Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab.5


Malam yang panjang untukku, kelelahan lantas tidak membuat mata langsung terlelap. Bukan karena rasa takut karena tidur di kamar Den Mas itu tapi karena Rika yang sepanjang malam gemeteran. Tidur dengan memeluk lenganku erat.

"Gile lo, sakit lengan gue," gerutuku saat pagi.

"Maaf, Mya. Habisnya takut. Gue ngrasa kayak ada yang lihatin gitu. Kaan, gue jadi parno sendiri," jawab Rika dengan berbisik.

"Hush ... tidak sopan kamu. Den Mas Dito itu keturunan darah biru, tidak mungkin dia menyelinap kekamar gadis yang sedang tidur!" Mbah Uti menyahut dari belakang kami.

Ucapannya membuat Rika nyengir kuda merasa tak enak hati mungkin. Dasar gadis penakut. Kugerak-gerakkan lengan dan leherku yang pegal. Kalau nanti malam si Rika masih begitu, kutendang dia keluar kamar. Biar saja tidur sama Mbah Uti.

Pagi dingin berhujan, kami bertiga duduk di dapur menikmati sarapan ala kadarnya. Singkong rebus dan kopi sachetan yang diseduh dalam gelas kecil. Aku merasa lelah dan rambut awut-awutan. Aku menyisir sebisa mungkin dengan tangan.

"Mbah Uti, boleh tanya sesuatu?" tanyaku sambil menghirup kopi. "Aku mirip siapa dari Den Mas itu? Kemarin Mbah mengatakan soal mirip dengan seseorang."

Mbah Uti tidak menjawab, memandangku dengan tatapan yang tak mengerti. " Suatu saat kamu akan tahu dan Den Mas Dito mengatakan kalau kamu masih ngantuk. Coba tidur di dipan ruang tamu, lebih nyaman disana." Mbah Uti berkata seakan-akan wajar Den Mas Dito itu memberi saran untukku.

Rika melongo, memandang ke samping kanan dan kirinya lalu merepet padaku. "Sana, aaah. Gara-gara lo gue jadi capek!"

Dia merengut tapi menjauh. Mengambil sepotong singkong dan makan dengan pelan.

Mengikuti kata mbah Uti, aku rebahan di atas dipan kayu jati di ruang tamu. Dan ternyata benar, tidak sampai aku sepuluh menit membaringkan kepala, aku tak sadar saat itu juga.

Karena hujan terus menerus sepanjang hari hingga malam, rencana ke rumah Santi kami batalkan. Akibat siang hari tidur berlebihan, malam harinya aku merasa segar, mata tidak ingin terpejam. Rika aku suruh tidur dengan mbah Uti dan untuk membuang rasa bosan aku mengeluarkan laptop membawanya ke ruang tamu.

Aku menyalakan lapotop tanpa internet dan mulai bekerja untuk menulis laporan. Malam yang sunyi, hanya rintik hujan, suara katak, tokek yang bercampur dengan angin malam. Entah kenapa aku tidak merasa takut sama sekali, seakan bisa merasakan ada orang lain menemaniku.

"Dito?" Aku coba berbisik, meski kutahu ini konyol." Apa kamu ada di sini? Bisa kau beri aku tanda?" Sunyi, tidak ada jawaban apapun. Aku menarik napas panjang dan merasa bodoh.

"Mana ada hantu bisa kasih tanda?"Aku menggerutu dalam hati dan hendak bangkit berdiri untuk mengambil dokumen di kamar ketika tiba-tiba pulpen yang aku letakan di meja bergeser dengan sangat pelan. Oke, ini sudah nggak lucu.

"Kamu Dito?" Aku coba bertanya lagi pada udara kosong di hadapanku. Dan aku terbelalak saat pulpen berdiri tegak dan mulai menulis sesuatu di atas kertas.

Tulisan 'iya' dalam bahasa Jawa kuno muncul di hadapanku. Aku mengacungkan kedua jempol tanganku, tersenyum. Wait, mulai kapan aku paham tulisan Jawa kuno? Kok aku jadi bingung sendiri dibuatnya?

Kutarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Berusaha mengisi paru-paruku."Terima kasih sudah menemaniku." Mengabaikan semua logika aku berbisik di udara. Dan merasakan angin berdesir di sampingku.

Malam itu aku tertidur di kursi ruang tamu, saat terbangun keesokan pagi ada setangkai mawar putih tergeletak disanpingku. Aku tahu bukan Rika atau mbah Uti yang memberi. Malam yang sempurna, tidur ditemani Den Mas Dito yang tak kasat mata.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro