[III]. Eureka!
Gosip panas seputar Asanka Jasma masih terus menggema di seantero Digdaya Advertising. Tata rasanya ingin muntah saja setiap kali Mira dan anak-anak Digdaya yang lain membahas Asanka saat jam makan siang mereka. Selera makannya menghilang. Topik tentang Asanka benar-benar membuatnya muak. Belum lagi masalah konsep iklannya yang belum menemui titik temu. Semua itu makin menambah buruk suasana hati Tata.
“Tahu nggak sih, kemarin aku lihat Pak Asanka di hotel.” Anita, rekan sesama copy writer Tata memulai gosip siang ini.
“Hah? Serius? Kapan?” pertanyaan beruntun Mira ajukan.
“Serius Pak Asanka di hotel? Ngapain doi?” Rinda ikut-ikutan.
“Ya Pak Asanka...” Anita sengaja menggantung ucapannya membuat kedua wanita yang sejak tadi penasaran dengan ECD baru itu menahan napas. “Bohong deh!” lalu Anita terbahak-bahak menyadari wajah melongo Mira dan Rinda. Kedua gadis yang merasa tertipu itu segera melempar wajah Anita yang bahagia dengan tisu.
“Sialan! Kirain si Bapak doyan ons kayak di novel-novel,” timpal Mira kesal.
Tata mendengkus mendengar pembicaraan ketiga wanita ini yang menurutnya sangat tak bermutu. Dengan cepat gadis itu menghabiskan makan siangnya dan segera beranjak dari kantin.
“Mau ke mana Ta?” tanya Mira saat Tata sudah berdiri tegak.
“Balik ke kantor.”
“Cepat amat? Kita lagi gosip panas ini.” Rinda ikut menimpali.
Tata menghela napas jengkel. “Mau tahu gosip lebih panas?” ujar Tata. Ketiga perempuan itu segera menunjukkan raut wajah antusias. “Buang semua pikiran gila kalian tentang ECD baru itu. Karena dia sudah punya pacar. Atau mungkin istri.”
Ketiganya terperanjat dengan penuturan Tata. Tata sendiri memilih pergi meninggalkan ketiganya yang masih menggerutu dan tak terima dengan ucapan Tata. Bahkan Anita dan Rinda tetap ngotot mengatakan bahwa itu cuma bisa-bisanya Tata saja agar mereka melunturkan niat untuk mengejar Asanka.
Tapi rupanya Mira tidak menyerah. Perempuan muda itu rela menyusup di jam kerjanya demi menemui Tata di lantai empat. Lebih tepatnya demi mencari kebenaran tentang berita yang disampaikan Tata saat jam makan siang tadi. Membuat Tata jengah. Bahkan otaknya sudah menyusun rencana jahat untuk melemparkan Mira lewat balkon lantai empat.
“Apa lagi sih Mir?” tanya Tata sudah kepalang jengkel.
“Jangan bohong Ta. Jujur deh, kamu ngada-ngada kan bilang Pak Asanka udah punya pacar? Statusnya kan masih single.”
Tata menaikkan sebelah alisnya. Lantas, kalau statusnya single, Asanka tak boleh punya pacar? Hah, lucu sekali perempuan ini.
“Kalau kamu sengaja nyusup cuma buat cari tahu itu, mending kamu balik ke kantor kamu deh Mir. Sebelum ada inspeksi dadakan dari atasan.”
Mira melambaikan tangannya sekilas. “Nggak bakal. Pak Asanka lagi keluar,” jawab Mira yakin. Masih terus berusaha mencecar Tata.
Aduh, Tata rasanya ingin sekali membenamkan perempuan ini di kolam depan kantor. Kalau sudah ada maunya, Mira ini bisa lebih keras kepala dari Tata.
“Sekarang jawab, darimana kamu bisa...”
“Aku nggak sengaja lihat dia di bioskop. Jalan sama perempuan. Cantik, tinggi semampai, wajah oriental. Dan sepertinya mereka mesra. Mungkin pacarnya.” Tata menjawab cepat rasa penasaran Mira.
“Ah, kali aja saudaranya? Adiknya kali?”
Tata berdecak kesal. Mira ini, jadi perempuan kok ya ngotot sekali? Memangnya laki-laki di dunia ini hanya Asanka? Tidak biasanya Mira se-getol ini mendekati laki-laki. Tata curiga pada perempuan ini.
“Kamu... beneran suka sama Pak Asanka?” selidik Tata.
Dengan malu-malu Mira mengangguk. “Kayaknya jatuh cinta pada pandangan pertama” jawab gadis di depan Tata ini dengan wajah merona.
Tata mengempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Sungguh, Tata tak habis pikir dengan para perempuan yang jatuh cinta. Sumpah mati Tata tak tahu rasanya jatuh cinta. Seperti apa jatuh cinta itu? Dari pengakuan semua orang yang mengaku pernah jatuh cinta, mereka mengatakan rasanya itu sulit dijelaskan dengan kata-kata. Tapi mereka selalu mengatakan bahwa saat jatuh cinta jantung mereka akan berdegup dengan cepat saat melihat pria pujaan hatinya. Dadanya berdesir. Seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perut. Terlebih ketika sang pujaan hati membalas perasaan mereka.
Bullshit! Tak bisa dijelaskan dengan kata-kata tapi mereka mampu merangkai kata klise untuk mendeskripsikan bagaimana rasanya jatuh cinta. Inginnya Tata menertawakan ketololan mereka yang mengaku pernah jatuh cinta.
Dan demi seluruh galaksi di alam semesta, Tata tak pernah merasakannya. Entah apa yang salah dalam dirinya hingga tak bisa dan tak pernah tahu rasanya jatuh cinta. Tata bukan perempuan dengan wajah di bawah rata-rata. Berapa banyak lelaki yang mengaku dan menyatakan ketertarikannya pada Tata sejak dulu. Namun tak ada satupun yang mampu membuat Tata merasakan satu saja gejala aneh jatuh cinta yang dikatakan orang-orang tadi.
Tata sendiri juga bingung. Edo bilang hati dan jantung Tata mungkin rusak. Masa selama dua puluh enam tahun hidupnya Tata tak pernah mengalami yang namanya jatuh cinta? Mereka bilang Tata terlalu skeptis hingga mendoktrin kepalanya untuk tak jatuh cinta. Entah itu benar atau tidak. Tapi mungkin sikap skeptis Tata terhadap pria dan rasa berhubungan erat dengan masa kecilnya. Di mana Tata tak merasakan apa itu yang namanya kasih sayang dari pria. Khususnya pria yang ia sebut dengan ayah.
...
Tiga hari lagi. Jika dalam waktu tiga hari Tata dan Edo belum juga menemukan ide untuk konsep iklannya, Elena bilang mereka terpaksa melepas proyek ini. Dan membiarkan tim lain yang mengerjakan. Tentu saja Tata dan Edo protes. Mereka sudah berusaha keras untuk mendapatkan proyek ini. Tadinya sudah hampir deal dengan perusahaan minuman tersebut. Tapi kedatangan ECD baru yang tak lain adalah Asanka, menggagalkan semua.
Asanka bilang konsep mereka terlalu biasa. Dan ia ingin konsep yang lebih matang dan berbeda dari iklan minuman lainnya. Otak Tata sudah buntu. Begitu juga Edo. Tapi pernyataan Asanka yang mengatakan konsep yang dikerjakan Tata dengan mati-matian biasa saja, membuat ego gadis itu tersentil. Dengan marah ia membawa pergi strory board yang sudah dirancangnya. Dan meletakkannya dengan kasar di meja kubikelnya. Hasilnya, hingga detik ini, ia dan Edo belum menemukan lagi konsep yang diinginkan Asanka.
“Do, aku mau beli minuman, mau titip apa?” tanya Tata seraya bangkit dari kursinya.
Hingga pukul tujuh malam, keduanya belum beranjak dari kantor. Hari ini mereka bertekad untuk menyelesaikan misi kali ini.
“Kopi aja.”
Wajah Tata langsung cemberut. Bukannya ia ingin pergi jauh dari kantor. Beranjak dari ruangannya pun sebenarnya Tata enggan. Tapi karena ia haus dan butuh asupan cairan, makanya ia memaksa tubuhnya untuk bangkit dari kursi kerjanya. Dan tujuan Tata hanya mesin penjual minuman kaleng di lantai satu. Bukannya kedai kopi kesukaan Edo yang mengharuskannya keluar dari gedung kantor.
“Aku cuma mau beli minuman kaleng Do,” jelas Tata.
“Oh, ya udah. Kopi kalengan aja.”
Tata beranjak dari ruangannya untuk bergerak ke lantai satu. Sambil menunggu lift terbuka, Tata memainkan kakinya membentuk pola di lantai untuk mengusir rasa bosan. Sampai terdengar bunyi dentingan tanpa melihat Tata langsung masuk ke dalamnya. Yang Tata tidak sadari tak hanya dirinya yang berada di dalam ruangan kedap tersebut. Melainkan ada satu sosok yang awalnya fokus pada ponsel di tangannya, seketika menumpukan pandangan pada gadis berkaus santai dan jeans yang ada di depannya ini. Penampilan Tata yang begitu santai menarik perhatian Asanka. Apalagi dengan rambut sebahu Tata yang ia kuncir asal hingga menyisakan anak rambut di sekitar tengkuknya. Hingga lift berhenti di lantai satu, Tata tetap tak menyadari keberadaan Asanka di belakangnya.
Anehnya, saat Tata melangkahkan kakinya keluar, Asanka justru membuntuti gadis itu. Mengambil jarak aman dan mengikutinya tanpa terdeteksi. Hingga Tata berhenti di depan mesin minuman kaleng. Asanka mengambil jarak aman dengan berdiri sepuluh meter jauhnya dari Tata. Asanka tak tampak untuk segera berlalu. Malah memerhatikan seksama gadis yang kini berdiri di depan mesin minuman sambil memainkan bibirnya.
Hingga saat Tata berhasil mengambil sekaleng kopi dan akan mengambil minuman lainnya, ia kesulitan. Mesin minuman tiba-tiba macet. Tanpa pikir panjang, Tata memukul mesin berulang-ulang. Bahkan menabrakkan dirinya ke mesin. Hingga saat gadis itu melompat kesakitan sambil memegangi lengan atasnya. Membuat Asanka tertawa tanpa suara memerhatikan gadis itu. Kesal tak juga mendapatkan minumannya, Tata menendang mesin hingga berbunyi. Membuat Asanka membelalak tak percaya. Perempuan seperti Tata yang dari luar terlihat pendiam itu bisa bertindak brutal. Namun saat melihat seringai puas di wajah Tata, Asanka pun ikut menyeringai.
“Akhirnya...” gumam Tata mengambil minuman kaleng dari vending machine.
Namun lagi-lagi Tata harus dibuat jengkel, karena kaleng minuman yang baru dipegangnya meluncur mulus dari tangannya dan menggelinding ke bawah mesin. Menghentak kakinya kesal, Tata membungkukkan badan untuk mengambil minumannya. Setelah cukup berjibaku, akhirnya Tata berhasil mendapatkannya. Saat itulah sebuah ide melintas di kepalanya.
“I got it!” teriak Tata mengangkat kedua tangannya yang memegang kaleng minuman ke udara. “Edo, i got it!”
Tiba-tiba saja gadis itu berlari menuju lift sambil meneriakkan kata yang pernah diteriakkan Archimedes kala menemukan ide penemuan yang luar biasa. Membuat Asanka menggelengkan kepala, takjub akan tingkah gadis itu. Tawa geli tak lepas dari bibir pria itu. Merasa cukup terhibur dengan apa yang disaksikannya, Asanka memilih kembali pada tujuan awalnya, pulang.
...
Note : selamat membaca ^^
Ps : masih ada sisa tiga hari lagi PO Senandung Melody loh, sudah pada ikutan belum? 😚
Isekai, 27/04/21
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro