Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Don't Leave Me

Hai minna-san! Ketemu dengan saya kembali~ #dilempargayung

Saya senang project saya dibaca sama kalian :) Terima kasih ^^

Ini chapter terakhir dari 'Don't Leave Me Again, Nii-san' Stay minna :)
.
.
.

Don't Leave Me Again, Nii-san

Kuroko No Basuke

Disclaimers: Fujimaki Tadoshi

Summary: Akashi Kyoeul merupakan anak dari keluarga Akashi. Mempunyai kakak yang begitu populer dan gagah tidak membuat Kyouel senang. Ketika dirinya ingin hidup sendiri -lagi- setelah kelulusan sekolah, mengapa kakaknya datang dan menyelamatkannya? Mengapa?

Pair: GoM!Brother x Sister!OC

Genre: Drama and Family

Warning: OOC-nes, Typo bertebaran di setiap sudut, Terlalu Mainstream, Dramatis, Alur Cepat, Abal, Gaje, perubahan POV mendadak, ambrul-adul letak kalimat, dan larangan lainnya. Jika mendapatkan kesamaan baik nama, tempat, maupun ide, itu adalah sebuah ketidaksengajaan yang saya lakukan.

Notes: Mika anjurkan bagi yang tidak suka terlalu "drama" maupun mainstream, mohon jangan dibaca sebelum menyesal karena tingkat dramatis tiap chapter akan berkembang~ Jika masih memaksa membaca, itu pendapat readers masing-masing. Saya ingin berbagi kesenangan dengan kalian jika berkenan.

Don't Like, Don't Read

Happy Reading Minna!

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

.

.

.

.

.

Kyoeul POV

"Hosh... Hosh... Hosh... akhirnya aku sudah sampai di apartemenku." Masih di depan pintu aku hampir saja jingkrak-jingkrak senang jika tidak mengingat tubuhku sekarang sakit semua, di bandingkan saat bangun di rumah sakit tadi. Luka di lenganku ada darah merembes dari perban yang kupakai. Aku meringis pelan saat kugerakkan membuka kunci pintu. Kalian pasti bertanya darimana aku mendapatkan kuncinya? Secara tidak sadar aku menyimpan kunci di saku rok. Sangat berguna dengan keadaanku sekarang.

KLIK

Pintu apartemenku terbuka, aku masuk ke dalam. Tak lupa mengunci kembali dengan susah payah. Aku melepas sandal rumah sakit berantakan---aku tidak peduli sebab aku tinggal sendiri. Berjalan menuju kamar tidur di sebelah kanan ruangan. Ruangan dalam apartemenku sederhana. Ada ruang tengah, kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Simple, cukup di tinggal sendiri.

Aku mencoba (lagi) untuk melepaskan pakaian yang kupakai dan menaruhnya di keranjang baju kotor. Aku hanya memakai baju atasan rumah sakit dan rok panjang. Mengambil baju ganti di lemari, kaos oblong dan celana setengah lutut. Selanjutnya ke kamar mandi guna mengganti baju yang sudah berkeringat banyak. Beberapa menit setelahnya aku selesai. Keluar dari kamar, aku menuju dapur. Aku mengambil segelas air putih dan menegaknya cepat. Akhirnya rasa dahaga yang kutahan sedari tadi bisa dipenuhi.

Selesai minum aku mengambil kotak P3K di lemari atas. Aku menuju ruang tengah dan duduk di atas tatami. Aku membuka semua perban kecuali bagian kepala dan dada. Aku tidak bisa mengganti seorang diri. Aku butuh bantuan Rifa-chan dan Eva-chan nanti siang. Mengganti dengan perban bersih perlahan. Meringis menahan lukaku yang masih terbuka dan basah. Cukup lama untuk menggantinya. Puas hasil pekerjaanku yang lumayan, aku membereskan peralatan P3K serta membuang perban kotor ke tempat sampah.

Aku menguap ngantuk. Menginginkan tidur nyenyak di kasur setelah perjalanan melelahkan tadi. Sebelum itu aku mengecek jendela untuk melihat pemandangan sejenak. Melihat matahari sudah terbit dan sinarnya mulai menyinari sebagian permukaan bumi. Begitu hangat. Senang dengan pemandangan di atas, aku melihat ke bawah.

DEG

Melihat kakak-kakakku menuju lobi diikuti beberapa pria berbaju hitam di bawah apartemen. Firasatku tidak enak sekarang. detak jantungku sekarang berjalan lebih cepat dari biasanya.

'Mengapa mereka bisa di sini? Apa mereka tahu aku ada di apartemen ini? Bagaimana bisa?' batinku gelisah. Menutup korden jendela cepat dan langsung mengambil jaket tebal di lemari. Aku harus pergi dari sini sementara. Nanti aku akan kembali jika mereka sudah meninggalkan tempat ini. Tidak menginginkan dirinya akan terjebak lagi, aku akan pergi mencari apartemen baru. Mengabaikan rasa sakit tubuhku, aku memakai jaket perlahan. Tergesa berjalan ke luar apartemen, diriku begitu kalut.

Melihat kanan dan kiri mengawasi keadaan, tidak ada orang. Aku berbelok kiri menuju tangga darurat. Aku tahu strategi yang kuterapkan ceroboh karena bisa saja bodyguard yang di sewa kakakku ada di sana. Tapi ini pertaruhan. Selama dua tahun aku tinggal di sini, aku sudah mengetahui seluk beluk apartemen bertingkat ini. Setiap lantai mempunyai pintu tangga darurat. Jika aku mendengar seorang yang mendekat, aku bisa membuka pintu ke lantai berbeda. Lalu ada ruang gudang yang bisa kutempati sebagai cadangan persembunyian. Dan aku juga yakin 'mereka' tidak mau bersusah payah untuk mencari seluruh isi apartemen ini. Mereka pasti sudah tahu tempat aku tinggal dari resepsionis, dan segera menuju ke tempatku dengan lift.

Aku percaya dengan rencana dan pertaruhan yang kubuat. Memang konyol tapi apa boleh buat. Lebih baik aku pergi daripada diam tak bergerak tertangkap oleh mereka.

Aku menuruni tangga cukup cepat. Menyeimbangkan diri agar tidak jatuh, aku memegang pegangan besi lurus samping tangga. Tak mau buang waktu, aku mengabaikan sakit luka di sekujur tubuh. Aku harus lari. Lari dari kakakku yang menyebalkan. Kenapa tidak membiarkan dirinya hidup tenang?

Aku menengok ke kanan melihat nomor lantai sekarang kupijak di samping pintu darurat.

Lantai 5

Cukup cepat melewatinya sampai lantai lima karena tempat tinggalku di lantai delapan. Terus turun tangga sambil memegang dadaku yang sakit, sesaat aku melihat seseorang berdiri sambil menelpon menghadap dinding. Aku mengabaikan orang itu. Aku tidak mau berpikir sesuatu yang membuang waktuku yang begitu berharga sekarang.

Tinggal satu lantai lagi aku akan sampai di lantai dasar. Ya, aku sudah di tangga lantai dua. Namun seketika aku terperanjat. Aku tak percaya ini. Aku melihat Seijuurou-nii di bawah tangga menyeringai ke arahku dengan mata tajam juga berbahaya. Aku mulai berjalan mundur, menaiki kembali tangga di atasku.

"Mau kemana?" Seijuurou-nii membuka suara. Seijuurou-nii menaiki tangga menuju ke arahku. Sedangakn diriku mudur sambil menegok sebentar ke belakang sebagai antisipasi agar diriku tidak jatuh terpeleset.

Aku menggeleng keras, "Kenapa Seijuurou-nii di sini?"

"Tentu saja mengajakmu pulang ke rumah adikku tersayang," ucap Seijuurou-nii datar. Raut mukanya tidak terbaca.

"Aku tidak mau. Aku ingin hidup sendiri. Bukannya Seijuurou-nii mengizinkan aku?"

"Oh itu. Sekarang tidak berlaku lagi. Itu hanya untuk kepentingan sekolahmu di Tokyo. Kamu sudah lulus kan? Ayo pulang." Dua kata terakhir terdengar menyeramkan di telingaku.

"Tetap dengan keputusanku, Nii-san. Aku tidak mau." Aku mencoba menatap Seijuurou-nii menantang. Tetapi lain hati lain pikiran. Perasaan campur aduk melesak yang kurasakan sekarang membuatku sesak entah mengapa.

"Kamu menantangku, Kyoeul? Coba saja kalau kamu kabur lagi. Kami akan menangkapmu kembali." Seijuurou-nii serius. 'Kami' yang di maksud pasti semua kakakku. Aku terdiam mendengar itu. Tidak mau berkomentar kembali.

Saat mau berbalik ke belakang, aku merasakan sesuatu menutupi hidung dan mulutku. Mataku terbelalak kaget. Tak menyangka ada orang di belakangku tanpa kuketahui. Padahal tadi aku tidak mendengar suara langkah dari lantai atas. Aku tahu yang menutupi mulut dan hidungku adalah obat bius di sapu tangan. Paranoid sekali. Aku menahan napas supaya tidak menghirup aroma itu sedikit pun. Sedikit terhirup aku bisa pingsan. Aku tidak ingin itu terjadi.

Aku memberontak. Mendorong orang di belakangku dengan tangan. Memang tubuhku tidak kuat karena tubuhku tidak sehat sekarang. Setelah itu aku merasakan tangan satu lagi memerangkap tubuhku pelan namun kuat supaya tidak bergerak lagi. Tanganku sudah terkunci tidak bisa bergerak. Ternyata orang di belakangku kuat sekali.

"Tidurlah." Suara pelan terdengar lirih. Shintarou-nii! Kenapa Shintarou-nii melakukannya kepadaku?

Aku tidak tahan menahan napas lebih lama. Ingin bernapas tapi tidak bisa. Menyerah pada situasi terpojokkan, aku mulai terhirup aroma obat bius itu. Merasakan mengantuk luas biasa, aku mulai menutup mataku. Tubuhku yang awalnya menegang menjadi lemas tak berdaya.

Seijuurou-nii sudah berada di depanku. Seijuurou-nii mengatakan sesuatu yang tidak bisa kudengar. Sorot matanya terlukis sayang, lembut, dan perhatian bersamaan. Aku menyukainya tatapannya.

Tidak bisa bertahan lama, mataku tertutup sempurna.

.

.

.

Sinar matahari hangat menerpa wajahku. Membuat mataku mengerjap pelan. Sesaat pandanganku kabur, sekarang aku bisa melihat dengan jelas. Aku melihat atap langit berwarna kuning cerah. Menoleh kanan-kiri, aku berada di kamar luas dengan perabotan minimalis. Ada lemari, meja belajar, sofa mini, dan pintu lain yang mungkin kamar mandi.

Aku menyerngit bingung. Mengapa aku bisa di sini? Dimana ini? Pikiranku mulai penuh dan seketika ingatan masuk tiba-tiba. Mataku terbelalak lebar. Aku tidak percaya ditangkap Seijuurou-nii dan aku pun pingsan karena pengaruh obat bius oleh Shintarou-nii.

Aku bangun dari tidurku. Lagi, aku merasakan sakit di beberapa luka di tubuhku terutama kepala dan bagian dada. Saat mau memegang kepala, sesuatu tertarik dari tanganku. Ternyata selang infus yang masih mengalir. Aku tidak bisa melepasnya. Jadi aku memegang dengan tangan yang satunya.

Mengelus pelan supaya tidak sakit kembali menerpa. Pergerakkan tanganku berhenti saat pintu kamar yang kutempati terbuka. Ada Tetsuya-nii berdiri tegang sesaat. Namun itu sebentar saja. Wajah datar namun ekspresi di matanya terlihat cemas sekarang.

"Kyoeul, kamu sudah sadar?" Tetsuya-nii menghampiriku dan mengambil kursi untuk duduk. Aku hanya mengangguk kaku.

"Bagaimana perasaanmu? Baik?" tanya Tetsuya-nii lagi. Aku menjawab, "Baik-baik saja."

Tetsuya-nii menghela napas lega. Dia mengelus kepalaku pelan. "Syukurlah kamu sudah sadar. Kamu lapar?"

"Tidak lapar kok." Aku berkata jujur. Karena aku lagi tidak mood makan dan merasakan mual di perutku entah mengapa.

"Benarkah? Kamu tidak sadar dari kemarin. Pasti belum makan. Ya sudah aku ambil makan ya." Tetsuya-nii meninggalkan kamar. Sebelum aku protes, kakakku sudah menghilang. Menghela napas lelah, aku melamun. Mempikirkan sesuatu yang tak kupahami.

Tak sadar Tetsuya-nii sudah kembali duduk di sampingku lagi. Hampir saja jantungku copot karenanya. Kakakku membawa nampan dengan semangkuk berisi bubur dan segelas air putih. Aku menatapnya horor. Aku tidak suka bubur sama sekali. Rasanya hambar dan tidak enak.

"Ayo makan dulu. Sini aku suapkan." Tetsuya-nii mengambil sendok dan mulai menyuapkan bubur tak enak itu ke depan mulutku.

Aku menggeleng tidak suka. "Aku tidak mau. Bubur di depanku tidak enak dan tidak perlu disuapkan. Aku sudah besar, Tetsuya-nii."

"Tapi kamu belum makan. Perutmu kosong, Kyoeul." Ucap Tetsuya-nii sabar.

Tercetus ide tiba-tiba, aku menyeringai senang. "Tetsuya-nii, aku akan makan tapi dengan syarat setiap suapan harus menjawab pertanyaanku. Kalau bubur itu tidak habis, aku tidak peduli dan tidak memakannya lagi. Bagaimana?" Aku harus mencari informasi sekarang.

Tetsuya-nii berpikir diam. Entah apa yang dipikirkan karena aku tidak bisa membaca pikiran kakakku yang satu ini.

"Baiklah. Nah kamu mau bertanya apa?"

"Pertanyaan pertama. Aku dimana sekarang?"

"Seperti yang kamu lihat. Kamu ada di mansion wilayah Tokyo. Tidak sebesar di Kyoto namun di sini cukup untuk di tinggal semua," jawab Tetsuya-nii tenang. Aku mengerti yang di maksud 'semua' itu. Aku menerima suapan pertama. Aku mencoba menelan bubur terpaksa. Rasa hambar menguasai lidahku. Setelah menelan dengan susah payah, aku mendengar suara tawan pelan.

Aku mendongak dan melihat Tetsuya-nii tertawa kecil. Aku bertanya, "Kenapa tertawa? Apa ada yang di mukaku?"

"Tidak ada. Ekspresi Kyoeul terlihat lucu," Tetsuya-nii tersenyum jenaka. Jarang-jarang Tetsuya-nii berekspresi begini.

Sebelum bertanya lebih lanjut, aku menerima suapan kedua dan ketiga tiba-tiba. Aku cemberut melihat tingkah kakakku ini. Tidak mau bertanya yang tidak penting, aku melanjutkan.

"Dimana mereka sekarang?" Aku bertanya dengan suara pelan. Tetsuya-nii mendengarnya.

"Mereka berlima lagi bekerja. Nanti malam mereka akan pulang," jawab Tetsuya-nii datar dan pengertian. Lagi, aku menelan suapan ketiga.

"Pertanyaan terakhir. Boleh aku keluar dari sini?" Aku mengucapkan dengan tegas tapi terselip keraguan. Tidak yakin dengar pertanyaan konyol terlontarkan.

Tetsuya-nii menggeleng pelan, "Tidak boleh. Kami tidak ingin kehilanganmu, Kyoeul." Jawab Tetsuya-nii lebih tegas tanpa celah. Aku menunduk dan mencengkram selimut yang menyelimuti sebagian tubuhku.

"Maaf Tetsuya-nii. Aku sudah kenyang. Aku mau tidur lagi. Pengaruh bius dalam tubuhku masih terasa. Terima kasih atas makanannya." Tetsuya-nii hanya diam melihatku kembali berbaring. Aku memejamkan mataku. Maafkan aku, Tetsuya-nii.

.

.

.

Aku terbangun lagi. Kamar sudah gelap daripada saat aku terbangun pertama kali. Itu menandakan sekarang sudah malam. Hanya sedikit sinar bulan masuk dalam kamarku menambah suasana menjadi suram. Menghela napas lelah, aku menatap langit kamarku. Tak terlihat jelas tapi bukan masalah buatku.

Kejadian akhir-akhir ini membuat pusing. Bagaimana dirinya bisa tertabrak truk, bertemu dengan kakak-kakaknya, dan paling parah lagi mereka memintaku tinggal bersama.

KLEK

Suara kunci pintu terbuka. Aku melirik siapa yang masuk. Pertama masuk adalah Seijuurou-nii menghampiriku.

"Kamu sudah bangun rupanya," Jelas pernyataan bukan pernyataan. Aku memutarkan mataku malas. Tapi memang benar.

"Daikicchi! Minggir! Aku mau masuk-ssu,"

"Kamu dulu yang minggir! Sesak?!,"

"Tidak mau! Aku mau masuk duluan,"

"Aku juga!"

"Hei kalian berdua. Bisakah kalian tidak menghambat orang masuk? Bukan berarti aku peduli. Tapi tindakan kalian mengganggu, nanodayo."

"Dai-chin, Ryou-chin. Minggir. Aku mau bertemu Kyoeul-chin~"

"Aku juga. Daiki-kun dan Ryouta-kun seperti anak kecil,"

"Kami bukan anak kecil, Tetsuyacchi/Tetsu!" ucap Ryouta-nii dan Daiki-nii bersamaan.

Aku tidak melihat jelas ke arah pintu karena terhalang dua tubuh manusia yang terhimpit memeloloti seseorang di belakang. Aku tahu siapa saja yang berbicara di luar pintu, sebab dari suara cukup keras yang bisa di dengar sampai luar rumah. Aku hanya sweatdrop di tempat.

"Daiki. Ryouta. Jangan berbuat keributan. Masuk sekarang," Seijuurou-nii menatap tajam mereka berdua. Yang di panggil hanya diam dan masuk tenang. Diikuti ketiga orang lainnya yang sedari tadi menunggu di luar.

"Kyouel-chan, bagaimana perasaanmu? Lebih baik dari pada tadi pagi?"

Tetsuya-nii bertanya lembut. Aku menoleh.

"Ya, aku sudah lebih baik, Tetsuya-nii. Terima kasih." Aku menjawab tenang. Senang rasanya bisa mendapat perhatian dari kakaknya.

"Shintarou, periksa keadaan Kyoeul." Seijuurou-nii hanya melihat diriku intens. Itu membuatku risih.

Shintarou-nii memeriksa tubuhku. Luka-luka yang kudapat juga diperiksa. Memeriksa selang infus beserta tabungnya. Aku berdecak kagum melihat Shintarou-nii telaten dan teliti dalam memeriksa pasien.

"Shintarou-nii hebat." Aku menepuk tangan pelan.

"Terima kasih. Bukan berarti aku menerima pujianmu," Shintarou-nii menoleh ke arah lain. Ada semberut merah di kedua pipi Shintarou-nii. Lucu sekali.

Namun tak lama, aku meringis kecil. Luka di tanganku terasa sakit.

"Jangan bergerak tiba-tiba, Kyoeulcchi." Ryouta-nii mau berancang memelukku, Daiki-nii memegang kerahnya.

"Jangan memeluknya, bodoh. Kamu mau membuat dia tambah sakit?" Ryouta-nii cemberut. Aku terkikik melihatnya.

"Aku tidak apa-apa. Terima kasih Ryouta-nii, Daiki-nii." Aku tersenyum tipis.

"Mau maibou Kyoeul-chin?" Atsuhi-nii menyodorkan maibou rasa jeruk.

"Aku mau----"

"Tidak boleh Atsushi. Kyoeul belum sembuh," Seijuurou-nii menyela perkataanku. Aku bergantian cemberut sekarang.

"Baiklah, Sei-chin~" Atsushi-nii melanjutkan makan maibou santai.

KRUYUUK~

Suara menyebalkan terdengar dari perutku. Aku malu. Melihat semua kakakku menatapku heran terselip geli, mukaku mendadak memerah karena malu.

"Kyoeul-chan lapar?" Tetsuya-nii tersenyum tipis ke arahku. Aku mengangguk malu.

"Kalau begitu kamu harus makan," Seijuurou-nii mengambil sebuah mangkok di baki. Ternyata aku tidak sadar kalau Seijuurou-nii membawa baki ketika masuk ke kamar.

Aku menyerngit curiga melihat isi mangkok. Aku memandang datar Seijuurou-nii.

"Ada apa?" tanya Seijuurou-nii membalas tatapanku datar juga.

"Aku tidak mau bubur lagi, Seijuurou-nii. Aku sudah makan tadi pagi dengan Tetsuya-nii." Menyilangkan kedua tanganku di depan dada, menolak makan.

"Ini makanan untuk orang sakit sepertimu. Jadi turuti aku atau aku yang menyuapkan kamu makan di sini?" Ancaman terselubung di perkataan Seijuurou-nii membuatku memelas, merutuki kesialanku hari ini.

"Tidak perlu. Biarkan aku makan sendiri," Seijuurou-nii membantuku bangun tidur dan menyangga tubuhku dengan bantal di belakang tubuhku membuatku nyaman. Lalu meletakkan mangkuk berisi cairan putih encer yang tidak kusukai dari kecil.

Suapan pertama. Aku melirik kakak-kakakku menatap diriku intens membuatku risih. Mengapa tidak keluar saja? Percuma saja di usir. Pasti tidak mau.

"Kalian tidak makan?" Memecahkan keheningan tercipta. Tumben Daiki-nii dan Ryouta-nii hanya diam saja.

"Tenang saja. Kami sudah makan tadi sebelum ke sini, nanodayo." Shintarou-nii menjawab pertanyaanku.

Cepat-cepat aku menghabiskan makananku. Terpaksa aku harus menghabiskannya sebelum kena ceramah dari kakak-kakakku.

Tidak terasa bubur yang kumakan sudah habis. Seijuurou-nii mengambil mangkuk yang telah habis dan memberikanku segelas air putih juga tak lupa beberapa obat entah apa namanya. Ada beberapa bentuk obat berwarna putih. Obat ini tidak membuatku berselera meminumnya.

"Tidak ada obat tidur lagi kan?" Aku mengangkat sebelah tanganku yang membawa obat menjulurkan ke arah mereka.

"Tahu dari mana Kyoeul-chin?" Atsushi-nii menatapku malas. Tebakanku separuh benar.

"Tentu saja tahu, Atsushi-nii." Menjawab singkat mengalihkan jawaban sebenarnya.

"Kamu harus minum obat. Ada obat tidur atau tidak, bukan urusanmu," Seijuurou-nii menyuruhku meneguk obat itu.

"Mengapa? Bukannya aku bisa tidur sendiri tanpa pengaruh obat tidur?" Aku bertanya serius. Butuh jawaban mengapa mereka harus melakukan ini kepadaku.

"Tidak bisa. Kami takut kamu melarikan diri-ssu," Ryouta-nii melihatku sedih. Rasa bersalah mulai merambati tubuhku. Humm, aku memang sudah memikirkan rencana pergi dari rumah ini. Tapi aku tidak yakin bisa keluar dari penjagaan ketat di mansion. Rencana hebat, Seijuurou-nii.

"Ya. Itu benar. Kami tahu sifatmu yang hyperaktif itu," Daiki-nii mengangguk pelan menyetujui perkataan Ryouta-nii.

"Kami sayang denganmu Kyoeul-chan," Lagi, aku mendengar kalimat yang sama saat pagi tadi dari Tetsuya-nii.

"Aku tidak mau kamu pergi, Kyoeul-chin~" Atsushi-nii menatapku sedih. Rasa bersalahku bertambah.

"Ini untuk kebaikanmu, nanodayo. Tidak ada obat yang kamu pikirkan itu. Obat yang kamu pegang memang sesuai resepnya. Jadi jangan khawatir. " Aku menoleh ke arah Shintarou-nii. Dia membetulkan kaca mata di hidung yang sebenarnya tidak melorot sama sekali. Tetapi pancaran mata Shintarou-nii meredup. Aku meneguk ludah tercekat. Diriku terlihat seperti menuduh mereka tanpa alasan.

"Kamu dengar itu Kyoeul? Kami tidak mau kamu pergi dari sisi kami. Kami minta maaf kalau dulu tidak memerhatikanmu karena kesibukan kita sendiri,"

Dentuman rasa sesak menyelimutiku sekarang. Rasa bersalahku bertambah besar. Aku terperangah melihat kakak-kakakku ingin bersamaku. Dan juga aku terkejut melihat Seijuurou-nii meminta maaf. Aku tahu ego kakakku ini tinggi tapi tetap saja aku tidak salah mendengarnya. Apa ini mimpi? Tidak, ini kenyataan.

Aku segera meminum obat di tanganku. Aku memegang erat gelas yang sudah kosong. Mengeluarkan semua rasa sakit, senang, rindu, dan kecewa yang merambat dalam tubuhku. Mataku memanas dan berkabut.

Senang rasanya kakak-kakakku sudah kembali seperti dulu. Yang selalu menyayangi diriku dan selalu bersama. Aku ingin seperti ini selamanya. Akhirnya terwujud.

Aku menaruh gelas di samping meja. Tanganku bergetar. Cairan yang bernama air mata turun membasahi kedua pipiku. Ya, aku menangis. Menangis bahagia.

Rasa kantuk mulai menghampiriku. Masih dalam keadaan duduk menyangga bantal, kedua mataku mulai berat. Air mata masih keluar dari mataku. Walau begitu rasa kantuk ini mengalahkanku. Sebelum tertutup, aku berkata, "Kyoeul juga sayang dengan kalian. Don't leave me again, Nii-san. Oyasumi." Akhirnya aku mengatakannya. Perasaanku lega sekarang. Tidak peduli aku tidak mendapatkan balasannya, namun aku percaya mereka. Seketika pandanganku kembali gelap.

End Kyoeul POV

.

.

.

Normal POV

Seijuurou menghapus aliran mata Kyoeul yang masih mengalir walau sudah tidur terlelap karena obat.

"Yes, we will. Kita tidak akan mengulangi hal yang sama kedua kalinya. Jangan menangis, Kyoeul. Kami tidak mau melihatmu begini." Bisik Seijuurou yang masih bisa didengar kelima pemuda di belakangnya. Kyoeul tersenyum dalam tidurnya.

Seijuurou membetulkan posisi tubuh Kyoeul kembali berbaring sempurna di kasur. Menyelimuti selimut sampai sebatas leher. Melihat Kyoeul sejenak, Seijuurou memikirkan sesuatu. Ekspresi terpampang begitu sulit di artikan. Begitupula dengan yang lainnya. Berbalik ke pintu kamar, mereka keluar dari kamar Kyoeul.

.

.

.

.

.

END

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

A/N:

Banzaiiiiiiiiiiiiiii :D

Akhirnya saya bisa menyelesaikan project di atas dengan gembira ^^ #lapkeringat

Kalian tahu enggak, foto di mulmed chapter ini adalah Camelia Putih. Bunga yang mengartikan kerinduan yang amat. Seperti Kyoeul yang merindukan Kakaknya, walau dirinya terlihat ingin menghindari Kakaknya. It's beautiful, right? ^^

Maaf jika tidak sesuai dengan harapan kalian :( Tapi saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk bisa berakhir seperti ini :""))))

Saya minta maaf sebesar-besarnya atas segala perbuatan saya yang mungkin menyinggung kalian semua. Saya sayang kalian cimao! :3

Terima kasih sahabatku yang baik bernama... hi-mit-su wkwkwkwk :D karena sering menyemangatiku agar saya bisa membuat cerita sebagus ini :D Terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah mengikuti cerita ini sampai akhir. Saya terharu :""))) Dan terima kasih pula kepada kalian yang juga menyemangati saya yaaa :DDD Arigatou Gozaimasu minna-san! ^^

Terakhir, ditunggu review maupun saran dari kalian ya :)

.

.

.

Sign,

.

.

Mika Tetsuya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro