Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[X]. Perasaan Yang Terpendam

Tak ada yang dapat menebak apa yang dipikirkan seorang Asanka Jasma. Tiba-tiba saja ia jadi sosok yang begitu perhatian. Namun hanya pada satu orang. Siapa lagi jika bukan Nirbita Btari. Seisi Digdaya Advertising dibuat bingung oleh ECD mereka itu. Pagi-pagi tadi, Asanka dan Tata datang bersama. Bukan secara kebetulan. Yang mengejutkan tentu saja karena Tata keluar dari mobil mewah milik atasan mereka. Dan jelas menjadi tanda tanya besar bagi semua orang. Ada apa dengan Tata dan ECD mereka?

Bukannya Tata bahagia. Justru ia mati-matian menahan rasa malunya. Apalagi sepanjang jalan menuju kubikelnya, banyak mata yang terus memperhatikannya. Membuat Tata ingin sekali menggali lubang dan melesakkan dirinya ke dalam sana. Menjadi sorotan memang salah satu keinginan Tata di kantor ini. Tapi jelas bukan dalam skandal bersama Bos besar. Tata ingin menjadi pusat perhatian karena prestasinya. Bukan sensasinya. Seperti yang saat ini ia alami.

Semua ini salah Asanka. Jelas. Atasannya itu pagi-pagi sekali sudah berdiri di teras rumah Tata. Dengan pakaian kantornya yang selalu rapi, Asanka berdiri dengan menenteng sebuah paper bag berlogo kedai kopi ternama. Dengan senyum sehangat mentari seraya mengangkat paper bag-nya ia mengucapkan ‘sarapan untuk kita!’ ketika Tata membuka pintu. Gadis itu jengkel bukan main.

Di waktu yang masih terlalu pagi, pria ini sudah menyambangi kediamannnya. Bahkan Tata masih mengenakan seragam tidur kebesarannya, kaos gombrong rumahan dan celana panjang kain. Dengan wajah sembab sehabis bangun tidur dan rambut yang masih awut-awutan. Andaikan Asanka adalah pria pujaan hatinya, Tata pasti sudah malu setengah mati. Tapi karena Asanka adalah satu dari sekian orang menyebalkan baginya, maka gadis itu hanya memberikan tatapan tanpa minat pada bosnya itu. Tapi Tata bukanlah anak yang tak diajarkan bersopan santun oleh Ibunya. Karena itu Tata membuka lebar pintu rumahnya seraya membiarkan Asanka masuk dan menunggu di ruang makan.

“Bapak bisa menunggu di sini sambil sarapan sementara saya membersihkan diri,” ucap Tata dengan nada jengkel yang tak disembunyikannya.

Asanka hanya tersenyum sembari mengangguk. Membuat Tata tanpa debat lagi langsung meninggalkan pria itu sendirian di ruang makan. Tak sampa di situ, Asanka juga memaksa Tata untuk menghabiskan sarapan yang sudah ia bawa. Lagi-lagi Tata tak bisa menolak. Apalagi saat pria ini dengan otoriternya memaksa Tata untuk ikut dengan mobilnya menuju kantor.

“Saya nggak mau ada gosip, Pak,” tolak Tata awalnya.

“Tidak akan ada gosip, Nirbita. Mereka mungkin berpikir bahwa kita tak sengaja bertemu di jalan dan saya menawarkan tumpangan sama kamu.”

Lagi-lagi, Tata kalah. Menghela napas kasar, gadis itu masuk ke dalam mobil Asanka. Membuat pria tersebut tersenyum senang yang tak bisa ia sembunyikan. Ya, Asanka memang jelas menggunakan taktik ini untuk membuat Tata luluh.

“Hei!” kemunculan Mira yang tiba-tiba membuat Tata terlonjak di kursinya.

“Mira!” desis Tata jengkel.

“Gimana ceritanya kamu bisa berangkat bareng sama Pak Asanka?”

Nada curiga Mira membuat Tata tak enak hati. Ia tahu temannya ini menaruh perhatian pada Asanka. Bahkan sedang gencar mendekati pria itu.

“Kebetulan Mir. Tadi aku nggak bawa motor. Lalu ojek yang kutumpagi tiba-tiba mogok. Ketemu Pak Asanka dan ditawarin buat ke kantor.” Jawaban paling aman bagi Tata yang bisa ia lontarkan.

Mira tampak berpikir. Kemudian gadis itu mengangguk pelan. Percaya akan semua cerita karangan Tata. Dalam hati Tata berdoa semoga Tuhan mengampuni kebohongannya kali ini. Tata adalah tipikal gadis yang jarang mengarang kebohongan jika tidak terdesak. Dan kali ini jelas ia dalam kondisi terdesak. Tak ingin mengecewakan Mira.

“Tapi enak banget sih kamu, Ta. Coba aku yang ketemu Pak Asa,” keluh Mira yang justru membuat Tata meringis. “Ya udah. Aku balik kerja dulu.”

Mira berlalu meninggalkan Tata yang hanya bisa menggeleng pelan. Kemudian melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena Mira tadi. Namun baru beberapa menit Tata fokus pada pekerjaannnya, suara lain sudah menginterupsinya.

“Kenapa bohong, Ta?”

Jemari lentik Tata yang sedang menari di keyboard komputer seketika terhenti. Gadis itu kembali meringis karena pertanyaan Edo. Ya, jelas Tata tahu sejak tadi Edo yang kubikelnya berhadapan dengan gadis itu mendengar obrolan mereka. Dan Tata lupa bahwa Edo adalah satu-satunya yang pintar mendeteksi kebohongannya. Bahkan Ibunya pun tidak. Edo terlalu mengenal Tata. Padahal mereka bukan dalam hubungan sahabat yang selalu berbagi cerita. Bagaimana pun Edo seorang pria. Tata tahu batasan pertemanan antara pria dan wanita. Dan Edo adalah pengecualian dalam batasan itu. Karena entah bagaimana pria itu selalu dengan mudah dapat menebak seorang Tata.

“Ta...” desak Edo.

“Nanti. Selesai jam kerja. Oke?” pinta Tata yang dijawabi anggukan dari Edo.

Keduanya pun kembali memfokuskan diri pada pekerjaan masing-masing. Karena bagaimanapun mereka tak boleh mencampuradukkan antara urusan pribadi dengan pekerjaan.

Duduk di sudut restoran Italia, Tata sibuk mengaduk pastanya. Sedang Edo sudah menikmati lasagna yang ia pesan. Sesuai janjinya, Tata akan bercerita –jujur– lebih tepatnya pada Edo perihal hubungan –jika bisa disebut hubungan– yang sedang ia dan Asanka mainkan. Namun sebelumnya Tata meminta Edo untuk mentraktirnya makan. Dan kali ini Tata memilih restoran Italia yang sering mereka kunjungi. Walau awalnya menolak karena jelas Tata ingin menguras kantongnya, namun Edo akhirnya menurut. Tak bisa menolak keinginan sahabatnya yang keras kepala ini.

“Jadi... ceritakan semua yang belum aku tahu!” perintah Edo.

Tata yang tengah memainkan garpunya di ujung bibir tampak kembali berpikir. Membuat Edo jengkel dengan kebimbangan gadis ini.

“Nirbita...”

Oke, Tata tahu itu peringatan. Jika seorang Ferrando sudah memanggil nama depan Tata dengan nada perintah, artinya pria itu tak ingin dibantah.

“Huh.... aku dan Pak Asanka sedang mencoba berhubungan.”

Pengakuan Tata sukses membuat Edo tersedak lasagna-nya. Dengan cepat Tata mengangsurkan segelas air putih pada Edo.

“Apa?”

“Iya, Do. Aku dan Pak Asanka sedang mencoba berhubungan,” jelas Tata sekali lagi. Melihat kerutan di dahi Edo, buru-buru Tata menjelaskan dengan lebih logis. “Bukan berhubungan sih lebih tepatnya. Tapi semacam tantangan untuk berhubungan.”

“Ta, serius. Aku nggak ngerti kamu ngomong apa.”

Benar kan dugaan Tata. Edo saja tak mengerti dengan apa yang ia dan Asanka jalani saat ini. Bahkan Tata sendiri masih bingung untuk apa ia menerima tantangan konyol Asanka hanya demi meruntuhkan harga diri pria itu. Tapi... tantangan tetap tantangan. Koin sudah dilemparkan. Dan tugas Tata sebagai pejuang untuk menaklukkan medan perang.

“Jadi, Pak Asanka mengajukan suatu tantangan buatku...” Tata menjeda. Terlihat wajah penasaran Edo membuatnya mengulum senyum. “Pak Asanka ingin mematahkan kutukan kalau aku nggak bisa jatuh cinta. Dan dia nantangin aku untuk jatuh cinta sama dia. Selama enam bulan. Dia akan berusaha membuat aku jatuh cinta. Dan selama enam bulan itu juga aku harus membuktikan ke dia kalau aku nggak gampang jatuh cinta sama seorang pria.”

Edo terperangah. Tak menyangka akan mendengar cerita picisan nan anti-mainstream dari Tata.

“Ta, ini nggak lucu. Enggak lucu sama sekali. Apa untungnya kamu nurutin tantangannya Pak Asanka?” tegur Edo. Merasa apa yang Tata lakukan itu tak masuk akal.

“Aku juga tahu, Do. Ini tuh bodoh banget. Tapi... aku mau bikin pria dengan harga diri tinggi itu tahu bahwa nggak semua perempuan bisa jatuh dalam pesona dia. Orang seperti Pak Asanka yang merasa dirinya bisa menaklukkan apapun dengan segala pesona dan kemampuan yang dimilikinya sekali-kali harus diberi pelajaran bahwa dunia nggak berjalan seperti yang dia mau, Do.”

Edo tetap tak bisa menerima argumen Tata. Baginya itu semua konyol. Tak masuk akal. Sesuatu yang sia-sia. Entahlah, Edo hanya tak suka saja mendengar hal gila yang tengah dilakukan Tata dengan Bos besar mereka.

Atau bukan?

Atau mungkin Edo tak suka bukan karena hal itu konyol. Tapi karena hal sentimentil dalam hatinya. Hal sentimental yang bernama perasaan cinta. Ya, Edo akui selama ini ia memendan perasaan pada Tata. Pada si gadis menolak peka yang tak peduli dengan hal sentimental bernama cinta. Karena Edo tahu Tata yang sulit untuk jatuh cinta. Bahkan tak pernah. Karena Edo tahu perasaan yang ia rasakan mungkin akan merusak persahabatan yang selama ini mereka jalani. Merusak hubungan nyaman yang sudah terbangun antara mereka. Dan terlebih ia belum siap kehilangan Tata dari sisinya walau hanya sebagai seorang sahabat. Hingga lebih memilih memendan dan merasakan saja cinta sepihaknya.

Dan kini, mendengar pengakuan Tata perihal tantangan gila yang tengah ia dan Asanka jalani, rasanya membuat seluruh syaraf Edo bergejolak. Apa yang akan terjadi nantinya? Saat Tata jatuh cinta? Saat Asanka berhasil mematahkan mitos si gadis yang kebal terhadap sesuatu yang namanya jatuh cinta. Tidakkah itu terlalu beresiko bagi Tata saat ia ternyata jatuh hati pada Asanka namun pria itu hanya menganggapnya sebagai penaklukan. Dan sebuah keberhasilan dari ego Asanka sebagai pria yang tak pernah tertolak? Itu semua terlalu berseiko bagi hati Tata. Terlebih hatinya.

“Ta... kenapa?” tanya Edo lirih.

Tata yang tengah menikmati suapan pastanya seketika mengalihkan tatapan pada Edo. “Kenapa?” gadis itu balik bertanya.

“Kenapa kamu mau? Kenapa nggak menolak?”

“Tenang aja, Do. Sampai detik ini nggak ada sedikitpun secuil rasa buat Pak Asanka. Bahkan semua hal receh yang dia kasih ke aku sama sekali nggak menggetarkan hatiku,” ucap Tata meyakinkan.

“Bagaimana jika semua nggak berjalan seperti yang kamu mau? Seperti yang kamu bilang tadi, dunia nggak berjalan sesuai kehendak kita, Tata.”

“Kamu takut aku jatuh cinta sama Pak Asanka?” selidik Tata. Merasa aneh dengan Edo saat ini.

Ada yang berbeda dengan sahabatnya itu. Atau Tata saja yang merasakannya? Akhir-akhir ini Edo seperti bukan Edo yang Tata kenal. Pria itu masih tetap perhatian. Masih tetap membantu Tata. Namun ada perasaan berbeda yang Tata rasakan dari semua perlakuan Edo padanya belakangan ini.

“Aku cuma takut kamu patah hati kalau Pak Asanka berhasil bikin kamu jatuh cinta.”

Tata menggenggam jemari Edo yang ada di atas meja. Memberikan senyum menenangkan terbaiknya.

“Jangan khawatir, Do. Pak Asanka nggak akan semudah itu menaklukkanku. Yah, kalaupun aku takluk, seperti yang dia bilang, dia juga akan belajar buat jatuh cinta sama aku. Impas kan. Nggak ada yang akan tersakiti. Lagi pula kalaupun aku patah hati karena dia, aku rasa aku tetap Tata yang sama. Tata yang kuat dan selalu mengedepankan logikanya daripada perasaannya. Aku nggak akan berakhir seperti perempuan-perempuan dalam drama yang berakhir mengenaskan karena patah hati.”

Keyakinan dalam ucapan Tata begitu besar. Membuat Edo mau tak mau berusaha untuk percaya pada gadis itu. Walau satu sudut hatinya juga meringis perih karena pengakuan Tata. Jika Tata memang benar akan baik-baik saja saat jatuh cinta dengan Asanka nanti, lalu bagaimana dengan hati Edo? Bisakah ia akan baik-baik saja saat semua itu terjadi? 

Note : selamat malam, selamat istirahat 🌝

Isekai, 04/05/21

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro