Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ENAM BELAS

        "Ini data teman Tuan Muda Edvard yang Tuan minta." Laki-laki berseragam hitam rapi dengan wajah datar menyerahkan sebuah map berisi identitas Aruni yang memang sebelumnya diminta oleh Glenn untuk tangan kanannya mencaritahu, siapa sebenarnya Aruni sampai mampu menarik perhatian sang anak. Ia hanya ingin memastikan, jika orang-orang yang berada di sekitar anaknya bukan tipe-tipe penjilat berwajah dua dengan tangan yang telah siap menggenggam sebilah pisau. Apalagi, sepertinya Aruni ini spesial bagi Edvard. Ia bisa menyimpulkan demikian setelah menerima laporan dari orangnya yang selama ini ia tugaskan untuk memantau Edvard. Selain itu, kemarin ketika Glenn memasuki kamar sang anak, netranya menemukan sebuah figura baru berisi potret Edvard bersama seorang gadis yang tak lain ialah Aruni. Jelas sekali binar bahagia di bola mata si tunggal. Wajah Aruni sendiri pun menampilkan ekspresi tulus.

Glenn baru saja membaca sampai nama gadis itu. Namun, fokusnya langsung terpecah. Ingatannya ditarik paksa pada kejadian bertahun silam. Dugaannya tidak meleset sama sekali. Sekarang, terjawab sudah kenapa ia merasa tidak asing dengan rupa Aruni tempo lalu.

Aruni merupakan keturunan dari sepasang insan yang ia kenal. Cukup dekat.

^^^

     Tidak ada perubahan signifikan dari hubungan Edvard dan Aruni. Tidak seburuk sebelumnya, ketika berpapasan keduanya akan melempar senyum atau kadang menyempatkan menyapa basa-basi demi mengobati sedikit luka akibat tusukan rindu yang kian tertancap dalam. Sebatas itu. Keduanya bak orang konyol. Semuanya tentu karena gengsi yang terlalu diagungkan.

 "Lo kenapa lagi dah, sama si Aruni? Belum baikan bener, tapi lo kayak udah mau nyerah gini." Lian menatap Edvard, menanti penjelasan sang sahabat perihal jarak yang mulai kembali dibentangkan Edvard.

Di sampingnya, Helen memilih diam. Mengaduk minumannya tanpa berniat meminum sama sekali. Minuman itu benar-benar malang. Dipesan, dibayar bukan untuk dinikmati. Tidak lebih sebagai sasaran rasa campur aduk yang Helen rasakan. Seberapa keras pun usahanya mendapatkan hati Edvard, semuanya terasa sia-sia. Laki-laki itu menganggapnya tidak lebih dari sekadar sahabat. Just friend, no more.

  "Gue duluan ya. Mau ke perpus, biasa." Daripada hatinya semakin tersiksa, Helen memilih pamitan lebih dulu. Logikanya keukeuh mempertahankan harga diri yang memang seharusnya ia junjung tinggi sejak dulu. Bukan malah membuatnya terlihat rendah hanya karena seorang keturunan Adam.

 "Gue nggak pantas buat Aruni." Selepas Helen pergi, Edvard mulai membuka mulut.

 "Ed!" Di tempatnya, Lian spontan merasa jengkel. "Bukan lo banget deh, yang pesimis kek begini!"

Bersandar di kursi, Edvard bersedekap dengan netra lurus menatap ke arah sebuah pohon pinus yang tumbuh menjulang tidak jauh dari tempat keduanya menikmati waktu santai. "Gue nggak bisa sama Aruni. Sekalipun gue cinta banget sama dia." Memejamkan mata, Edvard menikmati denyutan dari luka di hati yang terasa nyeri. Lebih sakit dari saat ia harus menelan lebih dari satu kapsul berbahan kimia.

 "Why?" tanya Lian. Laki-laki itu memasang telinga, siap mendengar sebuah kejutan yang akan keluar dari bibir Edvard.

Mata Edvard nampak memerah saat menatap balik Lian. Dan Lian tahu, apa yang akan Edvard katakan nanti merupakan suatu hal besar dengan efek negatif pekat.

Ingatan Edvard tertarik ke waktu beberapa hari yang lalu, saat ia yang berniat menemui sang ayah untuk membicarakan tentang keinginan Glenn yang menginginkannya melakukan pengobatan ke Negeri Singa. Namun, siapa yang menyangka, Edvard malah mendapati sebuah kenyataan tak terduga.

 "Maksud Tuan, Nona Aruni adalah anak dari Tuan Hatice dan Nyonya Hatice?" Dari celah pintu ruang kerja ayahnya yang tidak tertutup rapat, bisa Edvard lihat Glenn sedang terlibat perbincangan serius dengan Brandon yang merupakan asisten pribadi Glenn.

Kedua sudut bibir Edvard refleks terangkat membentuk ulasan senyum. Itu berarti, ayahnya mengenal dekat keluarga Aruni.

 "Ya." Namun, kenapa yang dilihat Edvard malah wajah frustrasi ayahnya?

"Menurutmu, apa yang akan terjadi, saat Aruni tau, kalau dalang dari pembunuhan orangtuanya adalah ayah dari laki-laki yang ia cintai?" Wajah Glenn beralih menatap Brandon lekat penuh kebimbangan.

Senyum Edvard spontan luntur. Laki-laki itu terpaku di tempat. Terlalu terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. Rasanya, dunia Edvard retak. Lantas sesuai pertanyaan ayahnya, apa yang akan terjadi terhadap hubungan keduanya, ketika Aruni tahu perihal ini semua?

 "Jadi … maksud lo … bokap nyokap Aruni meninggal karena dibunuh sama orang suruhan bokap lo yang pemicunya nggak jauh-jauh dari permasalahan dunia bisnis?" Wajah Lian pias. Reaksi yang tidak jauh dengan Edvard ketika tahu pertama kali.

Tanpa keduanya sadari, seorang gadis yang berdiri tidak jauh dari mereka mendengar semua isi pembicaraan keduanya.

^^^^^

Haihaihai!!!😄

Menurut kalian, hubungan Aruni><Edvard bakal gimana?😢

Jangan lupa untuk vote dan komen, yaaa😊

See you soon😘

Kalimantan Barat, Kamis 24 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro