Bab.10
Mbah Uti memandangku lama. Melangkah pelan untuk berdiri di sampingku dan entah kenapa kurasakan rambutku dielus perlahan. Aku menahan napas, merasakan antipasi tinggi tentang apa yang akan aku alami. Penasaran dengan apa yang akan diucapkan Mbah Uti.
"Mya, mungkin kamu tidak tahu tapi dari kecil kamu memang sudah bisa melihat hal-hal gaib. Hanya ada seseorang yang menutup indramu, entah siapa dan apa alasannya mbah Uti tidak tahu." Aku mengerutkan kening mendengar kata-kata Mbah Uti, berpandangan dengan Rika sama-sama tidak mengerti.
"Saya kurang paham mbah." Aku menjawab dengan kebingungan. Mbah Uti mengangguk. Menyodorkan kayu yang dipegangnya pada Rika.
"Apa yang kamu rasa saat memang kayu ini?" tanyanya pada Rika.
Sahabatku menimang sejenak kayu di tangannya, lalu bergumam pelan.
"Wangi, agak berat ternyata," jawab Rika.
Mbah Uti mengambil kembali kayu dari tangan Rika dan menyerahkannya padaku.
"Bagaimana menurutmu, Mya?" Aku menimang kayu di tangank, merasakan bobotnya, hangatnya dan mencium wanginya. Aneh, tanganku mendadak hangat.
"Wangi, hangat seperti ada bara di tanganku Mbah dan anehnya kenapa sangat ringan,ya?"
Mbah Uti tersenyum mendengar jawabanku. Menatap tajam padaku dan berucap sungguh-sungguh.
"Mbah akan membuka indera keenammu, jadi kamu akan bisa melihat Dito. Tapi sebagai timbal baliknya Mya, kamu akan bisa melihat makluk yang lainnya. Apa kamu siap?"
"Apa?" Tanpa sadar aku berucap kaget.
"Iiih, ngeri." Rika bergidik.
Sedangkan aku hanya ternganga tak mampu bicara. Mataku menatap Mbah Uti yang terlihat renta dan letih. Entah kenapa timbul rasa kasihan di hati. Pasti dia lelah menjaga rumah ini berpuluh-puluh tahun . Demi keluarga Dito, ah ya Dito. Pikranku mendadak fokus pada satu sosok yang selama beberapa hari ini menduduki hati.
Aku menarik napas panjang sebelum berucap."Iya Mbah, asal hanya melihat dan makhluk-makhluk itu tidak mengganggu saya. Demi Dito saya bersedia."
Mbah Uti tersenyum cerah di balik keriput wajahnya, Rika menjerit pelan. Matanya menyiratkan ketakutan teramat sangat.
"Lo gila, ya, Mya? Demi Dito? Dia siapa lo?"
Aku tak menggubris kata-kata Rika, entahlah apa yang merasuki pikiranku. Belum genap sepuluh hari aku kenal Dito tapi aku sangat ingin melihatnya. Mbah Uti memberikan tanda agar aku berdiri menghadapnya, kurasakan tangannya yang keriput menutup mataku. Sejenak seperti ada aliran listrik menyengat dahiku, pikiranku gelap mungkin untuk lima menit.
"Kamu buka mata sekarang." Aku membuka mata, merasakan bahwa cahaya lebih terang dari biasanya. Rika melihatku dengan mimik kuatir. Anak itu memang terlalu penakut.
"Itu Den Mas Dito, di belakangmu." Mbah Uti menunjuk belakang punggung.
Aku menoleh perlahan dan membalikkan badanku. Dan berdiri di sana kurang lebih tiga meter dari hadapanku, Dito. Dengan wujud transparan seperti cahaya atau hanya sekadar bayangan saja? Namun tampak jelas raut wajahnya yang tampan dan senyumnya yang menawan. Ah, aku gila bila mengatakan bahwa hantu itu tampan tapi aura yang ada pada diriny seakan menghipnotis. Tanpa sadar aku terpaku menatapnya.
"Mya ...." Suaranya terdengar lembut menyapa. Ya Tuhan mungkin ini gombal tapi aku jatuh cinta dengan suaranya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro