Bab. 21
Arkha : Temani saya ke pesta kolega kakek. Di hotel pasifik, jam 7 malam ini.
"Mau sampai kapan lo baca ulang tuh pesan dari bos, lo?" seru Rany sambil berkacak pinggang.
Dita hanya menatap datar sang adik, ia kembali melihat ke layar ponselnya. membaca lanjutan pesan dirinya dan Arkha.
Dita : Maaf, Pak. Maksudnya bagaimana?
Arkha : Temani saya ke pesta kolega kakek. Di hotel pasifik, jam 7 malam ini.
Dita yakin Arkha hanya menyalin pesan sebelumnya lalu mengirim ulang padanya. Sudah belasan menit ia hanya memandangi pesan itu. Berharap akan ada pesan baru dari Arkha yang masuk, yang menyatakan kalau pria itu salah mengirim pesan.
Rany sendiri sejak menginjakkan kakinya di rumah ini langsung mendatangi kakaknya itu. Dan, mengetahui sang kakak diajak untuk menghadiri sebuah pesta, tanpa ragu Rany menyeret Dita naik ke kamarnya di lantai dua.
Ia membongkar seluruh koleksi dress miliknya dari lemari. Mengeluarkan berbagai jenis alas kaki yang bisa digunakan untuk ke pesta. Belum lagi tas dan aksesori lainnya untuk Dita gunakan.
"Cepetan nih lo pilih, mau pakai yang mana!" Rany kembali memerintah.
Dita menatap malas pada semua dress cantik milik Rany. Ia masih yakin kalau Arkha mengirimkannya pesan dalam keadaan tidak sadar. Secara, pria itu punya pacar yang cantik. Kenapa tidak membawa pacarnya saja ke pesta itu? Sungguh, meminta Dita menemaninya ke pesta belum bisa diterima akal sehat Dita.
"Woi, udah jam setengah lima tuh!" Rany menunjuk jam dinding di kamarnya. "Lo bisa telat, dipecat si Arkha baru tau rasa lo!"
Dita menatap Rany yang sibuk menata kotak-kotak penyimpanan aksesori di lantai. Dita mendadak mengingat status pekerjaannya saat ini. Ia hanya pegawai kontrak dengan status percobaan tiga bulan. Ia benar-benar harus berhati-hati jika tidak ingin kehilangan pekerjaannya. Bersamaan dengan pemikiran yang muncul itu, sebuah pesan dari Arkha kembali masuk.
Arkha : Ini memang di luar jam kerja. Tapi saya meminta kamu menemani saya karena kamu adalah sekretaris saya. Jadi, tolong jangan terlambat.
Dita tersenyum masam. Arkha rupanya tidak salah kirim. Dita yang salah karena terlalu berlebihan tentang perintah Arkha sore ini. Padahal pria itu memang memintanya karena ia seorang sekretaris. Dita yang sejak tadi duduk bersila di atas sofa panjang di depan tempat tidur Rany, akhirnya beranjak turun dari sana.
"Lo atur aja Ran, baiknya gue pakai apa. Nanti lo anter ke kamar gue. Gue mandi dulu," ucap Dita sebelum berlalu.
Rany biasanya akan menolak saat Dita memerintahnya begitu. Namun, kali ini ia malah membuat sikap hormat sambil tersenyum senang. "Siap, Nyonya Dita!" seru Rany bersemangat.
***
Keputusan Dita meminta Rany mengatur penampilannya untuk pergi ke pesta menemani Arkha adalah salah satu hal yang ia sesali dalam hidupnya. Untuk make up wajah dan tatanan rambutnya yang merupakan hasil kerja tangan Rany, Dita harus mengakui ia bersyukur memiliki adik seperti Rany. Namun, untuk pilihan dress Rany, Dita benar-benar ingin memutar waktu dan memilih sendiri saja dress di kamar Rany tadi.
Off shoulder dress yang panjangnya mencapai mata kaki, dengan belahan di tengah setinggi lutut pilihan Rany, kini sudah membungkus tubuh Dita dengan sangat baik. Bahu telanjang Dita terekspos sempurna, dengan kalung emas putih menghiasi lehernya. Untuk alas kaki, Dita memakai ankle strap heels berwarna moka keemasan senada dengan dress yang dipakainya.
Dari undangan digital yang Arkha kirim, diketahui kalau pesta yang akan mereka hadiri adalah sebuah pesta pernikahan putri tunggal seorang pengusaha properti di Indonesia. Menurut Rany, Dita sah-sah saja berpenampilan seperti ini untuk mendampingi cucu seorang pemgusaha seperti Wisesa.
Waktu yang sudah sangat dekat menuju jam yang diperintah Arkha, membuat Dita tidak dapat mengganti dress lain selain pilihan Rany ini. Ia hanya berharap, Arkha tidak berpikir kalau ia menggoda pria itu dengan berpakaian terbuka seperti ini.
"Pak, saya sudah di hotel. Sedang menuju lift untuk naik ke Grand Ballroom," ucap Dita melaporkan keberadaannya pada Arkha lewat sambungan telepon.
"Baik, saya di teras."
Sesingkat itu Arkha menjawab, lalu mematikan sambungan dengan tak sopan. Dita sudah memasukkan kembali ponselnya ke dalam clutch mini yang lagi-lagi dipinjamkan oleh Rany. Benar kata sang ibu, bekerja bertahun-tahun pun, ia tidak memiliki apapun kalau bukan pemberian Rany. Lamunan Dita terhenti begitu pintu lift terbuka. Ia melangkah keluar dan matanya dimanjakan kemewahan ballroom hotel berbintang enam itu.
Melewati penjagaan yang begitu ketat, Dita melanjutkan langkahnya menuju teras yang dimaksud Arkha tadi. Tidak sulit bagi Dita untuk menemukan tempat itu, karena menjadi satu bagian dengan ballroom tempat pesta pernikahan itu digelar. Punggung tegap Arkha tampak di manik mata Dita, senyumnya terukir alami bahkan hanya melihat pria itu dari arah belakang.
***
Masih cukup jauh langkah Dita, saat Arkha lebih dulu menoleh ke belakang. Kini untuk pertama kalinya ia menatap wanita itu tanpa berkedip. Wanita yang belakangan ini mengisi hari-harinya. Wanita yang senyumnya selama ini sering kali ia abaikan, hanya demi menyembunyikan ekspresi terpesonanya pada wanita itu.
"Saya belum terlambat, kan, Pak Arkha?"
Arkha mendengar jelas pertanyaan yang ditujukan untuknya itu. Namun, yang ia lakukan hanya meneguk ludah. Susah payah mencoba berbicara saat sistem pengendalian dirinya sama sekali tidak berfungsi.
"Pak Arkha!" panggil Dita lebih keras hingga pria itu tersentak.
"Sudah datang rupanya." Kalimat bodoh itu meluncur dan Dita hanya mengangguk patuh. "Sudah, Pak," jawab Dita.
Arkha berjalan lebih dulu, bertindak seperti biasa dengan mengabaikan Dita. Namun, saat ekor matanya mendapati Dita merapikan ujung dress-nya saat akan berjalan, tangan Arkha terulur pada Dita.
Dita sempat mengerjap saja untuk beberapa saat. Memandangi tangan besar Arkha yang mengarah kepadanya. Tatapan Arkha sendiri menuntut Dita untuk menerima uluran tangan itu. Perlahan tapi pasti, telapak tangan Dita kini sudah dalam genggaman tangan Arkha. Dan, dalam hitungan detik kini Dita sudah menggamit lengan Arkha dengan posesif.
Debaran tak karuan Dita rasakan saat berjalan beriringan dengan Arkha menuju ballroom. Dita bahkan baru bisa bernafas lega setelah melepaskan tangannya dari lengan Arkha, itupun ia harus berpura-pura menerima minuman dari seorang waiter yang datang menawarkan minuman untuknya.
Masih dalam momen menunggu pesta dimulai, seorang pria berusia lima puluhan datang menghampiri Arkha dan Dita. Dari garis wajahnya Dita menebak pria itu merupakan bagian dari keluarga Wisesa. Sedikit mirip dengan pria tampan dengan setelan jas hitam yang berdiri di samping Dita.
"Selamat malam, Om Reihan," sapa Arkha.
Pria yang kini Dita ketahui bernama Reihan itu tampak mengangguk saja. Matanya melirik Dita sebentar lalu kembali menatap Arkha. "Dia siapa?"
Arkha menoleh ke sisi kanannya lalu kembali melihat ke Om Reihan. "Sekretaris Arkha, Om."
"Oh, sekretaris. Sudah Om duga. Lagipula kamu sudah sama model cantik itu, kan? Om lihat kamu bawa dia ke apartemen kamu kemarin siang," ucap Om Reihan dengan senyum menggoda pada Arkha.
Arkha terkekeh saja. Sementara Dita hanya bisa tersenyum getir menanggapi ucapan kerabat bosnya itu.
Terima kasih untuk vote dan komennya🙏
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro