An-Gae*
"Desa An-Gae?" Seorang pedagang berujar dengan kening berkerut saat Yuto menanyakan letak desa tersebut
"Ne" Yuto mengangguk
"Kalian mau kesana?" Namja itu menghentikan kegiatannya
"Ne" kembali Yuto mengangguk
"Untuk apa?" Tanya namja itu
"Mencari seseorang" balas Yuto
"Pendeta Han?" Tebak sang pedagang
"Darimana anda tahu?" Yuto nampak terkejut
"Hanya dia satu2nya yg tinggal disana" balas pedagang tersebut membuat Yuto dan Yan an saling berpandangan sesaat
"Ini sudah sangat sore jika kalian mau kesana. Biasanya kabut sudah benar2 tebal jika jam segini. Kalau kalian memang mau menemuinya disana, pergilah besok siang saat cuaca cerah. Karena kabut sedikit menipis saat itu" jelas pedagang itu tanpa diminta
"Apa desa itu masih jauh?" Yan an mencari tahu
"Animida, desanya ada di ujung jembatan gantung dekat hutan. Kau hanya harus berjalan sekitar satu jam untuk tiba di kuil pendeta Han" terang pedagang tersebut
"Hanya saja sangat berbahaya berjalan saat sore ataupun malam. Selain karena kabut, didesa itu masih banyak hewan buas yg berkeliaran. Gelap ditambah kabut hanya akan membuat kalian terjebak. Karena itu carilah penginapan untuk hari ini. Dan berangkat kesana siang besok" saran pedagang itu
"Dimana kami bisa mendapat penginapan?" Tanya Yuto
"Dua blok dari sini ada penginapan, kalian bisa kesana" jawab pedagang itu
Yuto mengangguk, setelah mengucapkan salam dan membungkuk sopan diapun berlalu diikuti Yan an.
*
Yuto baru saja selesai membersihkan diri saat mendapati Yan an yg duduk tercenung diujung ranjang. Dengan siku yg ditopang di lutut, namja itu terlihat menikmati lamunannya. Tak menyadari sosok Yuto yg sudah duduk didekatnya.
"Hyung" panggilan pelan Yuto mampu menyentak Yan an
Nampak oleh Yuto sang sahabat sedikit terperanjat karena panggilannya, sebelum kemudian dia menoleh.
"Ne" sahut Yan an
"Kau tidak mau mandi" tukas Yuto
"Ah....ne" Yan an bangkit, dan meraih handuk yg diarahkan Yuto padanya
Dengan gerakan pelan diapun menuju kamar mandi.
"Hyung...." panggilan Yuto membuat Yan an menghentikan langkahnya
Tanpa menyahut, Yan an menoleh pada Yuto
"Jangan terlalu keras memikirkannya, hanya ikuti kata hatimu" tukas Yuto karena mengerti apa yg Yan an pikirkan
Yan an diam tak menjawab. Matanya masih memandang lurus Yuto
"Kita lakukan apapun yg hatimu inginkan hyung. Apapun itu" senyum merekah dibibir Yuto
Ukiran yg sama ikut merekah dibibi Yan an, sebelum kemudian dia berbalik dan menghilang didalam kamar mandi.
Senyum Yuto memudar saat sosok itu menghilang dari hadapannya. Setelah menarik nafas berat, Yutopun menghempas tubuhnya diatas ranjang.
Dengan mata yg mengarah kelangit2 kamar Yuto menikmati kesendiriannya. Hingga kemudian dia menoleh, karena merasakan pergerakan di kasur tempatnya berbaring.
"Memikirkan sesuatu?" Yan an bertanya setelah berbaring disisi Yuto
"Tidak hanya sesuatu, tapi ada banyak hal" jawab Yuto
"Apa saja yg kau pikirkan?" Yan an menoleh memandang Yuto yg sudah kembali menatap langit2
"Ini dan itu, apa dan kenapa" jawab Yuto
"Mwoya?" Yan an tertawa pelan, sementara Yuto menarik senyum tipis
Sedetik kemudian keadaan berubah senyap. Hanya detak jam juga suara angin yg membentur jendela mengisi kebungkaman keduanya. Yuto bahkan nyaris jatuh tertidur karena senyap itu. Sebelum panggilan dari Yan an membuatnya membuka mata lebar.
"Adachi" Yuto menoleh pada Yan an yg sudah menatapnya
"Berapa banyak yg kau tahu tentangku?" Tanya namja itu saat tatapan keduanya bertemu
"Tidak cukup banyak" balas Yuto
"Apa kenyataan tentangku itu membuatmu takut?" Yan an memiringkan posisi tidurnya dan menjadikan lengannya sendiri sebagai bantalnya.
"Aku terkejut, tapi tidak takut" aku Yuto
"Apa yg membuatmu terkejut?" Kening Yan an berkerut
"Karena kupikir kau hanyalah namja biasa yg bersugesti kalau dirimu sial. Tapi ternyata itu bukan sekedar sugesti" terang Yuto
Yan an diam sesaat, bersama jemarinya yg memainkan ujung selimut.
"Itu benar2 tidak menakutkan bagimu?" Tanpa memdang Yuto, Yan an kembali bertanya
"Kalau aku takut, aku tak mungkin bertahan disisimu hyung" Yuto berujar seraya tertawa pelan
Yan an segera mengarahkan tatapannya pada Yuto, yg sudah mengubah tawanya dengan senyum hangat.
"Hyung....kau menyelamatkanku, dan melindungiku. Bagaimana bisa aku takut padamu dengan kenyataan seperti itu" ucapnya
"Tapi aku takut Adachi, saat ini aku merasa takut pada kenyataan yg tidak ku ketahui" aku Yan an
"Hyung...bukan kau yg menginginkan itu ada didirimu. Seperti halnya aku, dia...ada disana karena orang lain yg menyimpannya. Hanya saja...tujuannya mungkin berbeda. Karena itu, kemampuan yg kita miliki juga berbeda" ucap Yuto
"Jadi kesialan didiriku adalah sebuah kemampuan" ucapan Yan an itu segera dibalas gelengan Yuto
"Bukan itu hyung" sanggahnya
"Lalu?"
"Hyung akan tahu kalau hyung siap menerima kenyataan itu. Tapi...jika hyung takut mengetahui kenyataan itu, maka hyung tak akan mengetahui apapun. Kita akan menyimpannya, dan aku akan melindungi rahasia itu untukmu hyung" balas Yuto
"Tapi Adachi...."
"Hyung aku lelah, bisa aku tidur" putus Yuto membuat Yan an sedikit kecewa
"Mianhae hyung" sesal Yuto melihat ekspresi itu
"Gwenchana...tidurlah" Yan an memaksa tersenyum
Namja itu kembali berbaring dengan benar, kemudian coba memejamkan mata. Untuk sesaat Yuto memperhatikan Yuto yg mulai terpejam, sebelum akhirnya ikut memejamkan matanya.
*
Yuto dan Yan an sudah berada di ujung jembatan, yg menghubungkan desa An-Gae dan desa tempat mereka berada. Sesaat keduanya saling memandang, sebelum kemudian mengarah lurus pada ujung jembatan yg berkabut.
"An-Gae "gumam Yuto pelan "tidak salah desa itu mendapat sebutan tersebut. Bahkan kita disambut oleh kabut" lanjutnya kemudian
Yuto menarik nafas berat sesaat, sebelum kemudian beranjak.
"Kajja" tukasnya diantara langkah
Yan an segera menyusul langkah Yuto, yg sudah lebih dulu menjejakkan kaki di jembatan gantung yg ada didepan mereka. Dengan hati2 kedua namja itu terus melangkah melintasi jembatan, yg segera bergoyang ketika menerima beban diatasnya.
"Hati2 Adachi" Yan an meraih lengan Yuto saat nanja itu nyaris tersungkur
Cepat Yuto berpegangan pada Yan an, dan kembali melangkah hati2 melewati jembatan panjang itu.
"Mataku tak bisa melihat apapun" keluh Yuto
"Na tto" sambut Yan an
Dia terus menpererat pegangannya dilengan Yuto, karena tak ingin berpidah diantara kabut.
Krrriiiitttt...
Angin kencang tiba2 mengoyangkan jembatan itu. Membuat Yan an dan Yuto kompak berjongkok untuk mendapat keseimbangan.
Dengan tangan yg masih saling berpegangan keduanya menunggu angin berhenti bertiup. Dan kemudian kembali melangkah saat jembatan tak lagi bergoyang.
"Jantungku" Yan an mengusap dadanya
Yuto menatap Yan an sesaat, kemudian kembali fokus pada jalan dihadapannya. Masih dengan gerakan hati2 Yuto menuntun jalan. Hingga kemudian mereka tiba diseberang dengan selamat.
"Kabutnya makin tebal" gumam Yuto melihat kabut yg masih menganggu mata mereka
Mencoba fokus, Yuto mengedarkan pandangannya. Dan kembali melangkah saat sudah mendapati jalan setapak dihadapan mereka.
"Apa kita akan terus mengikuti jalan ini?" Tanya Yan an disela langkah mereka
"Ne" tanpa menoleh, Yuto menjawab
"Apa baik2 saja terus mengikuti jalan ini?" Yan an sedikit takut
"Entahlah...tapi kurasa tak ada pilihan lain selain mengikuti jalan ini. Sebab terlalu beresiko jika kita mencari jalan lain. Bisa saja kita tersesat karena tak bisa menentukan arah" urai Yuto
"Tapi bisa saja kita tetap tersesat walau sudah mengikuti jalan ini" balas Yan an
"Kalau itu terjadi, kita bisa kembali dengan mengikuti jalan ini lagi. Tapi jika kita mencari jalan lain, kita tak akan bisa kembali" terangnya
Yan an mengangguk paham, sementara Yuto masih fokus dengan jalan didepannya.
"Ada apa dengan kabut ini? Kenapa semakin jauh kita berjalan, kabutnya semakin tebal" keluh Yuto
Yan an memilih tak berkomentar. Keadaan An-Gae yg berkabut dan sepi, membuat Yan an tak nyaman. Dia bahkan sudah merapatkan tubuhnya pasa Yuto. Karena takut jika tiba2 makhluk dibencinya menyerang diantara kabut itu.
"Adachi...apa kau melihat mereka?" Yan an coba memastikan
"Nugu?" Yuto menoleh pada Yan an
"Mereka....sosok yg selama ini hanya bisa kau lihat" terang Yan an
"Sampai sejauh ini aku belum melihatnya" jawab Yuto
Yan an mengangguk pelan, kemudian kembali melangkah dalam diam. Keduanya tak saling membuka bicara. Mereka hanya coba menajamkan pendengaran mereka sebagai sikap waspada. Mencoba berhati2 dari serangan hewan liar yg mungkin sewaktu2 akan menyerang mereka. Dari balik hutan yg berada dikiri kanan, juga kabut yg kian tebal.
*
Tepat seperti pedagang yg mereka jumpai katakan. Setelah berjalan lebih kurang satu jam, mereka mendapati sebuah kuil di ujung jalan. Bangunan kecil itu dikelilingi tembok batu yg tak terlalu tinggi. Dan dari dalamnya terdengar suara seseorang berdo'a.
"Apa ini tempatnya?" Pasti Yan an
"Aku pikir iya" Yuto melangkah mendekati pintu kayu tak jauh dari tempat mereka berhenti, dan mendorongnya pelan
"Permisi" serunya kemudian
Yuto melangkah memasuki kuil tersebut, diikuti Yan an. Keduanya mengedarkan pandangan sesaat, sebelum memutuskan menghampiri satu2nya bangunan yg ada disana.
"Kalian datang" sambut seorang pendeta yg sudah nampak berdiri diambang pintu kuil
Yuto dan Yan an berpandangan sesaat, dan kemudian kembali menatap namja itu.
"Masuklah, aku sudah menunggu kalian" perintahnya kemudian berlalu masuk, membuat kedua namja itu mematung di halaman kuilnya.
*
TBC
Sorry for Typo
Thanks for Reading & Votement
🌻HAEBARAGI🌻
*Angae=Kabut (Bahasa Korea)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro