Lembar 98
Jooheon berjalan dari belakang gubuk sembari menggaruk bagian belakang kepalanya. Tampak kebingungan di wajah pemuda itu saat ini. Sempat menoleh ke pintu gubuk yang terbuka setelah terdengar suara orang berbicara, Jooheon meneruskan langkahnya menjauhi gubuk. Namun belum jauh ia melangkahkan kakinya, saat itu Hyunwoo keluar dari gubuk dan menegurnya.
"Lee Jooheon."
Jooheon menghentikan langkahnya dan berbalik dengan wajah yang tampak mengernyit. Hyunwoo lantas berjalan mendekat.
"Kau ingin pergi ke mana?"
"Persediaan makanan sudah habis. Mungkin karena terlalu banyak orang yang makan," ucap Jooheon dengan gaya bicara yang acuh. Dan memang benar bahwa mereka telah kehabisan persediaan makanan setelah lima haru berlalu terhitung dari malam itu.
"Kita tidak bisa kembali ke pemukiman. Mereka sudah pasti berjaga di sana."
"Lalu dari mana lagi kita akan mendapatkan makanan? Percuma kita menghindari mereka jika pada akhirnya mati kelaparan."
"Kami sedang memikirkan solusi."
"Solusi tidak akan membuat kenyang melainkan bosan." Jooheon sekilas menggaruk alisnya. "Begini saja, aku akan kembali ke pemukiman sendiri. Jika aku tertangkap, berarti umurku memang tidak boleh lebih panjang dari itu."
"Bicara sembarangan," sahut orang ketiga yang muncul dari balik punggung Hyunwoo. Keduanya segera memandang ke arah sumber suara dan mendapati Hoseok datang mendekat.
"Kau ingin pergi ke mana?" tanya Hoseok kemudian.
"Dia ingin kembali ke pemukiman," ucap Hyunwoo.
"Jangan gila, tidak akan ada apapun yang kau temukan di sana kecuali orang-orang itu."
Jooheon menghela napas, putusasa. "Harus bagaimana lagi? Kita tidak mungkin mati karena kelaparan."
"Kau lapar?" tanya Hoseok.
"Tentu saja."
"Kau bahkan baru saja makan satu jam yang lalu."
"Apa masalahnya kalau begitu?"
Changkyun yang mendengar keributan itu pun ikut keluar dari gubuk, meninggalkan Minhyuk dan Kihyun di dalam.
"Apa yang sedang kalian ributkan?"
"Tidak ada, bukan apa-apa," sahut Jooheon dengan cepat.
Hoseok berucap, "Minhyuk berencana pergi ke distrik sebelah."
"Memangnya bisa?" Jooheon menyahut.
"Ada begitu banyak jalan. Mereka tidak akan berjaga di semua tempat. Kau jangan pergi ke mana-mana."
"Aku akan naik," ucap Changkyun.
"Untuk apa?"
Changkyun tak menjawab dan meninggalkan ketiganya. Hyunwoo kemudian memandang Jooheon dan berucap, "dari pada kau membuat orang khawatir, lebih baik kau temani Changkyun."
Jooheon menghentakkan kakinya, terlihat kesal. Si sipit berbalik dan menyusul Changkyun.
"Apa tidak apa-apa membiarkan mereka pergi hanya berdua saja?" tanya Hoseok.
"Changkyun bukanlah orang yang mudah terpengaruh. Di mana anak-anak itu?"
"Mungkin berada di sungai."
"Aku akan melihat mereka."
Hyunwoo pergi. Berjalan ke belakang gubuk. Sementara Changkyun dan Jooheon menuju puncak Bukit terlarang. Sesampainya di sana, Changkyun segera menjatuhkan pandangannya ke arah pemukiman yang masih terlihat tenang setelah kekacauan yang kembali terjadi semalam. Meski tanpa ada kesepakatan terlebih dulu, kedua belah pihak saling bertemu dalam situasi tak menguntungkan saat langit sudah menggelap. Dan itulah yang terjadi selama lima hari terakhir.
Jooheon berdiri di samping Changkyun, sekilas memandang pemuda itu sebelum merangkul bahunya. Satu kali tepukan pada bahu Changkyun, Jooheon lantas berbicara, "bagaimana kabarmu?"
Changkyun sekilas memandang lalu berucap, "itu terdengar konyol."
"Eih ... kau ini. Itu artinya aku mengkhawatirkanmu. Bahkan kita jarang berhadapan."
"Aku masih bernapas, aku pikir itu adalah sesuatu yang baik."
Jooheon lantas mengusak rambut Changkyun sebelum menarik tangannya dan berjalan ke sisi lain. Jooheon lantas menggerutu, "udaranya semakin dingin saat malam. Aku curiga jika salju musim gugur akan turun di sini."
Changkyun berbalik memandang punggung Jooheon. Setidaknya semua orang sudah sering mendengarkan keluhan Jooheon tentang cuaca di sana. Changkyun lantas berucap, "Hyeong memiliki masalah dengan musim dingin?"
Jooheon berbalik, memandang dengan wajah yang mengernyit tanpa sebab. Ia kemudian berucap sedikit lantang karena jarak keduanya, "tentu saja masalah. Siapa yang bisa bertahan di medan perang saat musim dingin? Kita bahkan tidak pernah mendapatkan bimbingan militer. Kita hanya hidup seperti hewan liar."
"Kenapa Hyeong marah padaku?"
Jooheon tampak kaget. "Siapa yang marah padamu?"
"Hyeong meneriakiku."
"Aku berteriak karena kau jauh di sana ..."
"Tanpa Hyeong berteriak, aku sudah dengar."
Jooheon menggaruk kepalanya, terlihat serba salah sebelum mengibaskan tangannya ke udara. "Sudahlah, lupakan." Jooheon kembali memunggungi Changkyun, begitupun sebaliknya.
Tak begitu lama berdiam diri, netra Jooheon memicing ketika pandangannya melihat pergerakan di kaki Bukit terlarang.
"Ya! Lim Changkyun ... ada yang datang."
Changkyun segera menghampiri Jooheon dan memandang ke arah yang menjadi pusat perhatian dari Jooheon saat itu. Netra Changkyun turut menajam.
Jooheon kemudian memandang Changkyun dengan wajah yang menegang. "Mereka datang."
"Tidak."
"Apa?"
"Bukan mereka."
"Apa maksudmu? Jelas-jelas mereka memakai seragam militer."
"Lihatlah baik-baik, mereka membawa bendera putih."
Jooheon kembali memandang dan saat itu memang salah satu dari empat perwira itu memegang bendera putih berukuran kecil dan mengibaskannya ke udara, seakan sebagai isyarat bahwa mereka datang dengan niat yang baik.
Changkyun kembali berucap, "jika mereka anak buah Shin, mereka tidak akan melewati jalan itu. Mereka pasti datang dari arah pemukiman."
"Bisa jadi ini adalah jebakan."
"Mereka terlihat tidak asing, aku akan turun untuk memeriksa."
Jooheon menahan lengan Changkyun. "Tidak, terlalu bahaya. Kita kabari yang lain."
"Hyeong tetap di sini dan awasi area sekitar. Jika mereka membawa banyak orang, segera lepaskan tembakan peringatan." Changkyun bergegas menuruni Bukit terlarang.
"Ya! Jangan macam-macam. Terlalu berbahaya, Lim Changkyun." Terabaikan begitu saja dan hal itulah yang membuat Jooheon mendengus.
Jooheon mengawasi sekitar kaki bukit ketika Changkyun menghampiri keempat perwira yang saat itu berhenti bergerak. Dan saat pandangan Changkyun bisa menjangkau tempat para perwira itu, pemuda itu mengenali empat perwira yang saat itu menunggu kedatangannya.
Mark, Youngjae, Jackson dan juga Jaebum. Changkyun menghentikan langkahnya pada jarak satu meter dari tempat keempat perwira itu. Sebelum memberikan teguran pada tamunya, Changkyun lebih dulu memandang Jooheon dan memberikan isyarat menggunakan tangannya bahwa situasi aman.
"Mundur," perkataan dingin Changkyun menjadi teguran pertama bagi para perwira itu.
"Kami tidak datang dengan niat yang buruk," ucap Jackson, terdengar lebih bersahabat dari sebelumnya.
"Jika kalian tidak ingin mati sia-sia, mundur sekarang."
"Aish ... benar-benar keras kepala," gumam Jackson.
Mark menyahut, "kita harus bicara."
"Ada ranjau di depan kakimu."
Keempat perwira itu langsung memandang ke bawah dan baru tahu alasan kenapa Changkyun menyuruh mereka mundur sebelumnya. Tiga rekan Mark melangkah mundur, namun tidak dengan Mark yang sama sekali tak berpindah dari tempatnya.
"Ada perlu apa?"
"Apa kau yang memimpin teman-temanmu?"
"Bukan."
"Kalau begitu aku ingin bertemu dengan ketua kalian."
"Atas nama siapa kau datang kemari?"
Untuk kali pertama Changkyun melihat garis senyum di salah satu sudut bibir Mark meski hanya sekilas. Mark kemudian berucap tanpa ragu, "anggota Divisi Infanteri 9."
Changkyun terdiam beberapa saat. Sejak awal pemuda itu sudah tahu bahwa yang menguasai kesembilan distrik adalah Divisi Infanteri 1. Namun ia tidak mengerti kenapa Mark justru menyebutkan Divisi Infanteri 9 sebagai identitas mereka.
Youngjae yang melihat keraguan di wajah Changkyun lantas turut menyahut, "percaya atau tidak, itu adalah pilihanmu. Kami hanya datang untuk menyampaikan pesan dari Presiden."
Netra Changkyun memicing. Dan saat itu Jaebum berucap, "kalian berhasil mendapatkan dukungan rakyat sepenuhnya. Kalian sudah menang."
"Hampir," ralat Jackson.
Changkyun kemudian berucap, "ikuti aku, aku tidak akan bertanggung jawab jika sampai kalian terbunuh di sini."
Changkyun berbalik dan membimbing para perwira itu untuk ke tempat kelompoknya berada. Dalam perjalanan, Changkyun memberikan isyarat pada Jooheon agar pemuda itu segera turun bukit.
Changkyun masuk ke dalam gubuk dan hanya mendapati Minhyuk di sana. "Hyeong, di mana Kihyun Hyeong?"
"Pergi ke sungai, ada apa?"
"Mark datang kemari."
Minhyuk tampak terkejut. Pemuda itu kemudian keluar dari gubuk dan diikuti oleh Changkyun. Minhyuk menghampiri Jooheon yang tengah berhadapan dengan keempat perwira itu.
"Ada perlu apa?"
"Yoo Kihyun ada di sini?" Mark balik bertanya.
"Ikuti aku."
Minhyuk membimbing para tamunya berjalan mengarah ke belakang gubuk. Sedangkan Changkyun yang hendak menyusul keduanya sempat berhenti ketika Jooheon menahan lengannya.
"Aku akan berpatroli sebentar."
"Perlu kutemani?"
"Tidak, awasi saja orang-orang itu."
"Jangan jauh-jauh."
Jooheon sekilas mengangkat tangannya ke udara dan keduanya pun berpisah. Changkyun segera menyusul Minhyuk, dan ketika ia datang semua sudah berkumpul. Tampak Kihyun yang tengah berhadapan dengan Mark. Tak berniat bergabung bersama rekan-rekannya, Changkyun justru berdiri beberapa langkah di belakang Youngjae.
Kihyun memulai pembicaraan, "ada keperluan apa kalian datang kemari?"
Mark menjawab sebagai perwakilan, "kalian menang."
Orang-orang di sekitar Kihyun saling bertukar pandang dengan tatapan bingung.
Kihyun menyahut, "apa maksudmu?"
"Rakyat Korea Selatan mendukung kalian. Dalam waktu dekat Presiden akan menarik pasukan Divisi Infanteri 1 dan menghentikan semua aktivitas militer di kesembilan distrik."
"Kalian bebas," sahut Jaebum.
Semua orang menatap tak percaya, namun ada kelegaan di hati masing-masing yang belum bisa mereka sampaikan.
Kihyun kembali berucap, "dalam waktu dekat? Itu tidak akan menutup kemungkinan terburuk yang akan terjadi."
"Oleh sebab itu kami datang kemari."
"Katakan."
"Selama rencana pemberhentian aktivitas militer dari kesembilan distrik, kalian harus bersembunyi sampai kekacauan berhasil dikendalikan."
"Kau datang memberikan harapan palsu, Bung," ucap Hoseok tanpa minat dengan wajah yang mengernyit.
Jackson menyahut, "tidak akan sia-sia jika kalian menurunkan sedikit harga diri kalian."
"Apa maksudmu?"
"Divisi Infanteri 9 ditugaskan untuk menghentikan kekacauan di distrik. Dan kami ditugaskan untuk membawa kalian pergi dari tempat ini dengan selamat," pernyataan yang memicu perdebatan batin bagi para aktivis itu.
Minhyuk menengahi, "apa yang akan kalian dapatkan setelah membantu kami pergi dari tempat ini?"
Jawaban itu datang dari Mark, "kami menerima gaji setiap bulannya. Jika kau menanyakan jawaban kenapa kami bersedia melakukan hal ini, jawabannya adalah karena ini permintaan langsung dari Presiden."
Batin semua tersentak, tak terkecuali Kihyun yang saat itu bertemu pandang dengan Mark. Kihyun tak akan membiarkan jika Mark sampai mengungkit pertemuan mereka dengan Presiden waktu itu, namun sepertinya Mark juga tidak berniat membahas hal itu.
Jaebum turut menimpali, "saat ini Seoul sedang kacau. Perlu sedikit lebih banyak waktu untuk mengatasi semuanya."
"Kemana kalian akan membawa kami?" tanya Kihyun.
Mark menjawab, "Pulau Jeju."
Minhyuk menyahut, "kapan dan bagaimana caranya?"
"Dalam waktu dekat."
"Berarti tidak ada kepastian," sahut Hyunwoo.
Minhyuk kemudian berucap, "kami tidak akan berharap pada kalian, lakukan yang kalian inginkan. Kami akan bertahan dengan cara kami sendiri."
Youngjae menyahut, "akan lebih baik jika kalian menghindari mereka."
Pandangan Kihyun jatuh pada Youngjae. Kihyun tak tahu siapa yang memberikan foto kepada Changkyun. Namun setelah mengingat bahwa hanya perwira bernama Choi Youngjae itulah yang kenal baik dengan Changkyun, Kihyun berasumsi bahwa perwira itulah yang memberikan foto itu pada Changkyun.
Kihyun lantas kembali memandang Mark dan berucap, "kalian sedang mencari seseorang?"
Kebingungan kini terlihat di wajah pada perwira itu, dan Changkyun segera menangkap maksud dari Kihyun.
Kihyun kembali berucap, "Park Jinyoung, apa orang itu yang kalian cari?"
Para perwira itu terkejut dan Jackson segera mendekat, namun saat itu Hoseok menengahi keduanya dengan menahan dada Jackson lalu berucap, "tetap di tempatmu, Bung."
Jackson menepis tangan Hoseok dan memandang Kihyun dengan tatapan menuntut. "Di mana dia?"
"Pusat Penelitian Distrik 7. Jika kalian lambat, mungkin kalian tidak akan bisa bertemu dengannya lagi."
"Apa maksudmu?" tanya Mark.
"Pergilah ke tempat itu dan temukan jawabannya sendiri."
"Hyeong ... Hyeong ..."
Pembicaraan mereka terinterupsi oleh suara teriakan yang datang mendekat. Semua serempak menoleh ke sumber suara dan menemukan Jooheon berlari dengan tergesa-gesa.
"Kihyun Hyeong ..."
Hyunwoo menangkap bahu Jooheon untuk menghentikan pemuda itu. "Ada apa?"
"Sohye, dia ... dia kembali," ucap Jooheon dengan susah payah dan mengejutkan semua orang.
"Di mana dia sekarang?" tanya Kihyun, terlihat tak sabar.
"Pihak militer membawanya kemari."
Batin Kihyun tersentak.
Selesai ditulis : 12.07.2020
Dipublikasikan : 13.07.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro