Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[XII]. What I'm Doing Here?

Seperti kesepakatan, maka sabtu pagi Asanka sudah berdiri di depan pintu rumah Tata. Walau enggan, gadis itu tak bisa mengelak. Janji adalah janji. Tata tak mungkin menarik kembali ucapannya. Maka dengan setengah hati ia mempersilakan Asanka masuk ke rumahnya. Meminta pria itu menunggu di ruang tamu sementara Tata berganti pakaian.

Selama menunggu Tata, Asanka memperhatikan seisi ruangan yang walau beberapa kali ia datangi, tapi ia tak begitu detil memperhatikan apa yang ada di sana. Tata gadis yang sederhana dan tak mau direpotkan dengan hal mendetil. Seperti itulah yang pria itu tangkap dari tampilan ruang tamu Tata. Hanya ada beberapa frame foto dan pernak-pernik kecil yang terbuat dari kayu. Hiasan kecil bermotif tradisional. Mungkin Tata mendapatkannya saat gadis itu mengunjungi daerah wisata di Indonesia. Selebihnya Asanka tak melihat ada pernak-pernik mewah menghiasi rumah mungil Tata.

Dan yang menarik dari bingkai foto yang tersaji di sana, foto itu hanya menampilkan Tata dan seorang wanita yang diyakini Asanka sebagai Ibu Tata. Tak tampak sama sekali foto keluarga yang menampakkan Ayah, Ibu dan anak seperti keluarga pada umumnya. Jelas hal itu membuat Asanka bertanya-tanya. Di mana sosok Ayah Tata? Apakah beliau sudah meninggal? Jikapun meninggal Tata pasti paling tidak akan memasang setidaknya selembar foto yang menunjukkan sosok pria itu sebagai pengingat. Atau kedua orangtua Tata bercerai hingga gadis ini tak memajang satupun foto Ayahnya.

Dan beberapa foto Tata bersama teman-temannya yang pastinya akan selalu ada sosok Edo di sana. Mengetahui kenyataan itu, entah mengapa Asanka merasa terusik. Menyadari mengapa Edo bisa begitu mudah masuk ke dalam hidup Tata. Sementara dirinya begitu sulit untuk sekedar bicara di frekuensi yang sama dengan gadis ini. Seolah gelombang yang dimiliki Tata jauh dari jangkauan Asanka. Jelas saja pria itu merasa tak terima dengan kenyataan yang ada.

“Ayo berangkat,” ucap Tata yang sudah berdiri di hadapan Asanka.

Sejenak Asanka terpaku menatap penampilan Tata. Gadis itu tak mengenakan sesuatu yang mewah dan mahal. Hanya kemeja putih, jeans juga sepatu kets. Namun entah mengapa penampilan Tata yang sederhana justru terlihat menawan di mata Asanka.

Sadarkan dirimu, Asa!

Tata berdecak karena pria di hadapannya justru mematung. Bukannya mereka segera berangkat. Asanka malah memilih memperhatikan penampilan Tata.

“Apa kita nggak jadi berangkat, Pak Asanka?” cibir Tata karena pria itu tak juga mengalihkan tatapannya dari Tata. Selain membuat Tata jengah, tentu saja tatapan pria itu membuatnya salah tingkah. Akhir-akhir ini Tata memang sedikit terpengaruh dengan pria ini.

“Kamu cantik.”

Pujian spontan Asanka membuat Tata membeku. Demi apapun, ia semakin tidak karuan saja tiap kali pria ini mulai mengeluarkan jurus gombalnya. Padahal dulunya Tata bukan orang yang gampang terpengaruh rayuan gombal seperti itu. Bukan tak banyak pria yang berusaha merayu Tata dengan 1001 gombalan yang membuat Tata kenyang dengan hal remeh seperti itu. Namun saat Asanka yang melancarkannya, dunia Tata sekarang seakan jungkir balik.

Asanka mendekat ke arah Tata, membuat gadis itu makin was-was. Apalagi tatapan pria itu tak lepas dari wajahnya. Makin panas dinginlah Tata di tempatnya berdiri. Terlebih saat jemari pria itu terulur untuk menyentuh pipi Tata. Dengan cepat gadis itu bergerak mundur. Membuat Asanka sekali lagi berdecak kesal karena Tata selalu menolak sentuhannya.

“Apa sentuhan saya menyakiti kamu, Nirbita?” tanya Asanka jengkel. Tata menggeleng. “Lalu?”

“Saya nggak suka disentuh.”

“Tapi Ferando bisa menyentuh kamu.”

“Edo pengecualian.”

“Kalau begitu buat juga pengecualian untuk saya.”

Asanka semakin tertantang untuk mendekati Tata membuat gadis itu makin panik dan ingin berlari ke pintu depan. Namun belum lagi niatnya terlaksana, cekalan erat sudah menghentikan langkahnya. Tubuh Tata terhentak membentur dada bidang Asanka. Dalam jarak sedekat ini, jantung Tata malah bereaksi kurang ajar. Terlebih saat pandangan tajam Asanka menusuk tepat ke matanya.

“Biasakan diri kamu untuk sekedar menerima sentuhan fisik saya. Saya nggak akan macam-macam, Nirbita. Tidak juga akan bersikap kelewat batas dan kurang ajar. Percaya sama saya.”

Tata menggeleng membuat Asanka makin gemas. Pria ini bahkan berniat memberi sedikit shock terapi bagi Tata dengan mendekatkan bibirnya ke bibir Tata. Refleks gadis itu menutup mata. Kelopak mata Tata berkedut, napasnya juga mulai tak teratur.

“Ja... Jangan. Kalau sampai Bapak melakukan itu, jangan harap saya akan maafin Pak Asanka,” ancam Tata di tengah deru napasnya yang mulai memburu.

Sejenak Asanka membeku. Tak pernah ia mendapati reaksi begitu unik yang diperlihatkan Tata. Biasanya wanita akan dengan senang hati menyerahkan diri padanya. Menerima sentuhan fisik apapun dari Asanka pada tubuh mereka. Tapi gadis di depakapannya kali ini, benar-benar berbeda. Melihat mata Tata terpejam erat, dengan bibir mengatup rapat. Ada sensasi baru yang dirasakan Asanka terhadap gadis ini. Nirbita bukan perempuan biasa. Asanka tahu itu. Dan satu hal yang harus ia lakukan adalah mencari tahu seperti apa sosok Tata sebenarnya.

Senyum manis langsung terkembang di sudut bibirnya. Menarik. Nirbita benar-benar perempuan menarik. Jenis perempuan yang tak pernah ia temui sebelumnya. Jika Tata mau, bisa saja ia menghajar Asanka detik di saat pria itu ingin menciumnya. Namun Tata justru menutup matanya. Menolak namun tak ingin menghindar. Hanya menguji seberapa besar Asanka mampu mempertahankan kehormatannya sebagai seorang pria. Dan Asa makin tertarik dengan gadis ini.

Alih-alih mencium, Asanka malah menarik Tata ke dalam pelukannya. Membelai lembut punggung gadis itu hingga tubuh Tata perlahan merileks.

“Saya nggak akan melakukan itu tanpa izin dari kamu,” bisik pria itu lembut.

Secara naluri Tata mulai merileks dalam pelukan Asanka. Entahlah. Ada yang salah dengan dirinya. Harusnya ia tak memasrahkan diri dalam dekapan Asanka. Harusnya ia menolak segala sentuhan dari pria itu. Tapi yang terjadi Tata malah merasa nyaman. Seolah pelukan Asanka dapat menjadi tempat teraman baginya bersandar.

Tata pasti sudah gila!

...

Tepat pukul sepuluh pagi Asanka dan Tata tiba di kediaman mewah milik paman pria ini. Memang menurut informasi dari Asanka, secara bergantian keluarga besar Jasma akan mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali. Dan yang mendapat giliran kali ini adalah Priyanda Digdaya, Paman Asanka yang Tata tahu juga merupakan salah satu pemegang saham di Digdaya Advertising. Melihat keriuhan halaman belakang yang luas itu membuat Tata gugup. Ia takut tak bisa berbaur dan bersikap selayaknya. Ia bukan gadis dari kalangan kelas atas seperti keluarga besar Digdaya. Namun genggaman lembut di jemarinya membuat Tata merileks. Ia menarik napas beberapa kali sebelum mengikuti langkah Asanka ke arah keluarganya berbaur.

Kedatangan Asanka seketika menjadi pusat perhatian. Terlebih ia datang bersama gadis asing yang tak pernah mereka lihat. Mata Elena bahkan melotot hampir keluar saat tahu siapa yang dibawa sepupunya itu pada acara keluarga seperti ini. Tanpa ragu, Asanka menarik Tata menghampiri para orangtua yang berdiri di depan meja bundar yang menyajikan makanan kecil.

“Asa, kenapa terlambat?” tanya Arinda, Ibunda Asanka yang menatap gadis di sisi Asanka.

“Maaf aku telat. Tadi jemput dia dulu.”

Asanka mengisyaratkan sosok Tata lewat matanya. Enam pasang mata dari pria dan wanita paruh baya di hadapannya begitu mengintimidasi Tata. Gadis itu hanya bisa tersenyum canggung sambil menganggukkan kepalanya pelan.

“Siapa, Sa?” tanya Priyanda, sang paman.

“Te...”

“Saya Nirbita, Pak. Teman sekaligus bawahan Pak Asanka di Digdaya Advertising.”

Tata langsung menyela sembari mengulurkan tangannya. Para orangtua itu menyambut uluran tangan Tata dengan wajah bingung. Terlebih saat mereka melihat wajah masam Asanka yang sepertinya kesal karena ucapannya disela Tata.

“Jadi kamu kerja di Digdaya? Di bagian apa?” tanya Raganda Digdaya, Ayah Asanka. Matanya meneliti gadis muda yang datang bersama putranya. Tatapan menilai. Dan Tata maklum saja dengan apa yang dilakukan pria berwibawa di depannya ini.

“Saya, copy writer...”

“Dan bukan sembarang copy writer. Tata ini copy writer andalan di timku. Bahkan beberapa proyek advertising besar yang Digdaya dapat nggak lepas dari ide cemerlang Tata.” Elena tiba-tiba datang menyela. Tak ingin Tata merasa terintimidasi dengan keluarganya, terpaksa Elena menceburkan diri untuk bergabung.

“Oh, kalau gitu silakan dinikmati hidangannya, Tata.” Sapaan ramah dari seorang wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asanka membuat Tata menyunggingkan senyum simpul.

“Kalau begitu selamat menikmati.” Priyanda juga berucap sopan pada Tata yang merupakan tamunya. Tak ingin menjadi tuan rumah yang tak ramah.

Ketiga pasang orangtua itu menjauh dari mereka untuk bergabung dengan kerabat yang lainnya. Namun sebelum benar-benar menjauh, Ayah Asanka tiba-tiba bicara.

“Papa ngundang Junita, Sa. Mungkin sebentar lagi dia datang. Jamu dia ya.”

Pesan yang begitu penuh makna. Elena bahkan tak bisa berkata-kata lagi. Sementara Tata yang juga tahu apa maksud dari Ayah Asanka berpesan seperti itu tak ingin ambil pusing. Ia datang ke sini saja sudah merasa serba salah. Dan kini ia seolah terseret dalam drama keluarga dan perjodohan di keluarga ini. Tata bukan gadis kemarin sore yang tak tahu seperti apa kehidupan anak-anak di keluarga kaya ini. Perjodohan dan bisnis biasanya adalah dua hal yang berdampingan dalam hidup mereka. Karena itu Tata tak ingin melibatkan perasaannya terlalu jauh dalam kehidupan pria ini. Biarkan mereka bermain selama waktu yang tersisa. Yang perlu Tata lakukan hanya membentengi diri dan hatinya.

Namun sejak Asanka mampu sedikit demi sedikit mendobrak pertahanannya, Tata tak yakin ia mampu bertahan sampai akhir. Satu hal yang mungkin harus Tata persiapkan saat nanti ternyata ia ikut jatuh di akhir adalah sebuah pegangan. Ya, Tata harus punya pegangan agar ia bisa bertahan. Namun Tata tak yakin ia bisa mencari pegangan yang mampu membantunya untuk terus mengapung dalam kewarasan pikirannya. Akankah ia membiarkan dirinya kalah dalam permainan ini?

...

Isekai, 06/04/21

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro