[XXIV]. Kembali
Pagi itu Asanka sudah tiba di kediaman Lestari. Selain ingin menyelesaikan semua masalah yang terjadi di antara mereka, Asanka memiliki satu kepentingan dengan Ibunda Tata tersebut. Selain itu Asanka juga disambut dengan ramah oleh Lestari. Begitu tiba, pria itu langsung digiring ke ruang makan. Karena kebetulan Asanka juga belum sempat sarapan pagi, ia merasa beruntung dan tak merasa canggung sama sekali saat mendudukkan dirinya di kursi makan.
Tata yang juga sudah duduk di kursinya hanya memandang Asanka tanpa ekspresi. Sebisa mungkin ia tidak ingin pria ini besar kepala karena sudah diizinkan masuk ke kehidupan Tata. Walau sebenarnya rasa berdebar juga Tata rasakan. Ia tak mungkin lupa pembicaraannya kemarin malam dengan sang ibu. Bagaimana ibunya menggoda Tata kepada siapa ia akan menjatuhkan hatinya. Walau masih ragu, tapi Tata jelas tahu untuk siapa debaran jantungnya berdetak.
“Silakan dimakan, Asanka,” ujar Lestari saat Asanka hanya diam terpaku menatap sajian yang terhidang.
Kembali tanpa canggung, Asanka mulai memilah hidangan yang akan ia jadikan sarapan paginya. Pilihannya jatuh pada nasi goreng yang terlihat menggugah selera. Juga ayam goreng yang digoreng tanpa bumbu instan. Suapan pertama saja Asanka sudah menyukai rasa masakan milik Lestari. Ia jadi bertanya-tanya apa Tata juga memiliki kemampuan memasak yang baik seperti ibunya.
Tata sendiri sesekali mencuri pandang ke arah Asanka. Tersenyum samar saat melihat pria itu yang begitu lahap menikmati makanannya. Tak ada pembicaraan apapun di meja makan. Ketiganya makan dalam keheningan namun cukup khidmat. Hingga acara sarapan pagi selesai, Tata merapikan meja dan mencuci peralatan bekas makan mereka. Sedang Asanka dan Lestari memilih melipir ke ruang tamu.
“Ada yang ingin saya sampaikan pada Ibu,” ucap Asanka langsung.
“Ada apa?”
“Mungkin Ibu bisa menebak mengapa saya datang ke sini. Selain ingin menyelesaikan urusan dengan Nirbita, saya juga ingin meminta izin Ibu.”
Lestari tampak terkesiap. “Izin apa?”
“Izin untuk bersama Nirbita. Saya tahu, saat ini Nirbita mungkin masih ragu. Saya hanya ingin memulai semua dengan baik. Saya mencintai putri Ibu. Dan saya ingin menjadikan Nirbita satu-satunya perempuan yang akan mendampingi seumur hidup saya. Tapi sebelumnya, saya ingin Ibu memberikan izin dan restunya. Saya berjanji sebisa mungkin akan membahagiakan Nirbita.”
Lestari cukup terkesan. Bagaimanapun ia tahu, pria seperti Asanka bukanlah pria yang pintar bermain kata. Ia tipe pria serius dalam segala tindakan dan maksudnya. Tidak seperti Edo yang bisa terlihat santai. Ia bahagia jika putrinya bisa menemukan seseorang yang bisa membahagiakannya. Dan di depannnya, ada pria yang berjanji untuk membahagiakan Tata. Bagaimana mungkin Lestari tidak terkesan. Meski ia juga tahu, tak akan mudah hubungan yang akan ditawarkan Asanka pada putrinya. Mengingat betapa berbedanya hidup mereka.
Ada satu kekhawatiran dalam diri Lestari perihal keluarga Asanka. Pria itu dibesarkan di keluarga berada. Kehidupan yang sangat jauh berbeda dengan yang mereka miliki. Sedang untuk Edo. Walau tak mengenal keluarga Edo secara mendalam. Tapi Lestari tahu, kedua orangtua Edo sudah cukup mengenal Tata. Namun semua kembali lagi, Lestari akan mengembalikan segala keputusan pada putrinya.
“Asanka bukan Ibu tak ingin. Tapi ada hal yang mengganjal pikiran Ibu...”
“Saya tahu,” potong Asanka cepat. “Keluarga saya?” Lestari mengangguk pasti.
Asanka mendekatkan posisi duduknya hingga bisa menggenggam tangan Lestari.
“Jangan khawatir, Bu. Keluarga saya akan jadi urusan saya. Bagaimanapun caranya, saya akan membuat keluarga saya mengerti bahwa saya hanya menginginkan Nirbita dalam hidup saya. Saya tahu memang tidak akan mudah. Tapi saya berjanji, akan mengusahakan apapun. Agar saya dan Nirbita bisa bersama.”
Lestari luluh. Ia bisa melihat kesungguhan dalam setiap tindakan Asanka. Ia melihat betapa pria muda ini begitu menginginkan anaknya. Dan nalurinya sebagai seorang ibu yakin, Asanka pasti bisa membahagiakan Tata.
“Ibu serahkan semua keputusan pada Tata. Ibu hanya bisa memberi restu dan doa semoga jalan kalian dimudahkan.”
Asanka bernapas lega. Sejak awal ia mengetahui tak akan sulit meluluhkan hati Ibu Tata. Dari awal ia bisa menilai bahwa Lestari adalah sosok Ibu bijak yang akan melakukan apapun untuk kebahagiaan putrinya. Langkah terberat yang harus ditempuh Asanka memang hanyalah menaklukkan gadis itu. Namun bukan masalah, karena sejak awal Asanka sudah meneguhkan tekadnya untuk menaklukkan gadis keras kepala itu.
…
Taksi yang membawa ketiganya melaju dengan lancar di jalanan kota. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Tata bersedia untuk kembali ke kota. Terlebih saat Lestari mengatakan bahwa ia akan ikut menemani Tata. Lestari ingin bertemu muka dengan mantan suaminya. Perempuan paruh baya itu ingin menunjukkan sikapnya atas perlakuan semena-mena Haris terhadap Tata. Ia ingin memberi perlajaran pada pria yang pernah mengecewakannya itu. Bahwa ia menentang keras keinginan Haris untuk menjodohkan Tata dengan embel-embel bisnis.
Perjalanan dari bandara ke rumah Tata memakan waktu yang cukup lama. Tak hanya macet tapi jarak juga menjadi penyebabnya. Setelah tiba di rumah mungil Tata, Asanka membantu kedua wanita itu membawakan barang-barang yang Tata dan Ibunya bawa ke rumah itu. Walau Tata sudah menolak dan mengatakan lebih baik Asanka pulang dan beristirahat. Tapi pria itu keras kepala dan tak mengindahkan ucapan Tata. Alhasil Tata hanya bisa pasrah dengan keinginan mantan atasannya itu.
“Kalian masih ada yang ingin dibicarakan?” tanya Lestari. Baik Asanka dan Tata hanya membatu. “Kalau begitu Ibu istirahat dulu ya.”
Keduanya menangguk. Hanya memerhatikan hingga tubuh Lestari menghilang di balik pintu kamar. Hingga kehadiran Lestari tak tampak lagi, keduanya masih berdiri canggung di tengah ruangan. Tata mengedarkan pandangan sekeliling rumahnya yang tak berubah sejak terakhir kali ia meninggalkan tempat ini. Sedang Asanka hanya memerhatikan gadis itu dalam diam. Harus ada yang memecah keheningan jika mereka tak ingin berakhir menjadi patung batu. Karena itu Asanka mengambil inisiatif. Pria itu melangkah mendekat. Menggenggam erat jemari Tata hingga membuat gadis itu tersentak kaget.
“Ayo duduk dan bicara.”
Asanka menarik Tata ke sofa di ruang tamu. Mendudukkan gadis itu kemudian ia duduk di samping Tata. Jantung Tata menggila. Tetap saja jika berdekatan terlalu lama dengan pria ini membuat kerja jantungnya menggila.
“Nirbita... saya sudah bicara dengan Ibu kamu.”
Dengan ragu Tata mencoba menatap Asanka. “Bicara apa?”
“Kalau saya ingin Ibu kamu memberi izin pada saya untuk mendekati kamu. Lebih tepatnya, saya meminta restu Ibu kamu untuk berhubungan serius dengan kamu.”
Tata terkesiap. Walau bisa membaca gelagat pria itu yang tiba-tiba datang menemuinya. Namun tetap saja Tata terkejut kala mendengar semua itu keluar dari bibir Asanka.
“Pak Asanka...”
“Saya tahu. Kamu ragu. Khawatir. Takut. Terlebih dengan orangtua saya yang kamu tahu pasti akan jadi pihak yang jelas tidak akan mudah kita hadapi. Tapi Nirbita...” Asanka meraih jemari Tata. Menggenggamnya lembut. “Izinkan saya berjuang untuk kamu.”
Tata bingung. Ia kehilangan orientasi. Tak tahu harus berkata apa. Terlebih usapan lembut Asanka di jemarinya menghadirkan rasa nyaman dan kehangatan yang membuat Tata enggan melepasnya.
“Bapak yakin bisa menghadapinya?”
Asanka mengangguk mantap. “Jika kamu bersedia saya perjuangkan. Tetap bertahan di sisi saya.”
“Pak Asanka tahu apa yang membuat saya tidak bisa menerima satu priapun dalam hidup saya?”
Asanka mengangguk. “Walau tidak secara detail. Tapi penjelasan Ferrando cukup membuat saya berpikir jernih. Bahwa selama ini saya terlalu salah dalam melangkah mendekati kamu. Karena itu saya ingin kita memulainya dengan benar, Nirbita.”
Satu sudut hati Tata membuncah. Namun tetap ada bagian yang merasa ketakutan. Seingin apapun Tata berusaha membebaskan dirinya dari ketakutan dan kekecewaan. Tetap saja akan selalu ada celah kecil yang berhasil menghentikan langkahnya.
“Saya janji Nirbita. Pelan-pelan. Kita jalani semua pelan-pelan. Kita sama-sama berusaha untuk hubungan ini. Kamu mau kan?”
Tatapan memohon penuh kesungguhan dari Asanka tak mungkin bisa Tata pungkiri. Tak pernah ada seorang lelakipun yang Tata izinkan melangkah sejauh ini. Pun dengan Edo yang sekarang Tata tahu mungkin sejak lama memendam rasa padanya. Namun lebih memilih untuk mengubur dalam perasaannya demi persahabatan. Saat ini, Asanka menawarkan padanya hubungan yang Tata tak pernah pikirkan. Terlebih Asanka berjanji akan membantu Tata menghadapi segalanya.
Salahkah jika Tata mencoba? Seperti kata Lestari, Tata sudah cukup dewasa untuk memilah apa yang terbaik untuknya. Dengan kesungguhan yang ditawarkan Asanka, ia ingin mencoba. Membuka dirinya. Menghadapi ketakutannya. Walau mungkin harus merasakan kejatuhan yang sama, tapi Lestari saja punya keyakinan Tata mampu menghadapinya. Mengapa ia sendiri tak yakin pada dirinya. Jika Tata ingin sembuh dari segala ketakutannya, maka saat inilah Tata harus berani mengambil resiko terburuk sekalipun.
Maka dengan tatapan lebih berani dari sebelumnya, Tata membalas genggaman Asanka dengan lebih erat. Membuat pria itu terkejut dengan reaksi yang diberikan Tata atas permintaannya. Namun senyum manis yang tersungging di bibir indah Tata sudah cukup menjadi sinyal bagi Asanka bahwa gadis itu sudah mengambil keputusan.
…
Rumah, 18/05/21
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro