Lembar 99
Kihyun berjalan dengan langkah lebar yang tampak terburu-buru menuju ke arah pemukiman. Dari belakang rekan-rekannya bersama empat perwira itu menyusul, membiarkan para pemuda Distrik 1 menetap di sana.
Dari kejauhan, Kihyun menemukan sosok Sohye berdiri di antara perwira yang berjajar di kaki Bukit terlarang. Kemarahan Kihyun semakin bertambah setiap kali langkah yang ia ambil semakin membuatnya mampu melihat sosok Sohye dengan jelas yang kala itu memandangnya dengan khawatir.
Dalam jarak sepuluh meter, para perwira itu mengangkat senjata mereka. Mengarahkannya pada Kihyun sesuai dengan perintah dari Kolonel Shin. Saat itu dari arah belakang Minhyuk berlari dan langsung menahan bahu Kihyun. Menghentikan langkah pemuda itu.
Kihyun hendak menepis tangan Minhyuk, namun saat itu Minhyuk memberikan gelengan penuh penekanan. Dan dari belakang, rekan mereka menyusul bersama keempat perwira yang tentunya menjadi kejutan bagi Kolonel Shin.
Mark sejenak menghentikan langkahnya dan berucap dengan suara yang tak terlalu keras, "di mana saja letak ranjaunya?"
Jooheon yang berada di samping Mark lantas menjawab dengan suara yang tak kalah pelan, "carilah bagian yang kosong. Jangan menginjak tanah yang subur."
Mark sekilas memandang rekan-rekannya sebelum memimpin mereka untuk mendekati Kolonel Shin. Berjalan dengan waspada namun tak terlalu menampakkan diri dan berhasil sampai dengan selamat di tempat pasukan Kolonel Shin.
"Apa-apaan ini? Apa aku sedang bertemu dengan para pengkhianat?" sindir Kolonel Shin.
Bukan Mark yang menjawab, melainkan Jaebum, "kami membawa perintah resmi dari Presiden."
Sebelah alis Kolonel Shin terangkat. "Apa itu?"
"Penarikan pasukan Divisi Infanteri 1 serta pemberhentian aktivitas militer dari kesembilan distrik."
Raut wajah Kolonel Shin terlihat datar namun terkesan marah. "Siapa kalian?"
"Divisi Infanteri 9."
Kolonel Shin tertawa sinis, terlihat tak percaya dengan perkataan Jaebum. "Divisi Kuda Putih, kah? Benar-benar mengagumkan."
"Kami datang untuk memberikan peringatan, semua sudah berakhir. Presiden telah memilih rakyatnya."
"Mundur!" Kolonel Shin tiba-tiba menggertak.
Youngjae menyahut, "Kolonel ingin melawan perintah Presiden?"
"Kau pikir aku takut dengan gertakan bocah seperti kalian. Menyingkir atau kalian akan berakhir di sini."
"Kolonel tidak bisa melakukan hal ini," ucap Mark dengan suara tenangnya.
"Aku tidak akan berbaik hati pada kalian. Pergilah selagi aku masih berbaik hati."
Mark sekilas memandang Kihyun sebelum berucap, "kita pergi."
Ketiga rekan Mark itu sedikit terkejut. Namun apapun yang mereka lakukan sepertinya itu tak akan membantu. Mereka lantas berjalan ke arah pemukiman. Namun saat berada di pinggir pemukiman, Mark menghentikan langkahnya.
Jackson menegur, "orang itu, bukankah Presiden ingin bertemu dengannya?"
"Kolonel Shin pasti akan membunuhnya," sahut Jaebum.
Di sisi lain, kedua kubu itu saling berhadapan. Pasukan Kolonel Shin telah menurunkan kembali senjata mereka. Kolonel Shin melangkah ke depan sembari menarik lengan Sohye yang kemudian ia dorong ke depan hingga terjatuh. Semakin memicu kemarahan Kihyun.
"Jangan gegabah," ucap Minhyuk yang masih menahan Kihyun.
"Mereka benar-benar licik," gumam Jooheon.
Kolonel Shin lantas berujar dengan lantang, "kau yang bernama Yoo Kihyun, buang senjatamu dan datanglah kemari!"
Tanpa pikir panjang, Kihyun membuang senjatanya dan hendak pergi ke tempat Kolonel Shin. Namun saat itu Hoseok menahannya dari belakang.
"Ini hanyalah jebakan."
Melihat hal itu, Kolonel Shin kembali bersuara, "kau tidak kasihan dengan gadis kecil ini? Lihatlah, bahkan dia sudah menangis sekarang ... datang kemari dan ambil gadis ini!"
Kihyun bertemu pandang dengan Minhyuk yang sekali lagi memberikan gelengan. Namun Kihyun segera memandang ke arah Sohye. Menurunkan tangan rekan-rekannya dari bahunya.
"Maaf," satu kata yang membimbing langkahnya meninggalkan rekan-rekannya. Namun hanya beberapa langkah dan ia kembali berhenti.
Memandang keempat rekannya menggunakan ekor matanya. Kihyun bergumam sebelum kembali melangkah, "ranjaunya."
"Apa yang baru saja dia katakan?" gumam Jooheon.
"Ranjaunya," jawab Changkyun dan mendapatkan perhatian dari ketiga rekannya.
Di sisi lain Kihyun terus mendekat hingga berdiri di jarak lima meter. Saat itu pandangannya menemukan tatapan khawatir Sohye. Kihyun melihat bahwa gadis itu benar-benar menangis. Kihyun juga melihat saat gadis itu menggeleng.
"Setelah semua yang terjadi padamu, aku heran kenapa kau masih hidup," ucap Kolonel Shin.
Kihyun menyahut, "sudah berakhir. Kau kalah dan kami menang. Semua yang kau lakukan tidak akan berguna."
Kolonel Shin tertawa sinis. "Sangat naif. Kalau begitu ambillah gadismu, aku tidak membutuhkannya lagi."
Kihyun tak bergerak sama sekali, dan setelah sempat terdiam. Kolonel Shin mencengkram lengan Sohye dan menarik gadis itu hingga berdiri. Membuat gadis itu kesakitan.
"Datanglah padanya, sepertinya dia sangat merindukanmu."
Kolonel Shin mendorong Sohye ke depan. Sempat ragu, Sohye lantas berjalan menghampiri Kihyun setelah mendapatkan perintah dari Kolonel Shin. Dahi Kihyun mengernyit ketika ia mengamati setiap langkah kecil yang di ambil oleh Sohye. Dan saat itu tangan kirinya terulur ke udara untuk menyambut kedatangan Sohye.
"Perhatikan langkahmu," batin Kihyun.
Saat itu tanpa sepengetahuan Kihyun, Kolonel Shin memberikan aba-aba pada anak buahnya yang serempak mengarahkan ujung senapan mereka ke arah Kihyun. Namun di sisi lain, rekan-rekan Kihyun yang menyadari hal itu pun bersiap untuk menyerang.
"Ayo," gumam Kihyun ketika tangan Sohye hampir menjangkau tangannya.
"Bunuh mereka," gumam Kolonel Shin.
Dalam waktu bersamaan kedua kubu saling melepaskan tembakan, namun sebelum itu terjadi, Kihyun lebih dulu menarik tangan Sohye hingga gadis itu jatuh ke dalam pelukannya yang kemudian jatuh berguling ke arah samping dengan cukup keras, disusul oleh ledakan yang berada tepat di depan pasukan Kolonel Shin dan mengacaukan pertahanan kelompok militer yang tak begitu banyak itu.
Kihyun melepaskan pelukannya dan segera berdiri. Meraih tangan Sohye dan membawa gadis itu berlari dengannya di saat rekan-rekannya terus melepaskan tembakan. Bukan untuk menyerang lawan mereka, namun tembakan mereka mengarah pada ranjau di sekitar tempat para anggota militer itu. Dan entah pada ledakan ke berapa, tubuh Kolonel Shin terpental jauh dan itulah akhir dari hidupnya, ketika tubuh pria itu justru jatuh tepat di atas ranjau yang kemudian meledak.
Kihyun menoleh sekilas ke belakang tanpa menghentikan langkahnya. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika rekan-rekannya mulai menyerang anggota militer yang tersisa. Tampak keterkejutan di wajah Kihyun sebelum pandangannya mengarah pada kakinya. Tangan yang tiba-tiba gemetar itu lantas mengeratkan genggamannya pada tangan Sohye.
"Kenapa kau berhenti?" gumam Sohye dengan tangis yang masih tertahan.
Kihyun memandang Sohye. Tanpa berpindah sedikitpun, Kihyun menarik Sohye ke dalam pelukannya. Membiarkan air mata itu menyentuh wajahnya yang kotor.
"Maafkan aku," lirih Kihyun sebelum menggigit bibir bawahnya sendiri guna menahan isakan yang tiba-tiba keluar dari mulutnya.
Di sisi lain, rekan-rekannya telah berhenti menyerang ketika tak ada lagi perlawanan dari pihak militer. Mereka kemudian datang mendekat dan Kihyun yang menyadari hal itu langsung menegur, "jangan mendekat!"
Semua berhenti dengan wajah bingung, dan saat itu Kihyun melepaskan pelukannya. Menangkup wajah Sohye dengan tangannya yang masih sedikit gemetar, seakan ketakutan yang ia rasakan sekarang benar-benar tak bisa lagi ia kendalikan.
"Kau terluka?"
Sohye menggeleng. "Jangan menangis."
"Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf. Janji yang sudah kuucapkan dulu ... aku tidak bisa menepatinya."
"Kau sudah menepatinya."
Kihyun menggeleng. "Tidak, aku tidak benar-benar melakukannya." Kihyun memandang ke arah rekan-rekannya dan kemudian memanggil salah satu dari mereka, "Minhyuk, datanglah kemari."
Minhyuk datang mendekat, semakin membuat semua orang bingung. Dan setelah Minhyuk berdiri di depan mereka, saat itu Kihyun menarik tangannya dari Sohye.
"Bawa Sohye pergi."
"Apa maksudmu?" tanya Minhyuk.
"Kau ingin pergi ke mana?" sahut Sohye.
"Lakukan saja. Cepat pergi dari sini."
Mata Minhyuk memicing. Menatap penuh selidik hingga pandangannya terjatuh pada kaki Kihyun dan saat itu netranya membulat terkejut.
"K-kau?" terdengar tak percaya sebelum sebuah bentakan keluar, "apa yang sudah kau lakukan!"
Semua orang kecuali Kihyun tentu saja terkejut dengan suara Minhyuk. Dan mereka akan lebih terkejut lagi ketika mengetahui bahwa saat ini satu kaki Kihyun berdiri di atas ranjau yang siap meledak ketika beban itu terangkat.
"Kenapa kau menginjaknya!" dan berkat bentakan ke dua Minhyuk, mereka tahu apa yang terjadi saat ini.
Sohye memandang ke arah kaki Kihyun. Menatap tak percaya dan menutupi mulutnya sendiri menggunakan tangannya.
"Jangan banyak bicara dan cepat pergi dari sini."
"Tidak, aku tidak mau," Sohye membantah.
"Jangan membantah."
Sohye berujar dengan nada yang lebih meninggi, "kita baru saja bertemu, kenapa kau melakukan hal ini padaku?"
Tak ingin menanggapi Sohye, Kihyun memandang Minhyuk. Memberikan isyarat pada rekannya itu, dan dengan berat hati Minhyuk menarik tangan Sohye. Membawa gadis itu menjauh dengan paksa.
"Tidak mau, aku tidak mau pergi," Sohye memberontak, mencoba melepaskan diri dari Minhyuk. Namun Minhyuk tak mempedulikan hal itu.
Menghampiri rekan-rekannya, Minhyuk tak bermaksud menghentikan langkahnya dan berucap seakan ia tak peduli, "menjauhlah."
Jooheon memalingkan wajahnya. Menangis tanpa suara dan menyusul Minhyuk. Sedangkan Hoseok meraih bahu Changkyun dan membawa pemuda itu menjauh. Menyisakan Hyunwoo yang masih berdiri di tempatnya, tepat lima meter dari tempat Kihyun. Dan saat itu Mark kembali setelah tak mendengar lagi keributan dari sana.
"Pergilah Hyeong," ucap Kihyun.
"Tidak tanpamu."
"Yoo Kihyun! Kau tidak bisa melakukan ini padaku. Jangan lakukan ini padaku!" teriak Sohye yang masih mencoba melepaskan diri dari Minhyuk yang kala itu telah berdiri di jarak aman.
Kihyun sekilas memandang langit, mencoba menghentikan air matanya sebelum pandangannya kembali bertemu dengan Hyunwoo. Dia kemudian berucap, "tolong jaga Sohye untukku, carikan pria yang baik untuknya."
"Aku menolak. Kau lah pria yang terbaik untuknya, Yoo Kihyun."
Kihyun membuat segaris senyum di sudut bibirnya. Membiarkan air mata itu kembali membasuh wajah kotornya bersamaan dengan kakinya yang memberikan tekanan pada pijakannya.
"Terima kasih, untuk semuanya," batin Kihyun berucap dan saat itu ketika ia mengambil langkah untuk melarikan diri, ranjau di bawah kakinya meledak bersamaan dengan suara histeris dari Sohye yang kemudian teredam oleh dekapan Minhyuk.
Tubuh Kihyun terpental ke udara dan jatuh dalam jarak enam meter dari pusat ledakan dalam posisi menghadap langit. Membiarkan pandangannya menangkap langit biru sebelum rasa sakit terakhirnya sirna bersamaan dengan satu tetes air mata terakhir yang melepaskan diri dari kelopak mata yang menutup.
Semua orang serempak berlari menghampiri Kihyun termasuk Mark, kecuali Minhyuk dan Sohye. Saat itu Sohye mendorong tubuh Minhyuk dan hendak berlari ke arah Kihyun, namun Minhyuk tetap menahan tangannya.
"Lepaskan aku!" bentak Sohye yang menyatu dengan suara tangisnya.
Minhyuk tiba-tiba meraih kedua bahu Sohye dan membentak, "sadarlah! Ada ranjau di depan kakimu!"
"Aku tidak peduli!"
Tampak kemarahan di wajah Minhyuk, namun lebih dari itu. Kesedihan jauh berada di lubuk hatinya yang terdalam. Dengan kasar ia menarik tangan Sohye dan membawa gadis itu ke tempat Kihyun. Sedangkan rekan-rekannya sudah sampai di tempat Kihyun lebih dulu.
Changkyun segera menjatuhkan kedua lututnya pada tanah dan meraih tangan Kihyun. Menggenggamnya dengan erat.
"H-hyeong ..." suara lirih itu terdengar putusasa dan saat itu Mark datang.
Mark menarik tubuh Changkyun dan melemparnya ke belakang sedikit kasar sebelum memeriksa keadaan Kihyun. Memeriksa denyut nadi Kihyun, Mark menyadari bahwa napas serta detak jantung pemuda itu telah berhenti.
"Kau bisa menyelamatkannya?" tanya Hyunwoo.
"Minggir," gumam Mark terdengar terburu-buru.
Saat itu Sohye hendak menghampiri Kihyun, namun setelah melihat apa yang saat ini dilakukan oleh Mark. Minhyuk kembali menahan gadis itu yang kemudian jatuh terduduk dengan satu tangan yang masih digenggam olehnya.
Mark mencoba melakukan pertolongan darurat dengan melakukan CPR pada Kihyun. Dan saat itu tak ada apapun yang terdengar selain suara tangis Sohye dan deru napas Mark yang terdengar berat, berirama dengan gerakan tangannya yang menekan dada Kihyun.
Para pemuda Distrik 9 itu merasa telah kehilangan pijakan mereka. Setelah semua yang terjadi, pada akhirnya kisah Kihyun harus berakhir oleh ranjau yang mereka tanam sendiri. Semua sudah berakhir, itulah yang ada dihadapan mereka saat ini.
Jooheon bangkit, menjauh beberapa langkah sebelum duduk membelakangi rekan-rekannya. Kepala yang dengan cepat menunduk itu lantas mengundang tangis yang sempat tertunda. Tak ada yang bisa menyelamatkan mereka dari rasa penyesalan, dan saat itulah Minhyuk melepaskan tangan Sohye. Membiarkan tubuh gadis itu merapat pada tanah.
"Selamat tinggal, Kawan," batin Minhyuk. Memutar kakinya dan memutuskan untuk pergi menjauh. Semakin jauh hingga suara tangis Sohye terdengar samar dan menghilang ketika angin musim gugur berhembus dengan kuat.
Kembali ke gubuk, para pemuda Distrik 1 itu langsung menghampiri Minhyuk dengan raut wajah yang khawatir.
"Hyeong," teguran pertama dilontarkan oleh Hyunjin.
Ke dua oleh Minho, "apa yang terjadi? Kenapa Senior kembali seorang diri?"
Saat itu semua orang dikejutkan oleh air mata yang tiba-tiba keluar dari kelopak mata Minhyuk, meski wajah pemuda itu terlihat sangat datar seakan tak lagi bisa merasakan apapun.
"Senior ..."
Kali pertama dan terakhir, Minhyuk berucap dengan perasaan yang kosong, "tidak ada pengampunan bagi siapapun ... bunuh semuanya!"
Selesai ditulis : 13.07.2020
Dipublikasikan : 13.07.2020
Note : Mendekati episode terakhir🤧🤧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro