Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab. 31


"Terima kasih karena sudah bersikap baik pada Clara."

Arkha menoleh pada sang kakek, lalu mengangguk dan memberi senyum tipis sebagai jawabannya. Ia sendiri sibuk menatap layar ponselnya, menimbang-nimbang apakah ia harus menghubungi Dita atau tidak. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, ia khawatir menganggu Dita yang mungkin sudah beristirahat. Di ruang obrolan mereka juga tertera kalau Dita terakhir aktif pukul enam sore tadi, membuat Arkha berpikir Dita mungkin sudah tidur.

"Walau Kakek tahu, kamu tidak menyukai keputusan Kakek ini."

Arkha mengangguk saja, fokusnya kini tertuju pada supir di depannya yang tengah berjuang keluar dari kemacetan. Ia dan kakeknya baru saja pulang dari acara makan malam dengan keluarga sahabat sang Kakek di sebuah hotel mewah di pusat kota Bandung.

"Ayah Clara juga dulu bersahabat dengan ayah kamu. Tapi sayang sekali mereka tidak berumur panjang," lanjut Wisesa lagi yang masih dibalas hening oleh Arkha. "Kakek berharap kamu bisa berhubungan baik dengan Clara, dan segera melupakan Sasha."

"Bersama Clara kamu akan dengan mudah mewujudkan pembangunan GWM2 tanpa perlu bersusah payah menaikkan keuntungan GWM saat ini. Keluarga Clara akan mendukung penuh proyek GWM2. Tambahan modal dari keluarga Clara juga akan memperkuat posisi kamu di GWM, menjadi permanen dan tidak terancam digantikan seperti sekarang," lanjut Wisesa lagi.

Arkha memilih diam. Ia sudah menekan emosinya sejak pagi tadi. Saat sang kakek mengajaknya berbicara, tentang kinerjanya yang dianggap tidak cukup baik selama memimpin GWM. Lalu, demi mempertahankan GWM agar tetap dipimpin Arkha, ia diminta mengikuti perjodohan untuk memperkuat kerajaan bisnis sang kakek.

"Kamu mengaku tidak menyukai sekretaris kamu. Tetapi gelagatmu menunjukkan sebaliknya." Wisesa tiba-tiba kembali bersuara. Pria tua itu tak sengaja melirik ponsel Arkha yang menampilkan ruang obrolannya dengan Dita.

"Kalau aku mengakuinya, apa Kakek akan membatalkan niat Kakek untuk menjodohkanku dengan Clara. Lalu Kakek kehilangan kesempatan bekerja sama dengan keluarga pengusaha properti nomor satu di Indonesia itu?" balas Arkha sarkas.

"Wah, cucu Kakek sudah tidak pendiam lagi sekarang. Sudah bisa menjawab Kakek dengan kalimat sepanjang itu," jawab Wisesa santai.

"Oh, jadi karena Kakek menganggapku si pendiam yang tidak mampu melawan, makanya Kakek menjadikan aku tumbal untuk kemajuan bisnis Kakek. Menjodohkan aku dengan Clara, karena tiga cucu laki-laki Kakek lainnya menolak dijodohkan?" ungkap Arkha tak bisa menahan rasa kesalnya.

"Jangan salah paham Arkha. Kakek hanya tidak ingin kamu terus-terusan mencintai istri orang. Kakek sempat mengira kamu memiliki hubungan dengan sekretaris kamu, tapi ternyata tidak. Kakek hanya ingin membantu kamu ...."

"Arkha terlihat begitu mengkhawatirkan? Sampai Kakek mencarikan Arkha pendamping? Hanya agar Arkha melupakan Sasha?" Arkha membeberkan omong kosong Kakeknya itu.

"Kalau pun aku menyukai Dita, atau aku mencintai Sasha sampai mati, Kakek tidak berhak mengatur jodohku. Apalagi mengorbankan masa depanku hanya demi kepentingan bisnis!" Arkha mulai tidak sabar.

Mobil berhenti tepat di depan teras rumah, tapi Arkha maupun Wisesa tidak lantas turun dari sana. "Arkha tetap akan berhubungan baik dengan Clara. Bukan agar keluarganya memberi tambahan modal dan mendukung proyek pembangunan GWM2, tetapi demi melanjutkan hubungan baik mendiang ayah kami," ucap Arkha membuat Wisesa menoleh padanya.

"Beri Arkha waktu setidaknya sampai satu tahun total waktu kepemimpinan Arkha di GWM untuk mencapai target yang Kakek berikan. Jika tidak tercapai, Arkha akan mundur dari jabatan Arkha," lanjut Arkha membalas tatapan sang Kakek. "Arkha masuk dulu," imbuhnya kemudian turun dari mobil.

Bukannya menuju ke dalam rumah yang dulu ia tempati bersama Kakaknya itu, Arkha justru menuju area samping rumahnya. Berjalan lurus menuju pintu belakang, dan keluar dari halaman belakang rumahnya. Di antara gelap malam, Arkha yang lahir dan besar di tempat itu tidak takut melewati kebun dengan pepohonan yang merupakan akses menuju resort.

Kamar yang Dita tempati langsung menjadi tujuannya. Entah apa yang membawa langkahnya menuju tempat itu. Hanya saja keinginan untuk melihat Dita begitu kuat, apalagi saat perasaannya sedang tidak baik-baik saja seperti saat ini. Wajah tulus gadis itu ia yakini dapat meredakan emosi yang ia rasakan sekarang.

Namun, gelap kamar Dita menyambutnya. Jelas saja, waktu hampir menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Mungkin saja Dita sudah tidur. Rasa bersalah kian menggulung perasaannya. Arkha memiliki firasat Dita marah padanya, karena ia membatalkan janji untuk keluar sore tadi.

Arkha menatap nanar pintu dari kayu jati yang tertutup rapat itu. Tersenyum tipis membayangkan Dita tengah tertidur pulas di dalam sana. Seperti pengecut, ia tidak mau mengakui pada siapapun dan bahkan pada dirinya sendiri atas perasaan yang ia punya untuk Dita. Tapi kelakuannya seperti ini, memberi perhatian, mengamati dari jauh dan tidak ingin Dita mengetahuinya.

"Good night, Deandita," ucapnya lalu memilih pergi dari sana.

***

Pukul sebelas tepat, Dita akhirnya tiba di kamar kosnya. Setelah membersihkan diri, ia langsung memilih naik ke atas tempat tidur. Sepanjang perjalanan tadi, tidak ia sentuh sama sekali ponselnya yang sudah ia aktifkan dalam mode 'diam'. Baru sekarang ia memeriksa ponselnya itu. Entah apa yang ia hindari, padahal Arkha tidak mengirim satu pesan pun padanya.

Pesan dari Rany yang berada di urutan paling atas langsung ia buka. Sebuah foto meja makan rumahnya yang dipenuhi masakan ibu mereka, terlihat di sana.

Rany : Lo nggak balik?

Rany : Nyokap nungguin lo, nih. Gue nggak bisa telepon lo, soalnya sebenarnya nyokap ngelarang gue buat kasih tau lo. Mau kasih lo kejutan.

Pesan itu masuk sekitar pukul tujuh dan delapan malam, bertepatan saat Dita masih berada di mobil travel yang mengantarnya kembali ke Jakarta. Ya meski, awalnya berencana naik kereta, tukang ojek yang Dita pakai jasanya itu menyarankan Dita menggunakan travel saja, karena letak stasiun cukup jauh dari resort.

Pukul Sembilan, Rany kembali mengirim pesan, memberitahu kalau ibu mereka sudah masuk ke kamar. Lalu Dita baru menyadari banyak panggilan tak terjawab dari Rany yang masuk beberapa jam yang lalu. Memilih tidak membalas apapun, Dita meletakkan ponselnya di atas nakas. Hari ini benar-benar menguras emosi dan tenaganya.

Air mata yang ia kira sudah habis ia keluarkan sejak siang tadi, kini kembali turun. Entah menangisi apa, patah hatinya karena Arkha, atau menangis menyesali ia tidak pulang ke rumah di ulang tahunnya kali ini. Padahal ia tahu, meski ibunya tidak pernah mengucapkannnya apapun saat hari ulang tahunnya, ibunya selalu menyiapkan makan malam bersama di rumah. Yang tidak Dita sangka, meski beberapa hari lalu sang ibu marah padanya, tapi malam ini ibunya tetap menunggu kepulangannya ke rumah.

Hanya karena hadiah menginap di resort dari Arkha, Dita melupakan momen rutin yang biasa ia habiskan bersama keluarganya. Meski sederhana, Dita tahu, itu adalah bentuk rasa sayang sang ibu padanya. Tidak ada pencapaian apapun di usianya yang sudah kepala tiga ini. Selain patah hati, dan membuat kecewa ibunya untuk ke sekian kali.

TBC

Malam semuanya 🤩
Terima kasih buat vote dan komentarnya, ya 😇

Buat temen-temen yang mau baca lebih cepat, langsung aja mampir ke akun KaryaKarsa aku, ya. Namanya, Luckyniss juga.

See you, next part bestie 😘

----
Dan, buat yang minat pesan Aries - Nana versi cetak, info pemesanan ada di Ig Karos Publisher, ya. Atau pesan langsung ke aku juga boleh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro