Bab. 9
Suara dering ponsel milik Arkha yang diletakkan di atas meja menarik Dita dari situasi tak menyenangkan kali ini. Dari tatapan Arkha padanya cukup membuat Dita mengerti kalau bosnya itu menyuruhnya pergi.
Helaan napas lega lolos dari bibirnya karena akhirnya bisa terlepas dari Arkha yang terus menagih alasan yang membuatnya tadi menangis. Ya, memang sudah seharusnya Dita menahan perasaannya seperti biasa. Menyimpannya rapat-rapat dalam hati tanpa perlu mengungkapkannya dengan menangis seperti tadi. Lihat, ujungnya dia malah mendapat masalah.
Bunyi pemberitahuan pesan masuk terdengar dari ponsel yang sejak tadi ia simpan di saku blazer. Rupanya pesan masuk dari Pak Rafi yang mengirimkannya nomor ponsel Arkha. Tanpa berpikir panjang Dita langsung menyimpannya ke kontak.
Satu pesan lagi masuk dari Pak Rafi, menanyakan Dita ingin makan siang dengan menu apa. Dita tersenyum kecil menyadari kalau mulai sekarang, ia akan mendapat makan siang gratis setiap harinya. Namun, sedetik kemudian ia menolak dengan halus tawaran Pak Rafi itu.
Menyimpan ponselnya di atas meja, tangan Dita terulur pada tasnya di sudut kubikel. Mengambil kotak bekal berukuran 15x15cm yang tadi diberikan sang ibu untuk sarapannya. Sekarang Dita baru mengerti mengapa perutnya tadi terasa mual. Perutnya hanya terisi seteguk air putih yang ia minum sebelum berangkat dari rumah tadi. Jari telunjuknya mengetuk layar ponselnya yang gelap, angka 12 berdampingan dengan angka 00 terpampang di layar, menerbitkan senyum di wajahnya.
Menyingkirkan odner besar berwarna biru dari hadapannya, Dita menggantikan posisi benda itu dengan kotak bekal pemberian sang ibu. Mulai menyantap roti tawar yang dikukus dengan isian gula pasir dan mentega yang sudah meleleh sempurna. Waktu dulu ibunya tak mampu membeli selai untuk isian roti, kombinasi gula dan mentega ini yang menjadi andalannya.
Dita sudah menyimpan kembali kotak bekalnya yang telah kosong ke dalam tas. Pak Rafi datang, memberitahunya untuk bersiap karena jam dua nanti, akan ada rapat dengan Direksi, dimana nantinya Dita akan dikenalkan secara resmi sebagai sekretaris Arkha.
Jam satu siang, Pak Rafi kembali menghampiri Dita di kubikelnya, lalu mengajak Dita masuk ke ruangan Arkha. Meski tadi sudah sempat memasuki ruang kerja bosnya itu, baru sekarang Dita benar-benar menyaksikan isi ruangan itu.
Seperti menginjakkan kaki di dimensi lain, Dita merasakan suasana yang sangat berbeda di ruangan ini. Konsep heritage begitu terasa, berbanding terbalik dengan nuansa modern di luar ruangan dan seisi bangunan Grand Wisesa Office, ini. Dita seperti sedang berada di sebuah resort yang memberi kesan nyaman dan menenangkan. Hingga pandangannya jatuh pada Arkha yang tengah serius menatap laptopnya.
"Selamat siang, Pak Arkha," ucap Dita sambil sedikit menganggukkan kepalanya.
Respon Arkha-yang kini sudah Dita hafal di luar kepala-refleks membuat senyum di wajah Dita tercipta. Dita tahu benar bagaiman pria berwajah kaku itu memiliki empati yang tinggi terhadap orang lain. Ia kemudian menyusul Pak Rafi yang sudah duduk di sofa panjang yang Dita tebak biasa digunakan untuk menerima tamu.
"Sudah siap kembali bekerja, Bu Dita?" tanya Pak Rafi begitu Dita duduk di sampingnya.
"Tentu, Pak," jawab Dita tanpa ragu.
"Baik, hari ini saya akan mulai melakukan serah terima pekerjaan dengan Bu Dita. Mulai besok, seluruh tugas sebagai Sekretaris akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Bu Dita."
"Saya mengajak Bu Dita ke sini, memang karena ada beberapa hal yang harus saya tunjukkan. Seperti di mana letak dokumen penting, serta hal lainnya yang ada di ruangan ini yang perlu Bu Dita ketahui," lanjut Pak Rafi lagi.
Dita menyimak ucapan Pak Rafi dengan seksama. Hingga ia memberanikan diri mencuri pandang ke arah Arkha yang duduk di balik kokohnya meja kayu jati di sana. Namun, tanpa Dita duga Arkha tiba-tiba menoleh ke arahnya. Secepat kilat, Dita menarik pandangan dan membuangnya ke sembarang arah. Tangannya refleks mengambil odner agar demi terlihat sibuk di mata Arkha. Sayang, gelang rantai di tangan kanannya malah tersangkut di pinggiran Odner.
"Hati-hati Bu Dita, santai saja," ucap Pak Rafi yang melihat Dita tampak grogi.
Dita meringis malu sambil berusaha melepaskan kaitan gelangnya di besi Odner.
"Pak Arkha, mau kemana?" tanya Pak Rafi yang menyadari bosnya sudah meninggalkan mejanya. "45 menit lagi, kita ada rapat bersama Direksi, Pak."
"Ya, saya tahu," sahutnya dengan melewatkan pertanyaan pertama Pak Rafi. Setelahnya, pria itu pergi meninggalkan ruangannya.
"Apa Pak Arkha terganggu dengan keberadaan saya, Pak?" tanya Dita yang mendadak tak enak hati melihat Arkha pergi.
"Nggak, kok. Mungkin Pak Arkha ada perlu di luar," jawab Pak Rafi mengusir kekhawatiran Dita.
Setelah menyelesaikan room tour, Pak Rafi kembali mengajak Dita duduk di sofa. Ia juga meminta agar Dita mencatat hal penting yang diucapkannya nanti.
"Saya sudah mengirimkan nomor telepon katering langganan Pak Wisesa. Pemilik kateringnya adalah teman semasa sekolah Pak Wisesa. Untuk makan siang Pak Arkha juga biasa saya pesan di sana. Pak Arkha bukan seorang pemilih untuk menu makannya. Namun, mungkin karena sudah cukup lama tinggal di Bandung, Pak Arkha cenderung menyukai masakan khas sunda. Bu Dita bisa pesan di restoran sunda yang ada di GWM sebagai alternatif jika Pak Arkha bosan dengan menu katering biasanya."
Dita sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menunjukkan ekspresi terkejut. Ia tidak menyangka kalau menu makan siang Arkha pun menjadi urusannya.
"Pak Arkha itu orangnya sangat baik. Meski untuk kesan pertama banyak yang mengira Pak Arkha itu angkuh dan tidak ramah," lanjut Pak Rafi, yang langsung Dita patahkan kalimat itu di dalam hati. Karena penilaian pertamanya untuk Arkha adalah, pria itu adalah seseorang yang baik hati.
"Jangan tersinggung jika Pak Arkha bersikap seperti tadi. Dia memang pendiam, dan terkesan irit bicara. Tapi, bukan berarti tidak bisa diajak berbicara atau berdiskusi. Jika ada sesuatu yang ingin Bu Dita tanyakan, lebih baik langsung sampaikan saja. Pada dasarnya Pak Arkha itu orangnya penuh perhatian, hanya saja ia tidak pandai mengungkapkannya."
Dita mengangguk lagi, tentunya tanpa mencatat, karena sifat baik Arkha yang itu sudah terekam dalam pikirannya sejak lama. Arkha yang baik. Arkha yang pendiam tapi perhatian terhadap orang lain. Arkha yang sebenarnya hangat meski dari luar tampak dingin.
Pria itu mau repot-repot turun dari mobilnya hanya untuk menolong Rany yang ingin melahirkan di pinggir jalan. Pria itu juga mau bersandiwara demi menyelamatkan Dita dari kemarahan Miranti di rumah sakit waktu itu. Dan, tadi pria itu menawarkan diri untuk membantu masalah yang menimpa Dita.
Sedetik kemudian Dita menyadari, perasaan ini terasa aneh. Ia mencoba mengingat, kapan terakhir kali hatinya menghangat hanya karena mendapat perhatian dari lawan jenisnya. Dan, hari ini Arkha membuatnya kembali mencicipi indahnya perasaan itu.
Fix, Mbak Dita jatuh cinta 😍
Terima kasih buat vote dan komentarnya, temen-temen 🤩
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro