengan mereka," Ucapku cukup keras sambil mengangkat kedua tanganku ke atas. Mengabaikan rasa sakit menyerangku. Rasa kecewa tidak bisa hadir acara Cardfight!! Vanguard yang sudah kutunggu tahun lalu harus kandas begitu saja.

"Aichi? Kai? Siapa dia?" Suara dingin menginterupsi perkataanku barusan. Aku melihat ke arah pintu terbuka---ada beberapa orang mulai masuk ke ruanganku. Seijuurou-nii masuk pertama. Shintarou-nii yang kedua dan lainnya menyusul. Shintarou-nii kembali memeriksaku secara detail. Aku hanya diam untuk membuat cepat tanpa membuang waktu.

"Kyoeulcchi, kamu sudah sadar-ssu?" Ryouta-nii ingin berancang memelukku sebelum Daiki-nii memegang kerah baju Ryouta-nii.

"Tentu saja dia sudah sadar! Dan jangan seenaknya memeluk dia! Nanti kalau dia tidak bisa bernapas bagaimana?" Daiki-nii mengancam Ryouta-nii.

"Hidoi~i Daikicchi," Rengek Ryouta-ni menangis buaya.

"Kalian berisik Dai-chin dan Ryouta-chin," ucap Atsushi-nii menguap malas sambil makan. Jangan lupa di tangannya ada snack apapun itu.

"Aku setuju dengan Atsushi-kun. Mereka berdua berisik. Bagaimana keadaanmu Kyoeul-chan?" ucap Tetsuya-nii menatapku datar. Tapi ekspresi matanya terlihat cemas. Menghiraukan Daiki-nii dan Ryouta-nii yang protes tidak di anggap.

"Aku baik-baik saja sekarang," Ucapku meyakinkan untuk menghilangkan kekhawatiran kakakku. Tetsuya-nii mengangguk kalem mendengar perkataanku.

"Bagaimana keadaannya sekarang, Shintarou?" Interupsi tiba-tiba dari Seijuurou-nii setelah hening merambati kami. Shintarou-nii menjawab, "Keadaan Kyoeul sudah mulai membaik. Tiga hari ke depan boleh pulang. Saat ini harus di rawat terlebih dahulu," Seijuurou-nii menghela napas lega walau tak kentara terlihat. Seijuurou-nii mengkhawatirkanku?

Aku benar-benar kaget kakakku pada menjengukku sekarang. Padahal aku tidak mengharapkannya. Bertemu dengan Shintarou-nii saja sudah membuatku kaget apalagi semua sekaligus rasanya dadaku terasa hangat namun sakit bersamaan. Ada apa? Rasanya aku ingin menghilang dari hadapan mereka.

"Jadi jawab pertanyaanku tadi Kyoeul," Suara Seijuurou-nii memecahkan lamunanku.

"Pertanyaan yang mana Seijuurou-nii?" Aku menjawab cepat.

"Siapa Aichi dan Kai yang kamu hampir teriak tadi?" Seijuurou-nii mengulang pertanyaan yang sama.

"Are? Apa mereka pacarmu Kyoeulcchi? Aku tak rela," Ryouta-nii memelas bagaikan minta permen.

"Kamu masih kecil. Jangan aneh-aneh dulu," ucap Daiki-nii menguap malas. Aneh? Oh itu tidak mungkin, Daiki-nii.

"Siapa yang bilang aneh? Daiki-nii saja suka baca majalah Horikita Mai. Itu lebih aneh lagi," Aku membalas tak terima.

"Itu bukan aneh. Salah satu hobiku yang lain," Daiki-nii mengelak sambil menatapku tajam. Aku hanya diam dan memeletkan lidah.

"Kyoeul-chin punya pacar? Kira-kira pacarmu suka maibou rasa apa ya?" Atsushi-nii berpikir keras sambil makan snack. Aku sweatdrop melihatnya.

"Kamu masih kecil Kyoeul. Jangan berpacaran dulu sekarang. Bukannya aku mengurusi romantismu tapi ini untuk kebaikanmu nanodayo." Aku tambah sweatdrop mendengar perkataan tsundere Shintarou-nii.

"Apa itu benar Kyoeul-chan?" Tetsuya-nii menatapku bagaikan meneliti dari sikapku.

"Hmmm, kalau mereka ada di dunia nyata aku ingin berteman dengan Aichi-kun dan Kai-kun. Sayang mereka hanya tokoh dua dimensi dalam anime. Tapi walau begitu aku menyukai mereka." Aku menjawab antusias.

"Tokoh fiksi? Tak heran kalau kamu menyukai itu," Seijuurou-nii menatapku datar. "Kamu kesepian kan?" Seijuurou-nii melanjutkan.

DEG

Kesepian? Benarkah? Yah, mungkin memang benar. Aku kesepian tetapi itu dulu. Sekarang tidak lagi. Karena aku mempunyai kedua sahabatku, Rifa-chan dan Eva-chan. Mereka berdua penyemangatku dari keterpurukan. Di saat sedih maupun senang. Aku senang bisa bertemu dengan mereka.

Tapi mengapa kakak-kakakku baru muncul sekarang? Aku merasa senang namun sakit bersamaan. Entah mengapa. Aku merasakan firasat baik dan buruk kedepannya setelah pertemuan kakak-adik sekian lama. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkan kakak-kakakku besok walau aku belum sembuh total.

"Maaf aku ingin tidur sekarang. Aku lelah. Maaf Onii-san," Aku mulai menutup matakiu perlahan. Diriku tidak ingin menanggapi pertanyaan Seijuurou-nii yang memang jelas sudah ada jawabannya. Aku melihat mereka menatapku seperti rindu tak terbendung namun aku mengabaikannya. Fatamorgana buatku sekarang. Sebelum tertutup sempurna aku mendengarkan suara Seijuurou-nii berkata, "Oyasumi Imouto." Aku merasakan sentuhan usapan di kepalaku. Hangat dan nyaman.

Keesokan harinya

Aku terbangun dari tidurku. Pandanganku kosong dan hatiku merasakan hampa. Aku melihat ruanganku sepi tidak ada orang. Malam masih menghiasi langit panjang.

'Masih gelap ternyata.' Gumamku menghela napas. Aku mencoba bangun dari tidurku. Rasa sakit menjalar di beberapa bagian tempat luka. Terutama menekan di dadaku.

"Aku harus pergi dari sini sekarang. Tidak peduli badanku akan remuk nantinya itu hanya urusan belakangan. Yang penting aku keluar dulu dari tempat ini." Ucapku suara kecil takut kedengaran orang di luar kamar.

Aku mencabut infus di tangan kananku dengan paksa. Sakit rasanya tapi sekali lagi aku tidak peduli. Darah keluar dari bekas robekan kecil namun tidak banyak. Aku meraup darah ke mulut sampai berhenti mengalir. Rasanya seperti besi berkarat tetapi aku menyukainya. Menjejakkan kaki ke lantai putih dingin, rangsangan kejut terasa saat aku berdiri. Tubuhku bergetar menahan sakit. Hampir saja aku terjatuh karena kakiku masih lemas bagaikan jeli. Berpegangan sisi ranjang jalan tertatih-tatih---mencoba perlahan. Sekarang cukup stabil untuk berjalan sekarang.

Aku berjalan menuju sofa di seberang ranjangku. Di sana tergeletak ada jaket, kaca mata, sweater, dan masker. Jangan lupa ada topi warna hitam. Rupanya kepunyaan Ryouta-nii ketinggalan. Alat yang di gunakan untuk penyamaran menghindari fans. Sempurna. Aku bisa memakai ini untuk keluar.

Tunggu. Bagaimana dengan celana panjang khas rumah sakit yang kupakai? Nanti malah ketahuan ada pasien kabur. Lagi, aku menemukan rok panjang hitam yang kupakai sebelum kecelakaan di meja tangkai empat di ujung ruangan.

Saat aku periksa ternyata roknya bersih. Tidak ada darah. Ada yang mencucinya. Mungkin baju atasanku robek dan tidak bisa di pakai lagi. Mendesah kecewa. Padahal baju itu favoritku.

Aku memakai satu per satu perlengkapan yang ada. Selesai dipakai, aku terlihat seperti habis periksa dokter dengan pakaian serba tertutup. Karena aku memakai masker guna terlihat flu. Baju atasan khas rumah sakit masih melekat di tubuhku namun aku tidak mau melepasnya walau sudah pakai jaket. Melirik ujung sisi tembok ruanganku yang cukup luas, tidak ada CCTV terpasang. Yes! Rencana sempurna.

Aku menuju pintu. Ragu membuka pintu namun aku tidak boleh menyerah di sini. Rasa sakit dadaku mulai kambuh. Aku harus bertahan. Menghembus napas perlahan aku membuka pintu dengan pelan dan mencoba tidak membuat suara gaduh. Aku melengok keluar melihat keadaan di lorong. Tidak ada siapa-siapa dan sepi melompong. Bahkan kakak-kakakku tidak ada. Ini peluang bagus. Aku keluar ruangan dengan cepat dan berjalan menuju lift di ujung lorong. 'Sukses!' batinku senang.

Tapi ini belum selesai. Aku belum keluar dari rumah sakit. Lift terbuka saat aku menekan tombol ke bawah dan aku masuk. Menekan tombol lantai dasar rumah sakit.

Rasa was-was menghantuiku sekarang. Takut ketahuan oleh suster atau dokter. Terlebih kakak-kakakku. Aku tidak mau.

Sampai di lantai bawah aku melihat ada pintu keluar masuk terpampang sekitar 20 meter. Ternyata masih ada orang berlalu-lalang. Beberapa orang melihat maupun melirikku. Ada yang heran, kesal, jijik, atau lainnya. Aku menghiraukannya dan berjalan menuju pintu utama. Mendorong pintu segera dan melesat keluar. Akhirnya aku bisa keluar dari rumah sakit.

Kyoeul End POV

Normal POV

Pagi cerah menghiasi hari ini. Suasana tenang dan damai di rumah sakit membuat pasien bisa istirahat tenang. Tetapi tidak bertahan lama karena mulai menggangu pasien dengan terdengar dengar suara ribut di ruang VVIP.

"Ohayou Kyoeulcchi. Kamu sudah ba--- Lho mana dia-ssu?" Ryouta melihat isi ruangan Kyoeul yang ternyata kosong tidak ada seorangpun. Bahkan ranjang yang ditempati Kyoeul semalam terlihat rapi.

"Jangan berisik!" Daiki memukul kepala Ryouta. Ryouta meringis merasakan perih di kepalanya.

"Sakit Daikicchi! Jangan begitu dong-ssu," Ryouta cemberut tak senang.

"Ryouta-chin berisik pagi ini," Atsushi berkata malas sambil makan snack di tangannya.

"Hidoii~ Aku tidak berisik. Aku hanya kaget-ssu," Ryouta membela diri.

"Kaget kenapa Ryouta-kun?" Tetsuya menatap Ryouta menyelidik.

"Kyoeul kabur." Ucap Seijuurou dingin dan aura tak mengenakkan menguar dari tubuhnya. Dua kata membuat ke empat pemuda bungkam. Mereka kaget dan tidak percaya dengan keadaan mencekam di pagi hari.

"Apa! Kyoeul belum sembuh nanodayo," Shintarou mengecek ruang Kyoeul teliti. Shintarou menghela napas dan berbalik ke lima pemuda yang masih di depan pintu.

"Menurutmu apa kondisi Kyoeul akan memburuk jika memaksakan diri?" ucap Seijuurou menatap Shintarou. Walau tahu jawabannya tapi lebih baik jika dipastikan terlebih dahulu.

"Tentu saja. Bahkan batas waktu kesembuhan Kyoeul sekitar tiga hari. Dan ini hari pertama. Kondisi Kyoeul mungkin memburuk namun jika Kyoeul bisa kabur dan berjalan sendiri itu menandakan kondisi Kyoeul sudah membaik dengan cepat. Tapi masih perlu perawatan untuk jaga-jaga nanodayo." Ucap Shintarou panjang lebar.

"Kalau begitu kita harus mencarinya. Ayo kita pergi." Daiki mulai berjalan duluan sebelum di cegat oleh Seijuurou.

"Jangan gegabah. Aku sudah ada rencana. Dengarkan." Ucap Seijuurou menekan kata-kata dan tidak ingin d potong perkataannya.

"Seijuuroucchi ada rencana-ssu?" Ryouta menatap Seijuurou heran.

"Aku akan mendengarnya Sei-chin," Atsushi mulai serius walau masih terlihat malas. Snack pun masih dimakan. Tetsuya dan Shintarou hanya diam mendengarkan.

"Aku sudah memasang alat penyadap dikerah baju Kyoeul tadi malam saat dia tidur. Aku tahu dia akan kabur karena aku absolut." Seijuurou menyeringai senang.

"Jadi kita bisa melacaknya dari alat penyadap itu Seijuurou-kun?" ucap Tetsuya tiba-tiba.

Seijuurou mengangguk membalas pertanyaan Tetsuya, "Shintarou panggil beberapa bodyguard di mansion wilayah Tokyo dan kita akan memulai rencana saat mereka sudah datang. Kalian mau menjemput adik kesayangan kita kan?" Ucap Akashi menyeringai seram.

Mereka berlima mengangguk mantap.

End Normal POV

.

.

.

.

.

To Be Continue



A/N:

Hai minna! Sepertinya belum ada respon di sini ya :"""(((( Tapi tidak apa. Saya akan tetap melanjutkan fanfic super drama ini sampai tuntas yeah ^_^ Muehehehehehehhehehe :D Btw chapter ini lebih panjang dari sebelumnya lho :D /ditabok/

Ditunggu riview kalian ya! ^^

See you next time~

Sign,

Mika Tetsuya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro