Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ketenangan

Dear Erik, Kekasih terakhirku.

Maaf ya, sempat membuat hati lembutmu hancur. Maaf juga, telah membuatmu kecewa dengan tindakanku.

Mungkin, saat kamu membaca ini, aku sudah tenang di alam lain.

Terima kasih, telah menemani saat-saat terakhir. Kamu tau? Secara perlahan, aku juga mencintaimu akhir-akhir ini.

Oh iya, untuk pesta pasar malam hari itu, terima kasih. Tak kusangka, dalam hidup singkatku ini, aku bisa menikmati suasana seperti itu. Ikan dan hadiah lainnya akan selalu kusimpan.

Aku tau, aku bersalah karena terlalu berharap dirimu akan merayakan ulang tahunku, padahal, aku sendiri tak memberitahu tanggal lahirku. Maaf ya.

Terakhir, tetaplah hidup. Perbanyak teman dan hubungan, khususnya Nathan, ya, walaupun dia sedikit menyebalkan sih. Aku hanya serangga kecil di hidupmu. Jangan lupa datang ke makamku ya. Aku akan sangat senang jika kamu datang membawa bunga mawar.

Hm, apa lagi? Ah, sudahlah. Jika aku menulis terlalu panjang dan dirimu tak membacanya juga buat apa, hehe. Dah ya. Ingat pesanku, semangatlah untuk hidup. Jangan menyerah karena diriku sudah tak ada.

Salam terakhir

Adelia Ayunandya.

***

Setelah membaca surat itu, Erik menangis sekencang-kencangnya. Hatinya hancur. Dia menyesal, dan sekarang sangat ingin bertemu dengan sosok itu lagi. Namun, sudah terlambat. Mayat Adelia baru saja dipindahkan ke rumahnya untuk acara pemakaman.

Ibu Erik baru saja kembali, dia kaget, begitu masuk melihat Erik sudah menangis tersedu-sedu.

"Ada apa, Nak?" tanya Ibunya khawatir.

"Aku ... sangat mencintai Adelia!" Mendengar hal itu, Ibunya tersenyum senang. Dia lega, akhirnya Erik bisa merasakan apa itu cinta.

"Sudah, sudah." Ibu Erik mendekapnya dalam pelukan yang hangat.

***

Sudah berbulan-bulan semenjak kepergian Adelia. Erik mengurung dirinya di dalam kamar yang gelap dan berantakan. Hanya beberapa sinar matahari yang menembus lubang kecil di tirai kamarnya.

Tok-tok-tok.
Pintu terbuka, dan ibu Erik sedang membawa makanan untuk Erik. Dia berjalan perlahan menuju Erik yang sedang duduk termenung.

"Nak, ayo makan." Erik tak menjawab. Tetap saja melamun. Pandangannya kosong, pikirannya entah kemana.

"Jika tidak, kamu bakalan sakit, Nak." Lanjut Ibunya.

"Singkirkan semua ini, Ibu." Erik berkata dingin. Ibunya terkejut, dia mengira setelah beberapa Minggu nanti, Erik akan membaik. Tapi justru sebaliknya, dia malah semakin memburuk.

"Tante, aku sudah tak tahan!" teriak suara dari luar. Nathan, dia tiba-tiba masuk dengan cepatnya. Lalu mengangkat tinggi baju Erik.

"Apa maksudmu seperti ini, Pecundang?" Nathan menatapnya marah.

"Ya. Benar sekali, aku seorang pecundang."

"Ha? Apa-apaan itu? Ini bukan dirimu, tau."

"Diriku sudah hilang bersama Adelia."

"Ah!" Nathan mendorong tubuh Erik sehingga menempel di dinding.

"Jangan bercanda! Adelia? Kau membicarakan Adelia? Berhenti membicarakannya, kalau kau seorang pecundang! Seorang pecundang tidak boleh memikirkan Adelia!" Nathan semakin meninggikan tangannya.

"Aghhh...." Erik sedikit kesulitan bernapas. Ibu Erik menahan tangan Nathan agar dia melepaskan Erik.
Nathan menurutinya, dia melepas Erik.

"Permisi, Tante, katakan pada pecundang itu, dia tidak boleh memikirkan Adelia jika dia tetap seperti itu." Nathan melangkah pergi dari kamar itu.

***

Disekolah, Erik menyuruh Nathan untuk menemaninya menemui makan Adelia sepulang sekolah Nanti.

"Cih ... jangan macam-macam dengan mayat Adelia!" kata Nathan dengan wajah menyebalkan.

"Tenang saja, aku ... sudah lebih baik setelah ucapanmu hari itu."

"Ha, ternyata kau mendengarkannya ya. Dan juga, aku ingin meminta maaf soal ulang tahun Adel--"

"Tidak perlu," balas Erik cepat, "aku yang salah. Aku juga yakin, Adelia pasti sudah tenang di alam sana. Maka dari itu, temani aku nanti."

"Ya, ya. Kutunggu di depan gerbang." Nathan berlalu pergi.

***

Seperti yang Nathan bilang tadi, begitu Erik tiba di depan gerbang, dia sudah menunggu sedari tadi. Nathan yang melihat Erik, langsung bergegas menghampirinya.

"Tunggu apa lagi? Aku sangat yakin, kalau Adelia sudah tak sabar ingin melihatmu."

"Iya."

***

Wafat : 1 - April - 20XX.

"Aku datang, Adelia." Erik duduk di samping makamnya. Begitu juga dengan Nathan.

"Adelia, aku menepati janji. Sekarang, kuharap kau tak marah lagi padaku ya."

"Janji?" Erik mengulanginya tak mengerti.

"Kau tau, saat kau menghilang, Adelia terus saja menghujatku. Bahkan, dia bilang bahwa aku ini mantan terburuknya. Dan dia menyuruhku berjanji akan satu hal. Saat kau kembali nanti, mau dia sudah ada ataupun tidak ada, dia ingin kau dan aku berteman."

"Dan kau merasa kalau kau sudah menempati janjimu?"

"Ayolah, kita berteman, 'kan?" Nathan menggosok-gosok kepala Erik.

"Ah, iya-iya. Kita berteman." Mendengar hal itu, Nathan berhenti menggosok dan tertawa kepada Erik.

"Kau tau, sebenarnya aku iri melihatmu. Kau bisa membuat Adelia yang sangat tidak rasional itu berubah. Dulu, dia bahkan tak mengijinkanku untuk memeluknya. Sebab itu, aku mencari pelarian. Aku yakin, Adelia pasti sudah menceritakan hal itu kepadamu. Pasalnya, dia kan pengadu."

Erik tertawa kecil mendengarnya. "Ya sudah. Lebih baik, sekarang kita taburkan bunga mawar ini di makamnya." Erik menabur duluan.

Nathan mengambil segenggam bunga, dan menaburkannya acak.

"Adelia, kau tidak marah lagi, 'kan? Nanti kuberikan ice cream loh." Nathan tertawa kecil.

"Sudah. Nanti dia marah, dan malah menghantuimu." Erik mendorong Nathan agar menjauh dari makan Adelia.

★TAMAT★

Revisi akan segera dilakukan. Jika suka, jangan lupa share dan vote ya.

See you in next my story💓

|Falufi AS|

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro