Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

TUJUH

      Tin! Tin!

 "Ar! Ayang beb lo udah sampai, tuh!" seru Fely yang sedang menonton acara talk show di televisi. Gadis itu memilih menghabiskan waktu liburnya pagi ini dengan bersantai di rumah, sebelum nanti sore masuk kerja seperti biasa.

 "Gue pergi dulu, Fel! Bye!" Aruni menyempatkan untuk cipika-cipiki dengan Fely sebelum melenggang keluar. Menemui Edvard yang sudah duduk manis di balik kemudi dengan senyum yang merekah. Laki-laki itu mengenakan pakaian serupa dengan Aruni. Mereka akan menghadiri wedding party salah satu teman Edvard.

Pandangan Edvard terkunci pada sosok Aruni, sejak gadis itu keluar dari dalam rumah hingga sekarang duduk manis di sampingnya. Penampilan Aruni benar-benar berbeda dari biasanya. Lebih dari sekadar cantik. Gadis itu menguarkan aura yang bersinar dalam balutan dress selutus berwarna silver serta polesan make-up natural.

 "Hei! Kok, malah bengong?" Tangan Aruni melambai di depan wajah Edvard. "Ada yang salah ya, sama penampilan gue?" tanya Aruni seraya menunduk, menatap pakaian yang ia kenakan. Lantas, menilik ke cermin tengah mobil. Memperhatikan dandanannya. Takut-takut terlihat menor bak ibu-ibu arisan.

 "You look perfect tonight," kata Edvard dengan netra lurus menatap Aruni.

Untuk beberapa saat setelahnya, Aruni tidak sanggup menanggapi apa-apa atas pernyataan Edvard. Bibirnya kelu. Tubuhnya kaku. Perlahan, rona merah memenuhi wajahnya. Mempertebal blush-on yang digunakan di kedua pipi. Efek dari perkataan Edvard barusan benar-benar luar biasa. Seolah mampu menyihir Aruni hingga berubah menjadi sebuah patung. Padahal, ini bukan kali pertama ia mendapat pujian serupa yang keluar dari lisan laki-laki tersebut.

^^^

      Taburan bintang menghias langit pekat. Memberi secercah sinar yang sanggup memanjakan pengelihatan. Di antaranya, nampak sang rembulan menjadi raja malam. Mega-mega hitam pudar turut mengelilingi. Seolah menjadi penjaga.

Beribu-ribu kilometer di bawahnya, banyak pasang mata yang menyaksikan keindahan langit malam. Salah satunya, Aruni. Gadis itu tengah berdiri di atas balkon dengan kepala mendongak. Menikmati lukisan sang Maha Kuasa. Begitu indah. Mempesona.

Suara musik dari dalam yang mengalun sayup-sayup tertangkap oleg rungu Aruni. Acara masih berlangsung. Namun, Aruni pamit memisahkan diri dari para jajaran konglomerat. Memilih berdiri di balkon yang sedikit lebih sunyi. Tenang.

 "Di sini lebih nyaman dibanding di dalam?"

Kepala Aruni menoleh ke samping kirinya. Edvard. Laki-laki itu berdiri dengan netra yang menatap lekat Aruni. Tangannya lantas menyerahkan segelas minuman ke arah Aruni. "Gue nggak minum, Ed."

 "It's not alcoholic, Hon." Edvard tidak segila itu untuk memberikan minuman berakohol kepada gadis di depannya.

Dengan malu-malu karena sudah salah sangka, Aruni menerima uluran gelas dari Edvard. Meminumnya sedikit, kemudian kembali memusatkan pandangan ke arah langit.

 "Indah, ya?" Aruni merasakan sebuah lengan melingkar di pinggangnya. "Gue bakal bantu lo." Ucapan Edvard barusan membuat kepala Aruni menoleh ke arahnya. Jarak wajah mereka cukup dekat saat ini. Sampai-sampai, Aruni bisa merasakan hembusan napas Edvard yang beraroma mint. "Fobia lo. Gue bakal bantu lo sembuh dari itu." Dapat Aruni lihat kesungguhan di manik mata laki-laki itu, saat berkata barusan.

Meletakkan gelas di atas pembatas balkon, membenarkan posisi berdirinya, tangan Aruni mengalung ke leher Edvard. "Thanks," ucapnya tulus.

Senyuman terbit di wajah Edvard. Perlahan, ditariknya kepala Aruni.

Cup.

Satu kecupan ia daratkan di kening gadis yang sudah menempati singgasana hatinya. "Anything for you, Hon."

Lagi, kedua pipi Aruni bersemu. Edvard sepertinya tidak pernah bosan membuatnya merona malu. Laki-laki itu selalu tahu, cara agar jantung Aruni bekerja keras. Seperti sekarang.

 "Danced with me?" Edvard memberi jarak pada mereka, lantas mengangsurkan tangannya ke arah Aruni dengan penuh wibawa. Dan Aruni sama sekali tidak memiliki pilihan lain, selain menyambut tangan Edvard. Tidak ingin memilih, lebih tepatnya.

^^^

     "Giliran Edvard yang ngajak aja, langsung setuju. Dari kemaren perasaan gue udah sering nawarin lo buat psikoterapi, deh."

Istirahat makan siang. Aruni dan Fely seperti biasa, menikmati santapan bakso buatan Mbak Ningsih di pojok kantin dekat jendela. Di tempatnya, Fely berdecak sambil terus mengoceh sejak Aruni bercerita tentang Edvard yang menawarkan … ah, lebih tepatnya memaksa Aruni untuk melakukan terapi. Semuanya bertujuan agar fobia yang Aruni derita selama ini sembuh. Agar gadis itu tidak perlu merasa takut atau was-was saat berada di tempat yang gelap atau suasana temaram di malam hari.

 "Biayanya nggak dikit, Fel." Jawaban Aruni barusan sembilan puluh sembilan koma sembilan persen merupakan fakta. Sisanya, karena Aruni sendiri tidak memiliki niat. Mungkin karena suatu alasan yang balik lagi ke biaya.

Fely mencibir. "Terus?" Namun, gadis itu tidak mau ketinggalan informasi seputar sahabat rasa saudari di sampingnya ini. Terlebih, itu menyangkut kesehatan mental Aruni.

 "Mungkin minggu ini kita bakal ketemu dulu sama sepupunya." Aruni menyuapkan sesendok bakso ke dalam mulutnya usai menjawab pertanyaan sang sahabat. Di tengah mengunyah, bibirnya tersenyum. Bahagia karena Tuhan begitu baik mempertemukannya dengan sosok seperti Edvard. Laki-laki dengan sejuta pesona yang mampu membuat hati Aruni terpikat.

Benarkah Aruni telah jatuh hati kepada Edvard?

^^^^^

Ada yang bisa nebak kelanjutan hubungan Aruni dan Edvard?

See you soon😘

Kalimantan Barat, Minggu 20 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro