Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Membongkar Rahasia

"Adelia." Erik memanggilnya dari jauh. Entah kenapa Adelia lari darinya saat dia menanyai soal penyakit itu. Erik juga tidak akan meninggalkannya walaupun dia sakit jiwa sekalipun.

"Adelia!" Teriak teman-teman cewek Adelia dari jauh. Adelia menoleh dan tersenyum sambil menghampiri mereka. Eh? Sengaja tak mendengar panggilan dari Erik atau memang tidak dengar? Erik bingung.

"Loh? Dia denger temennya manggil sedangkan kalo gue yang manggil, kok dia budek? Ah, kampret." Erik berdecak singkat sambil membuang muka.

"Eh, bro." Seseorang menepuk pelan bahu Erik. Saat Erik berpaling, terlihat sahabat terbaiknya, Mirza.

Mirza adalah orang yang pertama kali mengobrol dengan Erik saat dia baru pindah. Mirza sendiri juga bukan anak yang mudah bergaul, dia sebenarnya juga penyendiri, padahal sifatnya sangatlah friendly.

"Marahan ya, sama pacar lo?" Mirza bertanya dengan nada mengejek. Namun Erik hanya menghela napas berat.

"Kalau dibilang marahan sih, enggak. Tapi aneh deh, pas kutanya soal penyakit, dia kok langsung menghindar?" Erik coba berpikir.

"Bro, lo nggak tau? Pacarmu itu kan punya penyakit Kanker Jantung." Spontan saja Erik kaget mendengarnya. Dia tak bisa percaya.

"Eh? Yang bener? Tapi dia sehat-sehat aja kok. Ah, bercanda kali lo." Erik menyangkal. Dia berpikir kalau sahabatnya ini sedang bercanda.

"Eh, enggak. Sumpah, gue serius. Lu tanya sendiri aja deh sama orangnya. Lo mau dia jujur, 'kan? Sini gue bisikin caranya." Mirza mendekatkan mulutnya ke telinga Erik.

***

Lonceng sekolah berbunyi tiga kali. Itu tandanya kalau sudah boleh pulang. Banyak siswa yang berhamburan keluar kelas dengan cepat. Tidak dengan Adelia dan Erik, mereka sedang terjebak dalam situasi canggung. Erik sedang menghadang di depan pintu kelas.

"Kamu mau menghindar lagi?" Erik memecah keheningan. Adelia sedikit terkejut, tetapi masih melihat kebawah. Adelia terlalu takut untuk melihat wajah Erik.

"Hei, jawab aku." Nada sedikit naik. Adelia perlahan mulai melihat wajah Erik, raut mukanya amat serius. Adelia malah berpaling.

"Aku ... udah tau semuanya!" Adelia spontan mengangkat kepalanya terkejut. Dia perlahan-lahan mulai memutar badannya.

"Sialan, pertanyaan konyol yang diberikan Mirza malah gue pake. Gimana kalau Adelia tambah menjauh? Duh... Gawat, gawat!" Erik sedikit berkeringat.

"Kau sudah tau penyakit-ku? Jadi, kenapa kau tak pergi meninggalkan aku!" Adelia berteriak.

"Apa maksudmu?" Erik tak terima. "Kamu berpikir kalau aku menjadi pacarmu karena uang? Kukatakan dengan tegas, AKU TAK BUTUH UANGMU. Yang aku butuhkan dirimu, aku tak pernah mengincar uang sedikitpun. Aku tulus, tolong, rasakan ketulusan hati ini. Jangan ... jangan sampai dia terluka." Nada Erik melemah. Sementara Adelia sangat terkejut dengan pernyataan Erik tadi. Selama ini, dia berpikir kalau ketulusan Erik ini hanya bentuk kasihan karena umurnya yang sudah tak panjang lagi.

"Kau berbohong, 'kan? Katakan semua ini bohong!" Adelia memegang erat kedua tangan Erik. Dia menatap tajam kedalam mata Erik.

"Adelia, bangun! Terima aku dengan cintamu, biarkan aku masuk ke dalam hatimu. Dan tolong, cintailah aku Dengan sepenuh jiwamu."

"Be-Beri aku waktu," kata Adelia lirih sambil membuang muka. Erik memahami hal itu, dan sekarang giliran tangannya yang menggenggam tangan Adelia.

"Aku tak memintamu menjawabnya sekarang, aku akan selalu menunggu jawabannya." Erik menambah erat pegangan tangan Adelia. Dan Adelia pun mengangguk.

"Ehem, pacarannya nanti aja napa! Bentar lagi gerbang ditutup loh." Entah sejak kapan Mirza sudah ada tak jauh dari mereka. Mirza melirik tangan Erik yang sedang menggenggam tangan Adelia. Sadar akan hal itu, Adelia dan Erik melepas genggamannya.

"Ya-Ya udah, ayo pulang." Erik gugup. Benar-benar gugup sampai kakinya sedikit gemetar. Begitu juga dengan Adelia, dia jadi salah tingkah saat ditangkap basah begini.

"A-Ayo," balas Adelia duluan pergi. Seperti biasa, Erik selalu menyusulnya. Mirza hanya menggeleng sambil tersenyum melihat kelakuan teman dan pacarnya ini.

"Ck-ck-ck, mereka ini bocah SMP apa? Diciduk kek gini aja langsung salting kek gitu, ha-ha-ha." Mirza tertawa keras.

***

"Erik ... hari ini, temani aku di rumah," pinta Adelia saat sedang menuju ke rumahnya. Erik mengangguk setuju. Dan merekapun sampai di rumah Adelia.

Adelia turun dan melepas helmnya, kemudian mengetuk pagar Beberapa kali. Tak lama, terlihat Satpam yang bertugas buru-buru membukakan pagar tersebut.

"Ayo, tinggalin aja motornya. Nanti pak Yanto yang ngurus." Mendengar hal itu, Erik hanya bisa menurut tanpa berkata apapun. Dia pun meninggalkan motornya, dan segera mengikuti Adelia dari belakang.

"Selamat datang, Adelia." Nathan keluar dari rumah dengan menabur bunga mawar merah sambil tersenyum. Namun, senyumannya perlahan hilang ketika melihat Erik dibelakang Adelia.

"Gue udah duga, kalau lo pasti bakal ke rumah gue." Adelia menjawab dengan nada malas. Nathan langsung tersenyum lagi ke arah Adelia, dan kembali menabur bunga di sekitarnya.

"Ayo dong, aku udah nyari kamu di sekolah, bahkan aku rela ijin pulang lebih awal, demi ngasih kamu kejutan." Nathan membujuk Adelia agar berbicara atau setidaknya tersenyum kepadanya.

"Nathan? Kok bisa ada di rumah Adelia? Walaupun dia mantannya, seharusnya kan gak sebebas itu." Erik memutuskan untuk masuk saja, ketimbang memikirkan hal yang tidak penting.

"Erik, tunggu ya. Aku mau ganti baju dulu." Adelia menaiki satu demi satu anak tangga. Sedangkan Erik duduk dimeja dekat Nathan. Sepertinya Nathan sengaja duduk didekatnya.

"Kau ... ada hubungan apa dengan Adelia?" tanya Nathan memulai percakapan. Dari nada bicaranya saja, dia ini sedang menggali informasi dari pertanyaan basa-basi.

"Kenapa tidak kau tanyakan saja pada Adelia?" balas Erik dengan nada yang sama. Walaupun tak saling memandang, tetapi dari segi mulut, mereka ini sedang aduh mulut dengan bacotan-nya masing-masing.

"Eh, kalau kutanya ke Adelia secara langsung, gak akan seru dong." Nathan membela diri.

"Hm, begitu.ternyata, kau ini bukan pejantan yang tangguh ya." Erik menyinggung. Nathan sedikit terganggu dengan ucapan Erik barusan. Namun dia tetap berusaha untuk santai.

"Kurang sopan kalau menanyai secara langsung, 'kan?"

"Mau dilihat atau dipikirkan bagaimanapun, menanyai status orang kepada seorang cewek itu tentu saja sopan-sopan saja. Hanya cowoknya saja yang lebay!" Kali ini, Erik berhasil membuat Nathan melewati batas santainya.

"Apa!" teriak Nathan bangun dari duduknya, "hati-hati ya kalau ngomong."

"Jadi, kau merasa kalau kau ini lebay, hehe." Erik tertawa singkat.

"Lo---" Nathan tak melanjutkan kata-katanya.

"Kalau lo ingin tau dia siapa gue, ya, tanya gue lah. Lo itu pengecut atau gak sanggup nanya langsung ke gue," kata Adelia dilantai dua. Suara Adelia sedikit menggema, sedikit terdengar keluar.

Erik ikut berdiri. "Sejak kapan kamu selesai?"

"Baru tadi, ayo ke atas. Dan lo Nathan, gak usah ikut-ikutan. Awas aja kalo lo nekat." Setelah mengancam, Adelia pergi lagi entah kemana. Sedangkan Erik segera menuju lantai atas, menyusul Adelia.

"Eh? Dia manggil Adelia dengan sebutan 'Kamu'? Kok formal? Heh, hubungan macam apa ini. Gue yakin, paling Adelia cuma buat manas-manasin. Tapi, tenang aja Adelia. Akan ku-hancurkan hubungan kalian berdua."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro