[VIII]. Pak Asanka
Tata masih duduk diam di kursi di hadapan Asanka. hampir sepuluh menit gadis ini duduk, namun atasannya ini sama sekali belum mulai bicara. Tata sendiri tak tahu apa yang ingin dibicarakan Asanka dengannya. Jika ini perihal proses syuting TVC, bukankah mereka sudah mencapai kata sepakat dengan pihak Diraja untuk mencoba lagi. Jengah terus diperlakukan seperti patung tak bernyawa, akhirnya Tata buka suara.
“Berapa lama saya akan tertahan di ruangan Bapak?” tanya Tata. Nada kesal tak dapat ia sembunyikan dalam nada suaranya.
Asanka seketika menghentikan kegiatannya dari depan layar laptop. Senyum tipis tersungging di bibirnya kala melihat raut jengkel gadis di hadapannya ini.
“Saya selesaikan dulu pekerjaan saya. Lalu kita bicara Nirbita.”
Entah kenapa, Tata agak asing dengan panggilan Asanka padanya. Seisi kantor dan bahkan teman-teman dan kerabatnya, memanggilnya Tata. Tapi Asanka seolah ingin mengekslusifkan diri dengan memanggil nama depannya secara lengkap. Tata tak pernah punya nama panggilan khusus. Hanya Tata. Sejak sang ibu mulai mengajarkannya bicara.
“Kenapa Bapak suka sekali memanggil nama depan saya?” tanya Tata penasaran. Pertanyaan yang jauh dari inti masalah mereka. “Kenapa nggak panggil saya seperti yang lainnya?” lanjutnya.
Lagi-lagi pria di depannya ini hanya mengulas senyum simpul. Senyum yang benar-benar bisa membuat sistem kerja jantung wanita yang melihatnya berantakan. Apa Asanka selalu memamerkan senyum menawannya untuk menggoda iman lawan jenis? Jika ia memang sengaja, selamat pada Asanka. Karena untuk beberapa saat ia berhasil memporak-porandakan degupan jantung Tata.
Tata memang skeptis terhadap cinta. Tapi bukan berarti ia tak bisa jatuh pada pesona seorang pria. Bagaimanapun Tata masihlah seorang wanita yang kodratnya selalu berhubungan dengan yang namanya perasaan dan hati. Tapi harap dicatat, ia hanya terpesona. Bukan jatuh cinta. Dan lama-lama berada satu ruangan dengan bos penuh pesona seperti Asanka, bukan tak mungkin Tata akan mati kehabisan napas karena terpesona.
“Saya kurang suka memanggil nama kamu seperti yang lainnya.” Jawaban Asanka membuat dahi Tata terkejut.
“Kenapa?”
“Saya ingin berbeda dari yang lainnya.” Dan sekali lagi Asanka berhasil membuat gadis ini makin bingung. “Lagipula nama kamu bagus. Nirbita Btari. Saya suka.”
Jika Tata adalah wanita dengan sistem saraf yang diprogram seperti wanita kebanyakan yang akan meledak perasaannya karena pujian seorang pria, maka Tata pasti akan hancur layaknya debu kosmik saat ini. Tapi dia adalah Nirbita Btari, yang bahkan tak tahu apa itu jatuh cinta. Jadi Tata sama sekali tak merasakan perasaan membuncah di hati hanya karena pujian Asanka. Lagipula ucapan ambigu pria ini pasti merujuk pada nama Tata. Bukan dirinya.
“Dan sampai kapan saya akan terus di sini?”
Asanka menutup layar laptopnya. Dan kini perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Tata. Tatapan intens yang diberikan Asanka membuat Tata gugup setengah mati. Tatapan yang menyiratkan keseriusan. Tak ada lagi mata yang memandang jenakan dan santai. Kali ini sepertinya Asanka benar-benar bertindak sebagai atasannya.
“Nirbita...” suara berat Asanka saat memanggil namanya membuat Tata meremang. “Mari kita bicara serius.”
Tata mengangguk kaku. Ia meremas kedua tangannya yang berada di pangkuan. Entah mengapa Tata berharap Asanka yang serius seperti ini enyah saja. Dan kembali menjadi sosok yang santai seperti beberapa saat lalu.
“Kamu tahu kesalahan kamu?” tanya Asa, kali ini benar-benar serius. Tata mengangguk. “Kamu tahu kerjasama kita dengan Pak Diraja itu bernilai tinggi. Tapi kenapa kamu mengacaukannya dengan idealisme kamu? Harusnya kamu sadar, dalam bisnis, kadang kita tidak butuh idealisme yang sempurna dari pekerja yang tugasnya hanya memikirkan konsep. Kamu tahu kamu tidak bekerja sendiri. Dan kamu tahu, kamu bekerja atas nama perusahaan. Ada nama baik perusahaan yang dipertaruhkan dari profesionalisme kita. Dan kamu... dengan seenaknya mengacau hanya karena ego pribadi?”
Tata menundukkan wajahnya. Ia tahu ia salah. Dan ia sudah menyadarinya. Edo juga sudah memberikan wejangan padanya. Namun ketika Asanka yang bicara, entah mengapa semua jadi begitu mengerikan bagi Tata. Nirbita yang kuat dan keras kepala tiba-tiba menghilang entah ke mana. Dan yang ada hanyalah seekor kucing kecil yang tak berani menatap tuannya karena ketahuan mencuri ikan.
“Nirbita, tolong lihat saya sebagai lawan bicara kamu.”
Perlahan Tata mengangkat wajahnya. Ia bisa melihat wajah tampan Asanka yang walau terlihat lembut namun menyiratkan ketegasan sebagai seorang atasan.
“Saya tahu itu memang kesalahan saya. Dan saya siap menerima apapun sebagai konsekuensinya. Bahkan jika Bapak ingin memecat saya secara tidak hormat.”
Asanka terperangah mendengar jawaban lugas Tata. Tak ada raut keberanian dalam suara Tata. Atau mungkin ada, tapi gadis ini begitu pintar menyembunyikannya hingga Asa sama sekali tak dapat merabanya. Ia makin penasaran pada sosok Tata. Namun detik berikutnya tawa renyah Asanka lah yang didengar Tata. Membuat gadis itu semakin kebingungan. Sejenak tadi Asanka terlihat seperti atasan killer. Dan detik berikutnya dia menjadi sosok yang santai. Seperti manusia dengan kepribadian ganda. Atau Asanka mengidap sindrom bipolar?
“Mana mungkin saya memecat karyawan potensial seperti kamu. Saya hanya akan memberikan peringatan. Dan mengingatkan kamu bahwa kamu bekerja dalam tim. Jadi apapun harap kamu juga memikirkan resiko dari setiap tindakanmu. Tak hanya namamu, Nirbita. Tapi juga tim dan nama baik perusahaan.”
Tata mengangguk mengerti. Merasa lega karena ternyata atasannya ini bisa bertindak bijak dan profesional. Dan seketika penilaian Tata di awal terhadap seorang Asanka berubah. Ia tak lagi menganggap Asanka pantas menduduki jabatannya karena embel-embel nama besar keluarga. Namun karena kemampuan pria itu.
…
Masalah iklan TVC yang ditangani Tata sudah terselesaikan dengan baik. Setelah Diraja dan Asanka melihat langsung bagaimana seorang Kalisha berakting, merekapun sepakat untuk mengganti talent yang ada. Penilaian Tata terhadap kualitas akting Kalisha memang tak salah. Karena itu, Diraja memutuskan untuk mengikuti saran Tata. Mengganti Kalisha dengan talent yang lain. Walau proses produksi terpaksa memakan waktu karena mereka harus mencari talent pengganti yang sesuai kriteria. Namun hasil yang didapat membuat mereka bisa berdecak puas. Dan sebagai bentuk keberhasilan proyek kali ini, Asanka memberikan penghargaannya pada Tata dan timnya dengan mentraktir mereka makan malam. Walau tak hanya Tata dan timnya. Namun juga tim lain yang berada di bawah naungan Asanka.
Tak hanya makan malam, Asanka juga mengabulkan keinginan para karyawannya untuk berkaraoke ria. Jadilah mereka sekarang berada di ruang VIP sebuah tempat karaoke ternama. Kegilaan demi kegilaan muncul dari rekan-rekan kerja Tata. Satu persatu mereka yang hadir menghibur satu sama lain dengan suara yang kadang merdu, kadang menusuk telinga. Bahkan aksi konyol juga mewarnai kegiatan mereka saat ini. Tata yang terkenal tak begitu suka dengan keramaian lah yang terlihat tak begitu menikmati. Ia memilih keluar dari ruangan. Lobi depan tempat karaoke menjadi pilihan Tata menunggu.
“Kenapa keluar?”
Suara yang sekarang cukup familiar di telinga Tata mengejutkannya. Gadis itu terkejut saat mendapati Asanka sudah duduk di sebelahnya.
“Sumpek. Saya nggak tahan lama-lama di ruangan ramai begitu.”
“Jadi kamu nggak suka keramaian?”
Ada yang berbeda dari nada bicara Asanka. Pria ini menanggalkan nada formalitas dalam suaranya. Mungkin karena mereka tak berada dalam lingkup kerja.
“Nggak juga. Cuma saya suka nggak tahan aja lama-lama di sana. Pusing. Berisik.”
Asanka mengangguk mengerti. Lama mereka berada dalam fase saling diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Berapa umur kamu, Nirbita?” tanya Asanka tiba-tiba. Jauh dari perkiraan Tata perihal topik yang akan ditanyakan pria ini.
“Saya rasa Bapak tahu umur saya dari data karyawan.”
Asanka mengulum senyumnya. “Susah ya berbasa basi dengan kamu.”
“Nggak juga. Hanya saja, saya sulit berbasa basi dengan orang yang nggak terlalu dekat dengan saya.”
“Tapi saya atasan kamu.”
“Dan kita cukup berhubungan sebagai atasan dan bawahan di kantor.”
“Kalau saya ingin menjalin hubungan di luar kantor dengan kamu?”
Raut terkejut jelas terpancar di wajah Tata. Ada guratan tak terbaca dari wajah Asanka. Apa maksud pria ini dengan menjalin hubungan di luar kantor?
“Kamu bilang kamu nggak suka basa-basi. Dan saya juga nggak akan basa-basi untuk hal ini.”
Kembali Tata dibuat bingung oleh atasannya ini.
“Maksud Bapak apa?”
“Saya tertarik sama kamu. Saya akui, awalnya saya penasaran sama kamu. Dan makin penasaran saat mendengar beberapa penilaian orang-orang tentang kamu. Dan rasa penasaran saya berubah menjadi ketertarikan. Apa sampai di sini kamu paham maksud saya?”
Jikalau jantung Tata bisa melompat keluar dari rongganya saat ini, hal itu pasti sudah terjadi. Apa yang dikatakan Asanka seperti lemparan bom yang memporak-porandakan diri Tata.
“Tapi satu hal yang saya dengar, kamu... nggak pernah jatuh cinta? Apa itu benar?” tanya Asanka to the point. Tata mengangguk. “Kenapa?”
“Apa saya harus menjawabnya?” Tata balas bertanya. Asanka menggeleng maklum.
Keduanya hanya saling memandang. Seolah ingin mempelajari diri masing-masing. Apa yang disampaikan Asanka jelas bukan hal yang biasa bagi hidup Tata. Tak pernah ia bertemu seorang pria yang terang-terangan mengatakan ketertarikan padanya. Bahkan ingin menjalin hubungan dengannya.
“Jadi... Nirbita, apa jawaban kamu?”
Kembali Tata tersentak kaget saat suara Asanka memutus lamunannya. Ia perhatikan dengan lamat raut serius di wajah tampan pria ini.
“Apa jawaban yang Bapak mau?” balas Tata.
“Mengingat satu fakta yang saya tahu tentang kamu, saya rasa akan sangat sulit menjalin hubungan dengan kamu.” Tata masih menunggu. “Bagaimana jika begini, saya tantang kamu untuk jatuh cinta sama saya.”
Tata terperangah. Penawaran super aneh yang pernah ditawarkan seorang pria padanya. Jika biasanya mereka menawarkan hubungan romansa pada Tata. Namun Asanka malah menawarkan hal anti-mainstream untuknya. Hal yang tak biasa yang tak pernah terjadi pada Tata.
“Untuk apa?” tanyanya.
“Mematahkan argumen kamu bahwa tak ada satupun pria yang bisa membuat kamu jatuh cinta.”
“Dan menjadi sebuah prestasi jika pria seperti Bapak bisa membuat saya jatuh cinta, begitu?”
Asanka mengendikkan bahunya. “Mungkin.”
Tata tersenyum mengejek. “Lalu, apa yang saya dapat? Jatuh cinta pada Bapak dan ditinggalkan dalam keadaan patah hati?”
“Tidak seperti itu Nirbita.”
“Lalu?”
“Mungkin saat kamu jatuh cinta, saya juga merasakan yang sama. Bukankah itu setimpal?”
Kembali senyum simpul penuh makna Tata berikan pada Asanka.Tak habis pikir dengan permainan yang ditawarkan pria ini padanya.
“Bagaimana Nirbita? Kamu ingin mencobanya?”
“Hati bukan untuk sebuah permainan, Pak.”
“Siapa bilang. Kamu bisa buktikan pada mereka, kalau memang, sangat sulit membuat seorang Nirbita jatuh cinta.”
Tata berpikir sejenak. Pria di depannya ini berego sangat tinggi. Dan mungkin tak ada salahnya bagi Tata untuk bermain sejenak dengan egonya.
“Berapa lama?”
“Apanya?” tanya Asanka tak mengerti.
“Berapa lama waktu yang disepakati untuk membuat saya jatuh cinta?”
“Enam bulan, bagaimana?”
Enam bulan sepertinya waktu yang cukup bagi Tata untuk meruntuhkan ego seorang Asanka. Tanpa di duga, Tata mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Asanka. Bentuk persetujuan gadis itu atas penawaran gila darinya. Tanpa ragu Asanka menjabat tangannya. Keduanya melempar senyum sejuta makna. Entah siapa yang akan jatuh lebih dulu. Si pria dengan harga diri tinggi. Ataukah wanita yang tak pernah jatuh cinta.
…
Note : selamat berbuka bagi yang berpuasa 🍧
Isekai, 03/05/21
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro