Bab. 17
Hingga siang menjelang, kebingungan Dita masih belum terjawab. Ditambah Arkha sepertinya tidak juga ingin menjelaskan. Sejak awal Dita sudah memaklumi sikap Arkha yang irit bicara itu. Lagipula mungkin juga ia terlalu ingin tahu, tadi. Sebenarnya ia cuma penasaran sejak kapan pria itu tinggal di GWA, karena yang Dita tahu Arkha tinggal di rumah kakeknya.
Pagi ini Dita memulai pekerjaannya dengan mendatangi departemen operasional di lantai lima. Hari jumat lalu saat rapat, Pak Dennis selaku Direktur Operasional mengatakan keberatan atas pembangunan GWM 2 dalam waktu dekat. Dikarenakan ada beberapa event yang akan diselenggarakan dalam kurun waktu enam bulan ke depan.
"Pagi, Nao!" sapa Dita begitu tiba di kubikel yang berada tepat di ruangan Pak Dennis.
Naomi, sekretaris Pak Dennis, membalas sapaan Dita dengan senyum lebar. Gadis cantik itu memang sudah mengenal sejak Dita masih bekerja di Mal. Dimana jabatan Dita saat itu masuk ke dalam departemen operasional GWM.
"Langsung masuk aja, Dit. Pak Dennis mau kasih proposalnya langsung ke elo," Naomi menunjuk ruang kerja atasannya dengan pulpen di tangannya.
"Oke," balas Dita lalu membawa langkahnya menuju ruangan itu. Mengetuk pintu sebanyak tiga kali, Dita lantas menyentuh gagang pintu, dan mendorongnya pelan. "Selamat pagi, Pak Dennis," sapanya kemudian.
"Ya," balas Pak Dennis. "Duduk," perintahnya pada Dita.
"Tujuan saya kesini ...."
"Ingin mengambil proposal event, kan?" Pak Dennis tiba-tiba menyela kalimat Dita.
"Iya ... Pak," sahut Dita.
"Proposal event apa?" Pak Dennis kembali bertanya.
Dita cukup mengerti kalau situasi saat ini sangat tidak baik untuknya. Namun, yang tidak ia pahami, apa yang membuat Pak Dennis kesal padanya seperti ini?
"Proposal event Music Festival dan Wedding Fair, Pak."
"Masih ingat kamu rupanya?" Ada seringai tipis di wajah pria berusia lima puluhan itu saat mengatakannya.
"Tentu, Pak!" balas Dita cepat.
"Tapi, kenapa kamu tidak menyampaikannya pada atasan kamu?" Suara Pak Dennis terdengar dingin.
"Baru menjadi sekretaris Dirut saja gayamu setinggi langit, Dita!" seru Pak Dennis lagi.
"Maaf Pak, saya tidak mengerti kenapa Pak Dennis marah seperti ini pada saya," ungkap Dita jujur.
Pak Dennis meletakkan dua proposal yang sudah dijilid rapi ke atas meja kerjanya. Lalu membuka halaman demi halaman proposal yang merupakan gabungan hasil kerja antara departemen pemasaran dan operasional itu. Hingga pada lembar pengesahan, jari telunjuknya menunjuk pada tanda tangan milik Dita di sana.
Ingatan Dita kembali pada masa ia bekerja di Mal. Perencanaan event itu memang sudah ada sejak ia masih di Mal dulu. Dan, ia juga sempat menyampaikannya pada Arkha saat pertama kali ia menemani Arkha meninjau area yang akan dibangun GWM 2.
"Bukankah kamu yang paling tahu dengan rencana kerja departemen operasional tahun ini? Tapi kenapa kamu tidak berusaha menyampaikannya pada Pak Arkha?" tanya Pak Dennis.
"Tapi menurut saya itu bukan kapasitas saya sebagai sekretaris ...."
"Jadi, benar kamu sedang berlagak menjadi sekretaris yang baik dan patuh dengan mendukung semua ide dari Pak Arkha. Meskipun kamu tahu ada opsi yang lebih baik dari gagasannya itu?" Pak Dennis menghentikan Dita yang akan membela diri.
"Tapi, pak ...."
"Saya tidak menyangka attitude kamu menjadi rendah seperti ini, Dita. Kamu pikir dengan menjadi sekretaris direktur utama, kamu bisa bersikap angkuh?"
"Saya tidak tahu bagian mana dari sikap saya yang menurut Pak Dennis angkuh," balas Dita tak terima.
"Kamu bahkan tidak meminta maaf, karena kamu tidak mau menyadari kesalahan kamu. Bukankah itu sebuah sikap yang angkuh, Dita?"
***
Dita meletakkan begitu saja proposal yang dibawanya dari departemen operasional tadi, ke atas meja kerjanya. Kemudian ia membawa langkahnya menuju toilet. Di depan cermin besar wastafel toilet itu, Dita memandangi pantulan dirinya sendiri yang dinilai angkuh oleh Pak Dennis tadi. Hari ini Dita mengenakan blouse lengan panjang berwarna nude dengan bawahan rok bermodel pensil berwarna hitam. Rambut hitamnya tergelung rapi, dengan riasan wajah sederhana. Namun, penampilan cantiknya hari ini harus kalah dengan raut wajah kesal yang kini terpasang sempurna di wajahnya.
Dita bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi pada Pak Dennis. Bukannya Dita ingin membela diri, tapi memang ia pernah menyinggung rencana event itu pada Arkha. Mungkin Arkha lupa dengan hal itu, dan lagipula apa yang Arkha sampaikan soal pembangunan GWM 2 baru berupa gagasannya. Bukan keputusan mutlak yang tidak memerlukan pertimbangan dari setiap departemen. Menurut Dita, Pak Dennis tak perlu marah hanya karena hal itu. Parahnya sampai mengatai dirinya angkuh.
Dita memutar tubuhnya, menyandarkan bokongnya di pinggiran wastafel, memunggungi cermin. Tangannya bersedekap di atas dada, mencoba mengusir rasa kesal yang memenuhi hati. Ia tidak seharusnya tersulut emosi hanya karena Pak Dennis yang ia ketahui sejak lama memiliki sifat yang menyebalkan. Kembali menuju kubikelnya, Dita merasa siap untuk lanjut bekerja.
Namun, saat beberapa langkah lagi menuju kubikelnya, pintu ruangan Arkha terbuka. Langkahnya terhenti, bersamaan dengan Arkha yang menoleh ke arahnya.
"Analisa perbandingan GWM dengan kompetitor apa sudah selesai, Dita?" tanya Arkha. Wajah pria itu tak berekspresi.
"Belum, Pak. Akan segera saya kerjakan," jawab Dita cepat. Ia pun mengingat kegiatannya jumat sore kemarin bersama Arkha.
Sesaat setelah Dita menjawab, Arkha berjalan ke arah lift tanpa mengucapkan satu patah kata pun pada Dita. Dita berusaha tak peduli, meski pikirannya terus menghubungkan kejadian malam itu dengan perubahan sikap Arkha padanya.
Dita memeriksa kembali proposal milik departemen operasional tadi. Pada bagian rencana pengeluaran biaya, Dita masih membutuhkan persetujuan dari departemen keuangan. Untuk itu Dita kembali meninggalkan kubikelnya dan turun ke lantai lima. Setelah selesai, Dita memutuskan untuk menyerahkan proposal itu pada Arkha, dengan harapan persoalan event ini segera selesai.
Dita mengetuk pintu ruangan Arkha, sebelum membuka pintu itu dengan pelan. Senyumnya merekah saat melihat pria tampan itu duduk di belakang meja kerjanya. "Selamat pagi, Pak," ucap Dita. Waktu memang baru menunjukkan pukul sebelas pagi.
"Pagi," balas Arkha. "Analisa kompetitor sudah selesai?"
"Belum, Pak. Setelah ini akan segera saya kerjakan," jawab Dita. "Sekarang saya mau menyerahkan proposal dari departemen operasional, Pak."
Dita menyadari pandangan Arkha terfokus padanya. Yang sebenarnya tidak Dita mengerti apa maksudnya. Pria itu meraih proposal yang diberikan Dita, menarik kembali pandangannya menuju proposal di tangannya kini. Dengan wajah tak ramah Arkha mulai membolak-balik halaman pada proposal itu. Dita baru akan pamit, memberi Arkha waktu untuk memeriksa proposal itu, tapi saat Arkha mengambil pulpen dari mejanya, Dita memilih bertahan di sana. Ia berpikir mungkin ada sesuatu yang ingin ditanyakan Arkha padanya.
Namun, gerakan tangan Arkha yang mencoret sampul salah satu proposal dengan huruf x berukuran besar membuat mata Dita terbelalak. Dita juga terpaksa menerima kedua proposal yang dikembalikan Arkha kepadanya itu. Masih tidak cukup mengerti dengan apa yang terjadi, Arkha memintanya keluar dari ruangannya dan meminta Dita menyelesaikan pekerjaan yang dimintanya sejak tadi pagi.
Tetap Up setiap hari, walau aku bukan peserta gmg branding lagi 🙃
Terima kasih buat temen-temen pembaca yang sudah mampir dan meninggalkan jejak 😬
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro