Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab.31

Aku melangkah dengan terengah, kejadian di rumah Andika membuatku shock. Berbagai pertanyaan berkecamuk di otakku. Tentang siapa nenek itu dan kenapa dia bisa mengenal Dito. Kaki melangkah cepat tak menghiraukan sekitar. Aku ingin cepat sampai rumah dan bebas bicara dengan Dito. Banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya.

Rupanya, aku melangkah terlalu ke tengah. Dalam keadaan tak sadar. Meski jalanan komplek sepi, tetap saja ada orang-orang yang melewatinya. Sebuah teriakan membuatku berjengit kaget.

"Awaaas!"

Aku berkelit dan sekali lagi hampir terjatuh, jika bukan ada Dito yang menyangga. Segerombolan anak SMA menaiki sepeda atau mungkin motor dengan banyak roda, dengan bentuk panjang luar biasa. Entah apa namanya kendaraan itu dan kini kulihat mereka membentur pohon di samping jalanan. Teriakan mereka terdengar riuh. Anehnya, tertawa mereka terdengar gembira. Huft, kalau tidak ingat sedang ingin buru-buru, ingin kudamprat mereka.

"Ayo, jalan Mya," ucap Dito menyadarkanku.

Aku menegakkan tubuh dan kembali melangkah. Baru beberapa langkah, teriakan kembali terdengar.

"Kakak Cantik, maafkan kami sudah bikin celaka, ya? Kami hanya sedang mengetes hasil karya kami."

Seorang pemuda, berseragam SMA berlarian dari pinggir jalan dan menghadang langkahku. Cengiran tercipta dari mulutnya. Aku perhatikan, rambutnya panjang melebihi batas yang diijinkan.

"Sudahlah, aku baik-baik saja. Minggir!" ucapku ketus.

"Ups, galaknya." Bocah itu tertawa dan setengah kurang ajar, berani menatap mataku tajam. Dia mendekatkan wajahnya lalu mengedipkan sebelah mata."Kamu cantik, Kak. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama."

Eih, bocah dodol satu ini. Cari perkara saja. Aku melirik Dito dan sepertinya dia tersenyum menahan geli.

Aku mendengkus dan mengacungkan telunjuk ke arah anak SMA di depanku. "Bocah kecil, kencing aja belum lurus. Berani ngrayu cewek di jalan. Minggir!"

Tanpa kusadari, gerombolan anak SMA yang semula di pinggir jalan kini berada di belakangku. Teriakan mereka terdengar saat aku menyuruh bocah di depanku untuk minggir.

"Ciee, Kenan ditolak."

"Kencing belum lurus, Cui!"

"Baru kali ini playboy ditolak karena kencing belum lurus!"

Bocah yang dipanggil Kenan hanya nyengir kuda. Dia mengangkat bahu dan memandang bergantian ke arahku dan teman-temannya. "Mau gimana, Cui. Kakak ini belum lihat betapa memesonanya diri gue."

Riuh rendah godaan mereka membuat jengah. Dito pun sepertinya ikut tertawa bersama mereka. Dasar cowok! Emangnya dia nggak lihat aku sedang dikelilingi para bocah gila. Ini ibarat si tudung merah berada di tengah gerombolan srigala.

Sial, mana panas lagi jalanan. Akhirnya, aku melewati samping bocah yang menghadangku dan meneruskan langkah.

"Eih, Kak. Namamu siapa? Gue, Kenan." Dia menjajari langkahku. "Duh, cewek cantik dari dulu sama aja, ya? Sombong."

"Aku nggak minat kenalan sama bocah kecil," jawabku ketus. Mengabaikan tidak hanya Dito yang melayang di sampingku tapi juga bocah yang kini merendengi langkahku.

"Jangan gitu, Kak. Tahun ini aku lulus dan nggak pakai baju seragam lagi. Beberapa bulan, masa iya, Kakak nggak mau nunggu aku."

Eih, ini bocah kesambet apa? Aku menghentikan langkah dan menghadapinya. Kulihat dia nyegir dan menggaruk-garuk kepala. Kalau ditilik dari dekat, tampang bocah ini emangg nggak jelek. Sayangnya, aku bukan penggemar brondong.

"Gini, ya, Boy."

"Kenan, namaku Kenan, bukan Boy."

Aku mengibaskan tangan. Kesal. "Gini, aku bukan pedofil jadi, nggak tertarik sama anak kecil. Apalagi baru pertama ketemu."

"Loh, itu dia. Cinta ada karena terbiasa." Kulihat kini Kenan mengeluarkan ponsel dari dalam saku. "Mana, Kak. Nomor ponselmu. Biar kita saling terbiasa komunikasi untuk menumbuhkan cinta."

Ya Tuhaan, jauhkanlah aku dari bocah super duper PD kayak gini. Dito pun nggak membantu. Dia bahkan kini melayang di samping Kenan dan memperhatikan bocah itu dengan pandangan tertarik.

"Aku nggak mau dan nggak minta ngasih nomorku!" Setengah kesal aku mengentakkan kaki ke tanah dan meneruskan langkah.

"Hei, Kak Cantik!"

"Awas, ngikutin aku. Kulaporin polisi!" ancamku pada Kenan.

Entah karena perkataanku atau apa, dia tidak lagi mengikuti langkahku. Tapi, godaannya tidak berhenti juga.

"Kakak Cantik, camkan ini. Aku merasa kita berjodoh!"

Bueh, dasar gila. Mana ada orang baru pertama bertemu sudah mengklaim jodoh? Aku mengabaikannya. Melangkah cepat menyusuri jalan, menuju halte yang berada tepat di jalan besar.

"Kak, temui aku saat kencingku sudah lurus, ya! Atau nggak, aku yang akan mencarimu!"

Huft, jika bisa tenggelam ke dasar bumi karena malu. Ingin aku lakukan itu. Teriakan Kenan bergema di jalan yang sepi. Ada segerombolan orang sedang nongkrong di warung kecil di pinggir jalan. Saat aku melewati mereka, terdengar tawa geli. Huft, pasti mereka mendengar teriakan bocah itu. Reseh benar-benar.

"Mya ...."

Dito memanggilku dengan pelan.

"Iya?"

"Kalau aku masih hidup, bisa kupastikan kalau kencingku sudah lurus!"

"Aaah!" Aku berteriak dan setengah berlari meninggalkan Dito. Hari ini benar-benar aneh dan membuatku tidak hanya pusing tapi juga malu. Dito lagi, pakai ikut-ikutan menggodaku. Emang siapa yang peduli bocah dodol itu kencingnya sudah lurus apa belum? Aku hanya ingin dia menjauh dariku.

Tiba di dalam busway yang sejuk, aku mengenyakkan diri di kursi. Kini waktunya untuk bertanya banyak hal pada Dito. Kebetulan pula, busway sedang sepi. Hanya ada beberapa orang yang ada di dalam. Kupejamkan mata, menikmati terpaan pendingin ruangan. Rasa sejuk melenakanku dan entah bagaimana, membuatku mengantuk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro