Maehara Hiroto
Futari
Ansatsu Kyoushitsu © Yusei Matsui
Story © Nikishima_Kumiko
Maehara x Reader!
✿✿✿
Pasrah.
Itulah yang kau rasakan dalam 5 menit terakhir ini. Bagaimana tidak? Sudah berulang kali kau menjelaskan pelajaran matematika yang materinya susah minta ampun. Yah, memang pelajaran di SMP Kunugigaoka ini tingkatnya hampir setara dengan anak kuliahan--tidak, bukan hampir. Tapi memang sudah setara.
Kepada siapa materi itu kau jelaskan? Siapa lagi kalau bukan Maehara Hiroto, si playboy kelas kakap kelas 3-E. Walau gelar itu tidak diketahui kebenarannya dengan pasti atau bisa dibilang gelarnya beredar karena rumor. Namun, tetap saja tak menghilangkan pandanganmu terhadap gelar itu padanya.
"Hei [Last Name]-chan, ajarkan lagi materi itu. Aku masih tidak mengerti," rengeknya sambil memasang wajah cemberut.
Helaan nafas keluar dari mulutmu, kau meliriknya sebentar, menatap malas dirinya. Tak jarang kau merutuki kenapa Koro-sensei menempatkan dirimu yang harus sekelompok dengannya.
Sebenarnya, masih ada seorang lagi yang sekelompok denganmu dan juga Maehara. Si setan merah yang sangat pandai dalam bidang ini. Sudah pasti kalian mengenal makhluk jadi-jadian yang satu itu.
Entah kau harus mempercayai alasan dia tidak hadir dalam kerja kelompok kali ini. Semalam, ia mengirimkanmu E-mail yang berisi ;
"[Name]-chan~ aku kurang sehat. Jadi, tidak bisa datang. Tugasnya kerjakan saja berdua dengan Maehara-kun. Toh, aku juga sudah mengerti dengan tugasnya--makanya aku tidak datang. Ahahaha~"
Ayolah, Karma sakit? Sejenak, kau ber-facepalm ria ketika kembali mengingat isi E-mail tersebut. Bisa dipastikan kalau Karma mempunyai maksud tertentu--bagaimana tidak curiga kalau isi pesannya saja sudah seperti itu.
Melihat tingkahmu yang mulai aneh, Maehara berinisiatif untuk menegurmu dengan menepuk pundakmu. Kau menoleh, tatapan malas kau layangkan padanya. Dapat kau lihat dengan jelas raut wajah khawatir yang ia tunjukkan.
"[Last Name]-chan, kau tak apa?"
"Hm ... yah, aku tak apa."
Mendengar balasanmu yang lesu, ia merasa ragu. "Beneran tak apa? Kau keliatan aneh."
"Sudah kubilang aku baik-baik saja Maehara-kun."
Jawabanmu yang disertai dengan nada sinis membuatnya tak ingin mengajukan pertanyaan lagi dan memilih untuk diam. Kau menghela nafas, ingin terlepas dari keadaan yang kurang mengenakkan ini.
"Baiklah, aku akan mencoba untuk menjelaskannya lagi. Dengar baik-baik ya," tuturmu. Maehara menggangguk lalu berusaha untuk fokus pada penjelasanmu.
18 menit kemudian pun berlalu.
Akhirnya ... akhirnya Maehara-kun paham, batinmu lega.
Disaat kau sedang sibuk dengan perasaan lega yang kau rasakan, Maehara malah sibuk memperhatikan langit kelabu di balik jendela. "Hei, [Last Name]-chan, langitnya ...."
Kau tidak mendengarkan panggilan Maehara. Sampai dia berteriak memanggilmu.
"[Last Name]-chan! Itu mau hujan!"
"Ha?"
Kau membeo pelan, memproses apa yang sedang terjadi dan benar saja apa yang dikatakan oleh Maehara. Tetes demi tetes air mulai turun dari awan kelabu itu, membasahi bumi dan juga ...
"Astaga! Aku pulang bagaimana?!"
Ok, barulah kau ikut heboh seperti Maehara. Maehara mengelus dadanya, berusaha sabar dengan kelemotanmu akan keadaan--lain hal dengan pelajaran.
Hanya suara hujan yang menemani kalian berdua. Tak ada yang berbicara sama sekali, masing-masing sibuk dengan pikirannya : kau yang sedang sibuk mengeluh bagaimana kau akan pulang, sedangkan Maehara sibuk memikirkan cara bagaimana untuk mengeluarkan perasaannya yang sudah lama mengganjal dari dulu.
"Hah ... aku ingin pulang," keluhmu yang sudah tak tahan lagi.
Mendengar hal itu, Maehara terpaksa memutar otaknya, berpikir cara agar kau bisa pulang. Entah ilham darimana yang ia dapatkan. Maehara berdiri dan berjalan keluar dari ruang tengah, memastikan bahwa payung miliknya tidak dibawa oleh Kaa-san-nya. Beruntunglah, karena payung berwarna navy blue itu masih tersimpan dengan baik di dekat pintu.
"Atta!" pekik Maehara kegirangan. Ia pun kembali ke ruang tengah dengan cengiran. Alismu tertaut, kebingungan melihat tingkahnya.
"Kau kenapa sih, Maehara-kun?" tanyamu yang kebingungan serta agak risih. Cengirannya makin lebar lalu ia pun memperlihatkan payung di tangannya. Matamu mengerjap, tanpa sadar kau ikut menatapnya, lalu mengulas senyum tipis.
Kau membereskan barang-barangmu, memasukkan buku dan juga alat tulis kedalam tas. Bangkit dan berjalan menuju samping Maehara.
Maehara menengadah sebentar, kemudian menunduk dan membuka payung tersebut.
"Ayo [Last Name]-chan, ku antar kau sampai stasiun," ajak Maehara. Kau mengangguk, mengiyakan ajakannya. Kakimu melangkah, berjalan ke sampingnya.
Kini, kalian berdua berada di bawah payung yang sama. Dan lagi-lagi keheningan kembali menguasai kalian. Maehara mencuri-curi padang ke arahmu, kau hanya diam menatap jalan di depan--tak menyadari iris Maehara yang memperhatikan dirimu. Lama kelamaan, perasaanmu mulai kurang nyaman dengan suasananya.
"Ehm, nah Maehara-kun, apa kau tau alasan Karma-kun tidak datang kerja kelompok?" tanyamu yang berusaha memecahkan suasana kurang mengenakkan ini. Pertanyaanmu membuatnya mengatupkan mulut, irisnya sontak mengalihkan tatapannya sambil tertawa aneh.
"B-bicara apa kau, tentu saja aku tau kalau Karma lagi sakit, ahaha."
Tidak. Aku yang meminta Karma agar tidak datang di kerja kelompok ini, batin Maehara yang ber-facepalm ria dengan kelakuannya sendiri.
Kau memilih untuk diam walau menyadari ada yang aneh dengan suara tawa itu, tak merasa curiga dengan intonasi jawabannya yang aneh, kau mengangguk mengiyakan jawabannya.
Toh mungkin saja ia seperti itu karena merasa tidak percaya dengan kabar bahwa Karma sakit. Yah, bagaimanapun Karma tetaplah manusia, tidak ada yang tidak mungkin. Pikirmu seperti itu.
"A-ah, memangnya kenapa kau menanyakan hal itu?"
"Yah~ aku hanya penasaran saja ...."
"Hahaha, begitu ya. Oh [Last Name]-chan! Bagaimana reaksimu kalau ada seseorang yang menyukaimu?" Kau mengernyitkan dahimu. Tunggu kau tidak salah dengar 'kan? Mendengar Maehara bertanya mengenai privasimu, itu agak ... hm, aneh?
"Chotto, kenapa kau menanyakan hal itu?" tanyamu dengan nada menyelidik. Dia memperlihatkan senyum kikuknya, lalu memalingkan wajahnya. Berusaha menyembunyikan sesuatu. Ok, kau mulai curiga dengan tingkah anehnya itu.
"Yah, h-hanya penasaran saja," jawabnya yang mengikuti kalimatmu sebelumnya.
"Hm ...." Kau bergumam pelan, "Untuk saat ini sih, tidak ada orang yang aku sukai."
Entah hanya perasaanmu saja atau memang kau merasakan aura senang dari sosok di sampingmu ini. Namun kau mencoba mengabaikannya. Tak sadar, kalian berdua telah sampai di stasiun. Maehara menutup kembali payungnya, lalu menggenggam tanganmu---lebih tepatnya menarik, menuntunmu berjalan menuruni tangga.
Ingin rasanya kau melepaskan tanganmu karena genggamannya membuat detak jantungmu berdetak lebih cepat dari biasanya. Tapi kau tidak bisa, salahkan suaramu yang tertahan di tenggorokan, tercekat, tak mau keluar.
Sampailah kalian berdua di depan pintu kereta. Tangannya memberimu payung berwarna navy blue itu. Sebelum kau membantah, dia langsung menutup mulutmu, membungkamnya sesaat dengan bibirnya sendiri.
Ya, ia mengecup bibirmu.
Irismu melebar tatkala menerima perlakuannya. "Besok di sekolah jangan sampai sakit ya~ bye bye [Last Name]-chan!"
Setelah mengatakan hal itu, ia berlari keluar dari stasiun bawah tanah ini. Tak peduli pada dirinya yang pulang kehujanan.
Tidak ingin berlarut dalam pemikiran tentang alasan kenapa Maehara melakukan itu, kau pun memilih untuk masuk ke dalam kereta. Menggenggam erat payung tersebut lalu memijit pelipismu.
"Pilihan yang buruk. Harusnya aku tidak datang datang kerja kelompok berdua saja dengan Maehara-kun."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro