Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6

Selamat datang di chapter 6

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (hobi yang susah dihilangkan sebagai kodrat kesalaham human)

Thanks

Btw, chapter ini mengandung spoiler untuk work baru saya yang akan saya publish awal Agustus untuk challenge, doain menang ya man-teman.

Biar lebih greget, ini dia cover dan blurbnya

Work ini bakalan agak sedikit beda dari work-work saya sebelumnya. Lebih ke metropop kayak novel-novel Ilana Tan (maklum penggemar beratnya, wkwkwk) Yang pasti, Amarante dan Asthon akan membawa kalian mengelilingi Paris. Berplot twist dan tentunya bakalan bikin kalian baper sampe kejang-kejang (ehe just kidding)

Well, kembali ke Sky dsn Horry. Jangan lupa siapin kresek buat jaga-jaga muntah. Soalnya ini sepanjang 2400 lebih

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Namun, bukankah selalu ada pengecualian dan selalu ada sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam hidup?

Horizon Devoss
______________________________________________

Abu Dhabi, 9 Juni
07.03 a.m.

Ralph Brichii dengan kacamata hitam, tersenyum cerah dan melambaikam tangan singkat, berjalan menuju meja bundar berkonsep kursi anyaman dekat piring-piring yang dilukis serta ditempel di dinding dengan bingkai kayu cokelat gelap yang ada di luar—tempat janji temu yang kami sepakati di Art Gallery Café.

Meski udara Al Manhal gerah, akan tetapi siraman cahaya sinar matahari pagi yang bersahabat serta pepohonan yang menaungi sekitar meja tersebut membuat suasana menjadi sejuk. Oleh sebab itulah aku yang lebih dulu datang di sini memilih tempat duduk ini.

Tanpa menghiraukan pengunjung yang sedang sarapan, Ralph yang telah melewati beberapa meja segera mengambil duduk di seberang kursiku. Lalu pria berambut cokelat terang cepak yang berprofesi sebagai pengacara Diamond Bank sekaligus sahabatku yang sudah melepas kacamata hitamnya menggunakan tangan kiri itu memanjangkan tangan kanan dan menyerahkan selembar amplop cokelat padaku.

“Ini yang kau minta, Dude,” katanya.

Thanks,” jawabku ringkas dan tanpa menunggu sedetik waktu untuk bergulir, segera membuka serta mengeluarkan isinya.

Selagi aku menekuri kertas-kertas isi amplop cokelat tersebut, Ralph menerangkan dengan tangan yang memegangi kacamata dan bergerak-gerak di udara. “Asthon Vincent, komposer sekaligus produser musik asal Paris yang pertama kali mendebutkan The Black Skull. Lalu karena dia ... yah ....” Ralph mengehentikan kalimat untuk menunjuk isi amplop itu kemudian melanjutkan, “Kau bisa membacanya sendiri alasan mereka kembali ke Amerika.”

Kepalaku mengangguk, Ralph mengangkat tangan untuk memanggil pramusaji. Pria Arab yang kuperkirakan berumur dua puluhan segera datang dan membawa menu serta bersiap mencatat pesanan kami.

Kuletakkan kertas-kertas berisi data-data di meja dan memilih menu. Setelah pramusaji sekali lagi memastikan pesanan kami menggunakan bahasa Inggris dengan logat Arab yang kental, aku melanjutkan kegiatan membaca data-data itu.

Sebenarnya, data-data tersebut berisi tentang segala hal yang menyangkut Skylar Betelgeuse. Aku meminta Ralph untuk mencarikannya.

Di data-data itu tertulis ; Skylar lahir di musim panas yang cerah. Menyukai makanan Prancis kuno seperti Foie gras. Restoran Prancis langganannya di New York adalah Jean-Georges. Selain piawai menyanyi, Skylar juga bisa bermain gitar, piano dan biola. Dan dia tidak suka ada yang mengatur kehidupannya meski itu ayahnya sekalipun. Namun, beberapa tekanan dari pekerjaan menyebabkannya harus mematuhi peraturan.

Berikutnya berisi data-data Mr. Flint, mendiang ibu Skylar dan Mrs. Revina serta makanan-makanan yang boleh Skylar makan atau tidak sesuai anjuran Mrs. Revina alias momster supaya tenggorokan sang vokalis tidak cedera.

Ada sejumlah aset-aset berupa hotel di Bahama, di dekat pantai Miami dan juga beberapa kapal pesiar yang disewakan di sungai Hudson milik mendiang ibu Skylar. Dengan bantuan para pegawai yang profesional di bidangnya masing-masing, aset-aset ini dikelola dan dipimpin oleh Mr. Flint.

“Oh ya mengenai aset-aset itu.” Ralph berbicara kembali. “Mr. Flint tidak tahu kalau Mrs. Revina sedang berusaha membalikkan nama pemilik hotel di Bahama jadi namanya.”

Aku memperhatikan Ralph sambil mengangguk dan diam-diam memikirkan cara ini sebagai senjata ampuh untuk bernegosiasi dengan momster nanti. Tentu saja, Skylar tidak boleh tahu.

“Kenapa tidak ada yang memberitahu Mr. Flint?” tanyaku.

“Mrs. Revina menutup mulut semua pegawai-pegawai hotel. Dia juga menyewa pengacara andal,” terang Ralph.

Percakapan kami terjeda oleh kedatangan pramusaji yang membawa makanan pesanan kami. Setelah semuanya terhidang di meja dan kami mengucapkan terima kasih, pramusaji itu berlalu pergi. Lalu kami melanjutkan obrolan.

“Tapi kau akan membantuku mengurusnya kan?”

Kopi Arabica Ralph kembali diletakkan di meja setelah dia menyesapnya. “Aku hanya heran kenapa kau sampai berbuat seperti ini. Kau pasti sangat menyayanginya. Yah, itu sangat lumrah.”

Aku menghela napas sedikit berat dan menunduk sebentar. Dengan tatapan menerawang, aku menukas, “Kau sudah tahu jawabannya, Ralph.” Aku mendapati suaraku terdengar jauh, kemudian menatap Ralph lagi. “Jadi?” tuntutku.

Sekarang gantian Ralph yang melepas napas berat. Sejenak memejamkan mata, dia menerangkan, “Dude ..., apa aku punya pilihan lain? Aku juga menyayanginya. Dia sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri.”

“Aku tahu kau memang sahabat terbaikku. Thanks.”

Ralph mulai berkutat dengan sarapannya sementara aku kembali meneruskan kegiatan membaca data-data tersebut. Kala mataku tidak sengaja menangkap sebuah nama yang berkaitan dengan Skylar, aku tidak sengaja menggumamkannya. “Alton Mason, vokalis grup band rock Lupara. Mantan pacar Skylar?”

Tawa geli Ralph seketika mengudara. Bercampur baur dengan percakapan samar dari para pengunjung. “Kau harus bercermin ketika mengatakan itu, Dude. Hahaha .... Sainganmu ...,” tunjuk pria itu menggunakan sendok.

Kedua alisku menaut secara otomatis tanda tidak menyukai gagasan itu. “Kenapa kau pikir pria bertato sebadan, dan bertindik itu menjadi sainganku? Lagi pula mereka sudah putus beberapa tahu lalu,” terangku sambil menunjuk-nunjuk data tersebut. “Sungguh, Dude ... aku tidak sudi memiliki saingan seperti itu.”

Masih tertawa geli, Ralph yang memegangi perutnya menggunakan tangan yang tidak memegang alat makan pun menjawab, “Jangan salah, Dude. Kata informanku, Alton bisa membuat Skylar gagal move on selama bertahun-tahun.”

“Apa sekarang dia masih menyukai pria itu?” tuntutku.

“Entahlah. Mungkin saja.”

Cih! Pantas saja dia menolak lamaranku. Tidak hanya sekali, tetapi dua kali. Padahal aku sudah berusaha mendekatinya selama hampir dua tahun ini. Tidak bisa dipungkiri, hal itu membuat darahku sedikit mendidih dan paru-paruku seolah baru saja disiram air panas. Beruntungnya aku tidak menceritakan masalah ini pada Ralph. Andaikata iya, aku sudah bisa membayangkan bagaimana dia akan mengejekku sepanjang waktu.

Kedua alisku semakin berkerut hingga taraf hampir bertautan. Kembali mekikirkan usaha yang kulakukan selama ini sia-sia karena Alton Mason. Walau benci, tetapi aku harus mengakui bahwa mereka pasangan serasi dan satu frekuensi ; sama-sama jago menyanyi dan sepertinya tidak suka tertalu diatur dalam kehidupannya.

Aku pernah tidak sengaja melihat video clip Lupara yang diputar River ketika berkunjung ke penthouse-nya beberapa waktu silam. Dalam video clip itu, sang vokalis alias Alton yang tidak menggunakan atasan—hanya menenakan jin hitam sobek-sobek dan sepatu bot hitam—memperlihatkan tato di sekujur tubuhnya. Rambutnya sangat cepak, mungkin dicukur hingga hanya memiki panjang dua sentimeter untuk keperluan syuting. Bergaya bebas sambil bernyanyi di depan sel penjara serta dikelilingi polisi. Jiwanya benar-benar bebas, mirip Skylar.

“Memangnya apa yang membuat Skylar tidak bisa move on darinya?” Lagi-lagi, aku tidak sengaja menggerutu sambil mulai menjejali mulutku dengan Shakshoka.

Maybe Alton is the best horseman, Dude.” (Mungkin Alton penunggang kuda terbaik, Bung) Kalau kau paham maksudku.” Ralph menaik-turunkan kedua alisnya sebelum lanjut tertawa.

“Sialan!”

Pria di seberang kursiku itu malah semakin mengencangkan tawanya hingga beberapa pengunjung melihat ke arah meja kami. Beruntungnya beberapa detik berikutnya Ralph sadar diri untuk meredakan tawanya dengan dehaman.

Just kidding. Aku hanya ingin tahu ekspresi cemburumu, Dude. And I got it.

Aku hanya menanggapinya dengan setengah mendengkusan dan cibiran sehingga kupikir memicu mulut Ralph untuk membuka kembali.

“Kata informanku, Mr. Flint tidak merestui mereka. Jadi yah ... mereka putus. Ngomong-ngomong, aku memberitahu Ginny kalau kita sarapan di sini. Kebetulan dia sedang bertugas di rumah sakit Fakih. Tidak apa-apa kan?”

Aku belum sempat berkomentar, Ralph menuding di sebelah kiriku dan berseru, “Nah, itu dia sudah datang.”

Abu Dhabi, 9 Juni
09.05 a.m.

“Demi neraka! Bagaimana caranya aku menikahinya kalau kemarin dia sudah kutolak mentah-mentah sebanyak dua kali?”

Tubuhku yang baru saja masuk kamar hotel dikejutkan oleh suara Skylar yang kedengarannya sedang di balkon. Dengan segera, kubawa kedua kakiku melangkah ke arah balkon kamarku. Berhubung kamar kami bersebelahan dan masing-masing memiliki balkon yang tersekat dinding, jadi kusandarkan tubuhku di sana sambil menguping.

“Hei, tenanglah, Sky.” Sekarang aku mendengar suara Katerine, asisten Skylar. Kedengarannya mereka sedang video daring untuk membicarakanku.

Luar biasa. Apakah ini karma yang dibayar tunai karena aku dan Ralph juga membicarakannya sebelum kedatangan Ginny tadi?

“Bagaimana aku bisa tenang? Momster akan mengambil alih aset-aset ibuku kalau aku tidak menikahi Horizon dalam waktu enam bulan ini! Ayahku tidak akan setuju aku menikah dengan siapa pun kecuali dia. Karena hanya Horizon yang bisa mengelola aset-aset itu. Kau mengerti kan bagaimana setresnya aku? Ini lebih memusingkan daripada menciptakan lagu!”

Senyum tipis melekuk di bibirku. Begitu rupanya. Skylar sudah tahu, karena itulah dia membuat semacam rencana.

“Bagaimana dengan saat kau putus dengan Alton?” Suara wanita lain menelusup ke telingaku.

“Hhsss!” desis Katerine, kutebak untuk memperingatkan temannya yang lain sebelum dia berbicara pada Skylar lagi. “Jangan dengarkan dia, Sky. Jangan khawatir, aku punya ide bagus. Sebaiknya kau rayu saja dia. Horizon sudah menyukaimu selama ini. Pasti tidak akan sulit.”

“Jangan! Sebaiknya kau harus mengatkan sesuatu yang masuk akal, Sky,” sahut temannya yang membawa-bawa nama Alton.

“Adakah percakapan yang masuk akal yang harus kuucapkan untuk Horizon? Itu mustahil dan dia menyebalkan.” Setelah mengatakan itu dengan nada putus asa, Skylar menghela napas kasar.

Hening sesaat, lalu Katerine berkomentar, “Kirasa Lea benar, kau harus memgatakan sesuatu, seperti kau juga mencintainya, Sky.”

“Holly cow!”

“Shut up, Kat!”

“Horizon mencintaimu, jadi tidak ada salahnya kau mengatakan mencintainya juga. Karena dua orang yang saling mencintai, jadillah kalian akan menikah. Sesederhana itu,” terang Katerine diiringi tepuk tangan dan tawa kecil yang tergolong bangga.

Seandainya sesederhana itu.

“Ide Katerine jenius, Sky.”

“Sejenius-jeniusnya, bagaimana kalau dia tidak percaya padaku, Lea?” tanya Skylar dengan nada menyedihkan.

Aku kembali menarik sudut bibirku ke atas dan berpikir. Walaupun andaikata tidak tahu yang mereka rencanakan, tidak mungkin aku mempercayai kata-kata Skylar yang menyebutkan mencintaiku semudah itu. Apalagi setelah apa yang dia lakukan padaku dan penggabungan informasi bahwa Skylar belum bisa move on dari Alton Mason si vokalis Lupara pun memperkuat asumsiku.

“Lagipula, kau ini aneh, Sky. Apa yang kurang pada Horizon? Atau jangan-jangan memang benar kau masih belum bisa melupakan Alton Mason?” tuduh wanita yang kuprediksi bernama Lea, yang selalu membawa-bawa nama Alton Mason.

“Diamlah, Le,” desis Katerine.

“Kalau begitu kenapa kau menolaknya?” tuntut Lea dan Katherine kompak, secara tidak langsung mewakili pertanyaan yang bercokol dalam benakku selama hampir dua tahun ini.

Lalu satu kata yang membentuk sebuah nama yang disebut Skylar  membawaku terjun ke dalam kubangan-kubangan adegan pada masa itu.

Tiga tahun lalu
Musim gugur
New York, 7 Oktober
16.45 p.m.

“Horry ... Horry ...,” teriak River sambil berlari ke arah istal kuda Archiles—tempat aku beridiri, baru saja memasukkan kudaku bersama pengurus kuda.

Aku menjawab River dengan gumaman. Lalu kakakku menepuk pundakku dan dengan antusias mengulurkan ponsel yang menunjukkan nomor telepon seseorang.

“Kau tahu nomor telepon siapa ini?” tanya River sambil tersenyum bangga.

“Siapa?” tanyaku tidak penasaran, hanya sebuah formalitas belaka sambil berjalan ke arah ruang ganti bersamanya.

“Ini nomor telepon Skylar!” seru River.

“Oh, kupikir nomor Jameka yang baru,” sindirku. River pun tidak menjawab, sangat terlihat jelas apabila belum bisa melupakan wanita perokok aktif itu. Karena kesunyian ini, aku ingin bertanggung jawab menggugah semangatnnya yang turun.“Dari mana kau mendapatkan nomor Skylar, Riv?”

Dan seperti yang sudah kuprediksikan, semangat River langsung menyala. “Dari penjaga konter kafe. Kau tahu, semua orang yang ada di kafe itu kenal dan berteman baik dengan Skylar. Dia selalu menghabiskan waktu di sana sambil menyanyi dan bermain gitar kalau Mr. Flint mengajaknya ke sini,” jelas River yang telah memasukkan ponsel ke saku celana berkuda yang ketat seusai kami melepas helm dan sarung tangan. Dan tidak lama kemudian kami resmi memasuki ruang ganti dekat istal.

“Dan aku berhasil mengajaknya makan siang akhir pekan ini, Horry,” seru River sebelum melepas kaos polo biru mudanya.

Aku menaikkan sebelah alis. “Demi Archiles, bagaimana bisa?”

“Mr. Flint orang yang sangat pengertian,” jawab River lagi-lagi tersenyum bangga.

“Jadi kau meminta bantuan Mr. Flint untuk membuatmu makan siang bersama Skylar?”

“Exactly. Oh ya, jangan khawatir, aku juga akan mengajakmu.”

“What the hell! Apa yang kau lakukan, Riv? Aku sudah ada janji.”

Tiga tahun lalu
Musim gugur
New York, 10 Oktober
12.15 p.m.

Pada kenyataannya, sekeras apa pun aku menolak River, aku selalu kembali pada hakikat menuruti semua kemauannya akan sesuatu yang besar dan mengarah pasa suatu perubahan besar—kalau hal-hal kecil, aku cenderung menolak. Mulai dari pergi ke konser The Black Skull, hingga sekarang duduk bertiga di Antica Restorante yang ramai di akhir pekan.

“Jadi, kenapa Antica Restorante?” Setelah memesan makanan, River bertanya pada Slylar sambil tersenyum hangat. Aku yang notabenenya sebagai orang ketiga hanya diam saja sambil memendam kedongkolan. Berkat mereka, acaraku bersama seseorang telah batal. Beruntungnya orang tersebut sangat pengertian.

“Karena dekat dapur rekaman kami dan mereka punya daging domba yang enak,” jawab wanita yang berpakaian serbahitam itu dengan semangat.

“Bukankah akhir pekan ini kau libur bekerja? Dan kupikir kau tidak boleh memakan makanan itu,” komentar kakakku.

Wanita itu meregangkan senyum masam dengan satu tangan mengusap tengkuk lalu mencondongkan badan untuk berbisik, “Memang sedang libur, dan karena konser berikutnya masih lama, ditambah direktur kami sedang di luar kota, jadi aku sedikit mencuri-curi kesempatan memakan makanan yang sedang ingin kumakan.”

Sebelum River menjawab, ponselnya berdering kencang. Kakakku segera pamit menjauh untuk mengangkat telepon. Jadilah aku hanya berdua dengan Skylar. Lalu entah kenapa mulutku malah berseloroh, “Kenapa kau menyetujui ajakan makan siang kakakku yang diatur Mr. Flint?”

“Sederhana, karena aku lapar, dan kebetulan sedang tidak ingin makan sendirian, jawab Skylar tanpa ragu-ragu. Seperti menjawab pertanyaan River tadi.

“Memangnya kau tidak punya pacar atau teman yang bisa diajak makan siang di akhir pekan kalau keluargamu sibuk?” tanyaku, terdengar lebih ketus dari dugaanku sehingga menjadikan wanita di seberang mejaku menautkan alis-alisnya. Tampak tersinggung.

“What do you mean? Kau baru saja mengataiku tidak punya pacar atau teman?tanyanya bernada pelan.

“Maksudku—”

“Maaf sekali, aku harus pergi,” potong River yang tiba-tiba datang menyela obrolan kami. “Sebenarnya aku benci pekerjaan dadakan, tapi jangan khawatir, Sky. Horizon akan menemanimu makan siang.” Lalu River menatapku sambil berkedip. “Benar kan Horry?” Lanjut menatap kami berdua. “Sampai jumpa semuanya.”

River pun pergi sebelum bisa kuprotes, meninggalkanku bersama Skylar yang merakit smirk smile. Dia menukas, “Aku tidak punya pacar kalau kau ingin tahu. Tapi bukan berarti tidak ada yang mau menjadi pacarku. Dan aku menghargai teman-teman bandku yang sedang quality time bersama pasangan mereka masing-masing setelah kami menghabiskan banyak waktu bersama hampir sepanjang minggu. Apa itu cukup memberimu infomasi?”

“Kau—”

“Kupikir memyetujui usul ayah makan siang bersamamu dan River akan menjadi sangat menyenangkan sehingga aku memiliki teman-teman baru. Tapi tenang saja, aku baru saja berubah pikiran. Aku tidak sudi makan siang hanya berdua denganmu. Dasar berengsek mulut arogan!”

Aku tercengang. Apa yang baru saja dia katakan? Arogan? Tidakkah dia pergi bercermin lebih dulu? Seharusnya aku yang marah di sini. Aku juga punya jadwal kencan yang batal gara-gara dia menyetujui ide makan siang ini dan aku tidak bisa menolak kakakku.

Semenjak kenal dengan wanita itu, kepala River selalu dipenuhi olehnya—meski aku tahu itu suatu bentuk usaha keras kakakku melupakan Jameka Michelle—yang jadinya terus-menerus merecokiku soal Skylar.

Aku mengingat kejadian itu sambil tersenyum masam. Dulu aku pernah berpikir tidak sudi mendekati Skylar karena dia begitu arogan. Namun, bukankah selalu ada pengecualian dan selalu ada sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam hidup? Siapa sangka masa-masa ke depannya setelah itu aku merelakan serta mengurbankan segalanya untuk mendekati lalu melamar Skylar?

______________________________________________

hanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote, komen, atau benerin typo

Kelen luar biasa

Bonus fotonya :

Horizon Devoss

Skylar Betelgeuse

Well, see you next chapter teman temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Senin, 26 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro