Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[XVI]. Pernyataan Asanka

Pagi ini Tata memilih ke kantor lebih cepat. Pikirannya tengah kalut. Dan Tata sama sekali tak ingin diganggu. Berhadapan dengan Asanka justru akan membuat pikirannya makin ruwet. Karena itu ia butuh sendiri. Dan pergi lebih pagi sebelum kedatangan pria itu dirasa adalah pilihan yang tepat.

Kedatangan seseorang yang tak pernah hadir dalam hidup Tata membuat gadis itu makin menambah kerumitan hidupnya. Seorang pria yang masih tercatat sebagai ayah biologisnya hanya sebatas status. Karena nyatanya figur ayah tak pernah Tata dapatkan sejak ia berumur 6 tahun tak meninggalkan bekas yang berarti bagi hidupnya. Tata tak butuh ayah sejak ayahnya lebih memilih membangun hidup dengan keluarga barunya. Tanpa melibatkan Tata sedikitpun.

Apa Tata kecewa? Iya. Mungkin dari luar Tata terlihat baik-baik saja. Tapi tidak di dalam hatinya. Tata juga memiliki sisi rapuh. Namun pantang ia tunjukkan pada dunia. Terlebih pada makhluk berjenis kelamin laki-laki. Makhluk yang membuat Tata begitu skeptis pada yang namanya jatuh cinta.

Tata kecil sempat mengharapkan ayahnya sedikit saja mau melibatkan diri dalam hidup Tata. Anak berumur 6 tahun yang dipaksa menelan kenyataan bahwa kedua orangtuanya tak bisa lagi bersama. Namun tak pernah diberi kesempatan untuk merasakan yang namanya memiliki figur seorang ayah dalam hidupnya. Tata tumbuh hanya dengan kasih sayang ibunya.

Lestari yang berjuang keras untuk kehidupan mereka. Tanpa ada sosok lelaki yang disebut sebagai Ayah. Jadi wajar jika Tata merasa tak butuh sosok lelaki dalam hidupnya. Kepergian sang ayah dalam hidupnya menanamkan doktrin pada otaknya bahwa mereka adalah makhluk tak bertanggung jawab. Terlebih Tata menyaksikan dengan matanya sendiri bagaimana perjuangan ibunya untuk hidup mereka. Makin kuatlah doktrin itu melekat dan menempa Tata jadi pribadi yang kuat tanpa butuh cinta dan lelaki di hidupnya.

Sering Lestari khawatir apa yang menimpanya membawa pengaruh besar dalam hidup Tata. Terlebih putrinya sama sekali tak menunjukkan gejala seperti remaja putri pada umumnya. Tata remaja tak terlihat ingin dekat atau menunjukkan perasaannya pada lawan jenis. Bahkan Lestari berpikir Tata memiliki penyimpangan. Namun putrinya yang memang selalu menarik diri dari pergaulan itu juga tak tampak menunjukkan ketertarikan pada sesama jenis. Ia khawatir perceraiannya dengan sang suami memberi dampak negatif pada Tata. Sempat terpikir untuk membawa putrinya pada Psikolog untuk mencari tahu masalahnya, namun Tata menolak. Gadis itu bersikeras bahwa ia baik-baik saja. Ia normal. Ia juga bisa berhubungan dengan lelaki. Seperti ia nyaman berada di samping Edo. Yang Lestari tak tahu adalah putrinya yang tak bisa menaruh hati pada lelaki. Putrinya yang terlalu skeptis terhadap cinta.

Hingga kehadiran dan tantangan gila yang diajukan Asanka. Perlahan membuka pemikiran skeptis Tata. Perhatian Asanka dan sikap tak tahu malunya dalam mendekati Tata, lambat laun membuka sesuatu di dasar hati gadis itu. Bukan cinta. Mungkin belum. Hanya Tata bisa menerima dan mulai merasakan getaran yang berbeda dari pria itu. Namun gadis itu tak ingin menyimpulkan dengan cepat bahwa getaran yang dirasakan Tata adalah cinta. Namun Tata tahu, ia bisa menerima Asanka dan segala sikap seenaknya. Tata bisa membiarkan Asanka masuk ke dalam hidupnya.

Hingga kedatangan pria yang masih berani menyebut dirinya ayah di hadapan Tata kemarin malam. Membuat sesuatu dalam diri gadis ini berontak keluar. Tata yang tak pernah lagi ingin menerima kehadiran pria itu dipaksa berhadapan dengan realita. Bahwa sekeras apapun Tata menyangkal, darah pria itu mengalir di tubuhnya. Membuat Tata kembali merasakan perasaan hampa itu.

“Ke mana kamu pagi ini?” suara yang akhir-akhir ini beredar di sekitar Tata menyapanya ketika gadis itu baru menginjakkan kaki di lobi kantor.

Tata menegakkan kepalanya. Menatap tepat ke mata pria yang menyorotkan kekhawatiran. “Dari rumah.”

“Jangan bohong, Nirbita. Saya jemput ke rumah tapi kamu nggak ada. Dan kamu baru tiba di kantor pukul...” Asanka melirik arloji di pergelangannya. “Pukul sembilan lewat lima. Kamu terlambat Nirbita.”

Tata hanya menatap Asanka dalam diam. Tak ingin membantah apapun. Lagipula ia tak punya daya untuk berdebat dengan pria ini ketika banyak hal yang merasuk di pikirannya.

“Maaf, Pak.”  Hanya itu yang Tata ucapkan kemudian melangkah meninggalkan Asanka dalam keterpakuannya.

Pria itu hanya menatap punggung Tata yang menjauh hingga menghilang di balik elevator. Ada yang tak biasa pada gadis itu. Asanka tahu. Mungkinkah ada hubungannya dengan tamu yang kemarin malam ada di rumah Tata? Asanka tidak ingin banyak berpikir. Nanti, ia akan tanyakan apa yang terjadi pada gadis itu.

Seharian didera dengan berbagai pikiran membuat Tata tak berkonsentrasi dalam bekerja. Kemarin ayahnya kembali datang menemui Tata. Meminta gadis itu untuk ikut serta dalam acara makan malam keluarga. Keluarga yang mana? Ingin Tata berteriak sekerasnya seperti pada pria yang masih berani mengakui diri sebagai ayahnya. Tata tak merasa memiliki keluarga selain ibunya. Kenapa pria ini dengan lantangnya menyebut diri sebagai keluarga. Dan karena pemikiran itulah, beberapa kali ia mendapat teguran dari Asanka karena terus tak fokus pada rapat yang diadakan. Bahkan selesai rapat pun Asanka masih lagi ingin menghukum gadis itu dengan memintanya tetap tinggal selagi yang lain meninggalkan ruang rapat.

“Ada apa dengan kamu hari ini, Nirbita?” tanya Asanka langsung. Pria itu tak butuh berbasa-basi jika ia ingin tahu apa yang terjadi pada gadis.

“Saya baik-baik saja.” Jawaban yang sama yang Tata berikan sejak dua hari yang lalu. Bahkan selama dua hari ini gadis itu sengaja menghindari Asanka.

“Kamu nggak punya bakat berbohong, Nirbita.” Asanka mendekati gadis itu. Menyapukan jemarinya untuk menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Tata. Hal kecil yang membuat dada Tata berdesir tiap kali Asanka menyentuhnya.

Haruskah ia menyerah?

“Saya nggak apa-apa, Pak. Dan nggak ada yang perlu saya katakan ke Bapak,” elak Tata. “Saya minta maaf jika mengacaukan rapat. Mungkin saya kelelahan. Tapi saya yakinkan sikap seperti itu nggak akan saya tunjukkan lagi.”

“Jangan terlalu formal jika kita hanya berdua.”

“Dan jangan lupa ini masih di kantor.”

Asanka berdecak. Kesal karena gadis ini selalu bisa menginterupsinya. Entah apa yang dimiliki Tata hingga Asanka tak bisa berkutik tiap kali berdebat dengan gadis ini.

“Pulang kantor nanti, saya antar kamu.”

“Enggak perlu. Saya mau pergi dengan Edo.”

Edo? Dahi Asanka mengernyit. Raut tak senang seketika bertandang ke wajah tampannya.

“Bisa nggak sih, kamu berhenti berhubungan dengan Edo. No, i mean, berhenti terlalu dekat dengan Edo.” Giliran Tata yang mengerutkan dahi.

“Kenapa? Edo sahabat saya.”

“Tak ada yang namanya persahabatan antara pria dan wanita, Nirbita. Semua pasti ada perasaan terselubung. Entah itu kamu sadari atau tidak.”

“Mak...”

“Ya! Ferrando menyukai kamu.” bibir Tata terbuka demi mendengar apa yang dikatakan Asanka.

“Edo... dia...”

“Saya seorang pria, Nirbita. Dan saya jelas bisa melihat ketertarikan di matanya terhadap kamu.”

Tata membuka lalu kemudian menutup mulutnya. Tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia tak pernah ingin memasukkan unsur romansa dalam persahabatan mereka. Bahkan selama ini Edo juga berusaha menjaga persahabatan mereka. Apa selama ini Tata terlalu menutup mata. Persis seperti apa yang dikatakan orang-orang terhadapnya. Dia terlalu menolak peka. Sudah berapa lama ia bersahabat dengan Edo tapi tetap tak bisa menafsirkan rasa yang ada dalam hati Edo. Dan kini ia seolah disadarkan dengan Asanka menyiramkan air dingin ke atas kepalanya.

Oke, jika memang Edo memiliki perasaan terhadapnya. Dan Tata terlalu tak peka pada perasaan sahabatnya itu selama ini. Lalu, hak apa yang dimiliki Asanka untuk melarang Tata terlalu dekat dengan Edo.

“Kenapa saya nggak boleh terlalu dekat dengan Edo?” tuntut Tata.

Asanka tak langsung menjawab. Ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Tata. Kemudian menarik kursi yang diduduki Tata lebih dekat padanya. Kedua lengannya berpegangan pada lengan kursi, mengurung Tata. Mata pria itu lurus menatap Tata. Membuat darah Tata berdesir dan gugup seketika melandanya. Sudah terlalu sering Tata merasakan hal seperti ini tiap kali berdekatan dengan Asanka. Namun kali ini terasa begitu berbeda. Dorongan itu semakin kuat. Membuat Tata hanya bisa menahan napas ketika Asanka makin mendekatkan dirinya pada gadis itu.

“Karena saya nggak suka.” Jawaban yang membuat Tata bertanya-tanya.

“Kenapa?” bisik gadis itu.

“Karena saya jatuh cinta sama kamu. Dan saya nggak suka perempuan yang saya cintai dekat-dekat dengan pria lain. I’m a possessive man.”

Entah bagaimana rupa Tata saat ini kala mendengar pengakuan Asanka yang mengejutkan. Namun satu yang ingin gadis ini lakukan saat ini adalah berlari sejauh mungkin dari pria ini. Pria yang sudah mengguncang dunianya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro