Bab. 24
Perhatian! Jika kamu mendapati Bab dari cerita ini acak, kamu hanya perlu ikuti judul Bab untuk baca secara berurutan ya. Mohon maaf atas ketidaknyamannya 🙏
-----‐-------------------‐-----‐-------------------‐-----‐------------
Dita menatap lembaran kertas di tangannya dengan mata berbinar. Kertas itu merupakan lembar penilaian kinerjanya selama tiga bulan. Yang tidak ia sangka, Arkha memberi semua indikator penilaian dengan nilai hampir sempurna. Dita merasa begitu terharu dengan apresiasi yang Arkha berikan padanya itu.
Seorang staf HRD yang duduk di depannya kembali memberikan Dita lembaran berkas. Dita membaca dengan seksama berkas yang ternyata kontrak kerja baru untuknya itu. Perpanjangan kontrak kerja yang hanya selama enam bulan saja membuat Dita hampir tersenyum kecut. Namun, Dita tidak mau menjadi manusia yang tidak bersyukur. Bagaimanapun Dita akan menghargai setiap proses yang ia lalui saat ini.
Untuk mengusir rasa sedihnya, Dita memilih pulang kantor dengan cepat. Kebetulan Arkha sedang di luar kota dan Dita bisa bersiap untuk datang lebih awal ke konser musik di GWM.
Event akbar pertama dalam masa kepemimpinan Arkha sebagai Dirut GWM itu akhirnya akan terselenggara malam ini. Dita mendatangi konser itu seorang diri. Ingin mengajak Tania, tapi temannya itu sudah datang bersama kekasihnya. Dita jelas tidak ingin menjadi obat nyamuk dengan bergabung bersama sepasang kekasih itu.
Suasana riuh dan gegap gempita konser yang akan segera dimulai membuat Dita tersenyum sendiri. Tidak menyangka akhirnya event ini terselenggara dengan baik. Sayang sekali orang nomor satu di GWM itu tidak dapat menyaksikan konser ini secara langsung. Kalau sesuai dengan jadwalnya Arkha seharusnya baru akan pulang besok lusa.
Dita merasa sangat ingin membagikan momen konser ini pada Arkha. Tapi, ia lagi-lagi takut sikapnya akan dianggap berlebihan. Hingga akhirnya Dita mengaktifkan kamera ponselnya lalu merekam kemeriahan konser itu. Dirasa cukup, ia menurunkan ponselnya kembali lalu mengirim video itu pada Arkha, bersama dengan sebuah pesan.
Dita : Selamat Pak, event pertama selama kepemimpinan bapak, berjalan lancar.
Dita kemudian menekan tombol kirim sambil tersenyum memandangi ponselnya.
"Ya, saya tau."
Suara yang terdengar datar itu begitu familier di telinga Dita. Hingga ia menoleh ke asal suara, ada pria ber-hoodie hitam berdiri di sampingnya. Kedua tangan pria itu bersembunyi di saku depan sweater hoodie yang dipakainya, tatapannya mengarah lurus pada panggung dengan nyala lampu sorot yang menyilaukan mata.
Dia, Arkharega Wisesa.
***
"Pak Arkha?" tanya Dita yang mengerjap berulang kali. Seperti memastikan sosok di hadapannya itu benar Arkha. "Bukannya seharusnya Pak Arkha belum pulang?"
"Tadi belum, sekarang sudah." Arkha menyimpan kembali ponselnya setelah membaca pesan yang terlanjur Dita kirim padanya tadi.
Dita tersenyum samar, lalu melempar pandangan ke titik yang sama dengan fokus Arkha. Arkha melirik gadis di sampingnya, tersenyum kecil melihat penampilan Dita yang sedikit berbeda. Celana skinny jeans berwarna biru dipadukan dengan kaos ketat berwarna putih membuat Dita tampak jauh lebih menarik ... dan meresahkan.
Kini Arkha seperti merasa bersandingan dengan seorang gadis muda yang baru kuliah di tahun pertama. Arkha memindai penampilannya sendiri, yang mengenakan sweater hoodie hitam dengan celana jeans berwarna sama dengan Dita. Ia merasa agak salah kostum setelah melihat lautan manusia di depannya. Pasti panas sekali pikir Arkha.
"Kenapa, Pak? Kita bisa nonton dari sini saja. Di sana memang panas dan berdesakan," ujar Dita menyadari keresahan Arkha.
"Memang kalau maju sampai ke depan sana, bisa?" tunjuk Arkha ke depan panggung.
Dita mengangguk. "Mau naik panggung juga bisa buat Pak Arkha!" guraunya sambil tertawa. Hingga perlahan tawanya memudar, mendapati Arkha menarik ke atas hoodie yang dipakainya. Dita bahkan sempat melihat gurat kotak-kotak perut Arkha saat kaos yang dipakainya sebagai dalaman tak sengaja ikut terangkat.
"Pak Arkha kenapa buka baju?" Kening Dita berkerut tiga memandangi bosnya.
Arkha tak bersuara saat baru menyadari outfit mereka saat ini begitu sama. Kaos yang Arkha pakai saat ini juga berwarna putih, sama seperti Dita. Keduanya tertawa kecil menyadarinya, salah tingkah kompak menyerang dua manusia yang saling menyimpan rasa kagum itu.
"Ayo Dita, saya ingin menonton konser persis di depan panggung. Kamu bisa membawa saya kesana?" Arkha memastikan lagi. Hoodie-nya kini sudah berada di lengan kirinya.
"Bisa, Pak. Mari ikut saya!" Dita begitu bersemangat saat mengatakannya, hingga tanpa sadar ia memegangi lengan Arkha tanpa pamit lebih dulu pada pria itu.
Arkha pun merasa tidak keberatan, malah mempererat genggaman tangannya dengan Dita. Rupanya Dita membawanya ke bagian belakang panggung, meminta izin pada panitia penyelenggara agar bisa langsung masuk mengisi bagian depan panggung. Beberapa orang yang mengenali Arkha dan Dita lantas memberi hormat dengan gerakan mengangguk sopan seraya mengulas senyum. Untuk pertama kalinya Arkha membalas senyum pada mereka, karena mengikuti Dita.
Beberapa petugas keamanan mengawal langkah Arkha dan Dita. Memasuki area kosong batas antara panggung dan penonton. Dari sana mereka dibukakan pagar untuk masuk ke area penonton paling depan. Dita tahu seluruh pasang mata menatap tak terima pada dirinya dan Arkha yang tiba-tiba datang dan mengisi posisi paling depan. Namun, tatapan tak terima itu berubah menjadi tatapan memuja pada sosok Arkha yang rupawan.
"Pak Arkha yakin mau di sini saja?" Dita memastikan.
Arkha baru akan menjawab saat Dita terdorong dari belakang oleh seseorang. Kalau saja Arkha tidak dengan sigap menahan tubuh Dita, mungkin Dita sudah menabrak pembatas pagar besi di depannya. Arkha menatap tajam ke arah belakang Dita, tapi ia juga kebingungan harus menyalahkan siapa karena ramainya suasana di sana.
"Pegangan sini, Pak," Dita menunjuk salah satu ruas pagar besi di depannya. Gadis itu seperti tak merasa terganggu dengan dorongan yang ia dapat tadi.
Arkha menurut mengikuti Dita berpegangan pada pagar hingga mereka kini berdiri bersisian. Arkha menatap panggung megah di depannya, beberapa personel band yang tidak ia kenal itu sedang bersiap di atas sana. Saat si vokalis wanita mulai menyapa terdengar balasan sorak sorai dari penonton.
Dita di sampingnya juga memekik senang, bertepuk tangan lalu melambaikan tangannya kepada si vokalis. Dentuman musik mulai terdengar, Arkha terhipnotis dengan gerakan lincah Dita yang melompat mengikuti irama musik. Bibir Dita mengikuti lirik lagu yang tertera di layar dengan lancar, ikut bernyanyi bersama ribuan orang di sana tanpa ada beban.
Bermula dari tatap matamu
Menyihirku dan merasuk dalam hati
Kuteruskan menatap dirimu
Perlahan kularut dalam khayalanku
Entah mengapa hanya kamu yang begitu berbeda
Menarik hatiku jauh ke dalam rasa cinta
Lagu memasuki reff, Dita terdengar mengeraskan suaranya begitupun semua orang yang ada di sana. Lagu pembuka konser ini menurut Arkha benar-benar membuat suasana langsung meriah. Dorongan-Dorongan dari arah belakang kembali terasa, akibat dari mereka yang mungkin tidak santai bernyanyi.
Sementara Dita asik bernyanyi, Arkha justru siap siaga mengawasi sekitar Dita. Tangan besarnya berada di belakang punggung Dita menjadi tameng dari orang-orang yang mungkin akan menabrak tubuh perempuan itu. Hingga seorang pria terdorong dan mengenai tangannya, Arkha memilih mengubah posisinya menjadi berdiri di belakang Dita.
"Kenapa pindah, Pak?" tanya Dita berteriak di depan wajah Arkha untuk pertama kalinya.
Arkha tersenyum geli, mendapati Dita tidak jaim sama sekali, malam ini.
Dita salah tingkah, tangannya bergerak menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Sini Pak, sweaternya saya yang pegang." Dita meraih sweater yang sejak tadi ada di genggaman tangan tangan kanan Arkha itu.
"Tidak usah, Dita." Arkha melirik tempatnya di depan pagar yang sudah digantikan oleh orang lain. Seorang pria yang tampak meneguk ludah melihat lekuk tubuh Dita yang indah.
"Nggak apa-apa, Pak!" kata Dita lagi dan Arkha tetap menolak.
"Sudah lanjut nyanyi lagi saja," perintah Arkha membuat Dita tersipu malu. Dita terpaksa kembali menghadap panggung demi menyembunyikan wajahnya yang terasa panas.
Hingga terasa lengan Arkha melingkari pinggangnya. Pria itu tengah mengikat bagian tangan sweater miliknya itu di depan perut Dita. Dita menunduk melihat sweater Arkha sudah menutupi bagian pinggulnya.
Dita menoleh ke belakang, sedikit mendongak karena tingginya hanya memang sebatas leher Arkha. Dilihatnya Arkha yang tersenyum lembut padanya. Waktu menjadi terasa begitu lambat bagi Dita maupun Arkha. Mereka sama-sama tahu, tubuh mereka bahkan saling bersentuhan saking dekatnya posisi mereka. Namun, keadaan tidak dapat membuat mereka mencipta jarak, dan memilih pasrah dengan rasa hangat yang menjalari tubuh mereka masing-masing.
Begitu lembut caramu meluluhkan aku
Begitu hangat caramu taklukkan aku
Begitu terbuai ku karna pandanganmu
Begitulah kamu
Kau bawa terbang tinggi rasaku
Dan kau isi ruang cinta dalam hati
Di setiap khayalan indahku
Kau menari-nari dalam pikiranku
'Lagu Cinta' milik Geisha terus mengalun, mewarnai adegan romantis yang tak pernah mereka kira akan terjadi. Dita sendiri merasa kakinya tak lagi berpijak di atas bumi. Tangan Arkha masih setia melingkari pinggangnya sejak tadi. Tidak tahukah pria itu, kalau Dita sudah merasa seperti diajak terbang ke langit ketujuh? Dita merasakan jantungnya tak kalah berdentum keras dari musik yang terdengar saat ini.
Begitu lembut caramu meluluhkan aku
Begitu hangat caramu taklukkan aku
Begitu terbuai ku karna pandanganmu
Begitulah kamu
"Kenapa diam, Dita? Ayo nyanyi lagi," titah Arkha seperti tak merasa berdosa.
Arkha bertindak semakin tidak tahu diri. Meletakkan dagunya di atas pundak kanan Dita, perlahan mengikuti Dita menyanyikan reff lagu yang belum juga habis itu.
Begitu lembut caramu meluluhkan aku
Begitu hangat caramu taklukkan aku
Begitu terbuai ku karna pandanganmu
Begitulah kamu ...
Maaf kemarin aku lupa up. Semoga part ini menghibur hari seninmu 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro