Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 86

    Distrik 7.

    Menjelang siang hari, Kihyun dipindahkan ke ruang bawah tanah yang terasa lebih pengap dan panas karena terdapat api yang menyala di perapian yang berada dalam ruangan yang tak terlalu besar itu. Tempat yang terlihat kotor dengan beberapa batang besi yang berserakan. Kihyun tidak tahu menahu tentang ruang bawah tanah itu sebelumnya, dan pikirannya mulai tidak tenang ketika seorang pria berpakaian dokter yang tak lain adalah Profesor Lim—memasuki ruangan itu.

    "Jadi ini orangnya?" tanya Profesor Lim yang memperhatikan wajah Kihyun.

    "Benar, Profesor," sahut seorang pria di samping Profesor Lim.

    Profesor Lim memberikan isyarat kepada pria yang berdiri di belakang Kihyun, dan pria itu lantas menendang kaki Kihyun hingga satu lutut pemuda itu menghantam lantai dengan cukup keras.

    "Haruskah kita mulai sekarang, Profesor Lim?" tanya pria di samping Profesor Lim. Dan berkat teguran itu, Kihyun mengetahui bahwa pria yang saat itu mendekatinya tidak lain adalah ayah dari Lim Changkyun.

    "Berikan aku waktu sebentar," ucap Profesor Lim. Pria itu kemudian menjatuhkan satu lututnya di hadapan Kihyun. Membuat keduanya saling bertemu pandang.

    "Aku membutuhkan jawabanmu. Apa benar kaulah orang yang sudah menjarah tempat ini empat tahun yang lalu, Yoo Kihyun?"

    Netra Kihyun sedikit melebar, menegaskan rasa keterkejutannya.

    "Sekarang jawab pertanyaanku."

    Bukanlah sebuah jawaban yang keluar dari mulut Kihyun, melainkan sebuah cibiran. "Jadi kau adalah Lim Siwan itu? Pria keji yang menjadikan putranya sendiri sebagai objek percobaan."

    Senyum Profesor Lim tersungging. "Sepertinya aku harus berterima kasih padamu karena kau dan keluargamu sudah membesarkan putraku secara cuma-cuma. Tapi bagaimanapun juga dia tetaplah putraku, dan pada akhirnya dia akan kembali padaku."

    Kedua tangan Kihyun terkepal kuat. Jika saja tangannya tidak terikat, saat itu juga dia akan menghajar pria yang tak memiliki belas kasih di hadapannya itu.

    "Putraku telah memilih untuk kembali padaku, dan kau tidak perlu lagi mempedulikan anak itu ... sekarang jawab pertanyaanku. Kau ke manakan berkas yang kau curi empat tahun yang lalu?"

    "Aku membakarnya," jawab Kihyun dengan netra tajam yang tak lepas dari wajah Profesor Lim.

    "Kau yakin tidak menunjukkannya pada Presiden?"

    Batin Kihyun sempat tersentak, namun setelah ia mengerti maksud dari pertanyaan Profesor Lim, dia tertawa pelan. Seakan tengah menertawakan orang tua di hadapannya saat ini, meski ia tidak tahu dari mana Profesor Lim tahu bahwa ia sudah bertemu dengan Chunghee.

    "Kenapa kau tertawa?"

    Tawa Kihyun terhenti, kembali menatap tajam sang lawan bicara. "Kalian takut? Sepertinya memang benar bahwa kalian semua bersekongkol untuk membodohi Park."

    Profesor Lim menatap tanpa minat. "Aku tidak sedang ingin bermain-main denganmu. Jadi sebaiknya katakan apa yang perlu dikatakan sebelum kau tidak bisa bicara lagi."

    "Empat tahun yang lalu, aku membakar semuanya. Tapi siapa yang peduli? Setelah ini, kalian semua akan hancur."

    Profesor Lim memalingkan wajahnya sembari mendorong kasar kepala Kihyun ke samping sebelum beranjak berdiri. Pria itu lantas menjauh sembari berucap, "lakukan sekarang."

    Kedua pria yang ada di sana mengangguk, dan saat itu ikatan di tangan Kihyun terlepas. Pria di belakang Kihyun menarik baju pemuda itu hingga berdiri, dan setelahnya tubuh bagian depan Kihyun menghantam dinding.

    Pria itu merobek kaos Kihyun dan menghimpit pemuda itu, membuat Kihyun tak mampu bergerak. Sedangkan pria lain tampak mengambil sesuatu dari perapian menggunakan penjapit yang terbuat dari besi.

    Kihyun mencoba mencari tahu apa yang akan terjadi padanya. Dan netra pemuda itu membuat ketika mendapati pria lain menghampirinya dengan besi yang terlihat menyala karena baru diangkat dari perapian.

    "Apa yang ingin kalian lakukan?" ucap Kihyun penuh penekanan. Namun saat itu seseorang menekan bagian belakang kepalanya hingga wajahnya menempel pada dinding.

    Tangan Kihyun mengepal kuat ketika ia merasakan sesuatu yang panas semakin mendekati area punggungnya. Dan hanya berselang detik, teriakan kesakitan itu lolos dari mulut Kihyun ketika salah satu dari pira itu menempelkan besi panas itu pada punggung pemuda itu.

    Kihyun hampir tumbang, namun pria yang menahan tubuhnya dari belakang itu tak kunjung melepaskannya hingga ia rasakan kembali bagian lain kulitnya terbakar. Pemuda itu menangis dengan suara rintihan yang terdengar begitu kesakitan sebelum tubuhnya benar-benar tumbang. Berbaring di lantai dalam posisi tengkurang setelah suara teriakannya memenuhi ruang bawah tanah siang itu.

    Di sudut lain, tepatnya di samping pintu masuk. Changkyun berdiri mematung tanpa bisa melakukan apapun ketika suara Kihyun terdengar begitu menyakitkan di telinganya. Changkyun tidak percaya bahwa ia bisa melakukan ini semua pada Kihyun. Changkyun sangat menyesal, namun ia sadar bahwa penyesalannya itu tidak akan merubah apapun ketika takdir Kihyun telah diputuskan dalam tiga angka yang mulai hari itu berada di punggung pemuda itu.

    Pada akhirnya Kihyun tahu dari mana Changkyun mendapatkan luka di punggungnya. Dan pada akhirnya Kihyun tahu bagaimana perasaan Changkyun saat ia menemukan pemuda itu dalam keadaan sekarat beberapa tahun yang lalu. Semua berawal dari tempat terkutuk itu.

    Sore itu, para pemuda Distrik 1 berkumpul di rumah Kihyun bersama ketiga pemuda Distrik 9 yang tersisa. Bahkan sampai malam yang akan kembali datang, Minhyuk dan Hyungwon tak kunjung menemui mereka. Semakin membuat semua orang khawatir dan bertanya-tanya.

    Saat itu Minho kembali setelah memeriksa keadaan Minhyuk dan Hyungwon. Tepat setelah pemuda itu masuk, teguran pertama langsung dilontarkan oleh Hoseok.

    "Bagaimana? Kau bertemu dengan mereka?"

    Minho menggeleng. "Semua pintu terkunci, aku sudah memanggil beberapa kali tapi tidak ada yang menyahut."

    "Apa lagi sekarang?" keluh Jooheon.

    Hoseok menyahut dengan nada khawatir, "sebenarnya ada apa dengan mereka berdua?"

    Hyunwoo memandang kedua rekannya. Dari tujuh orang, kini hanya tersisa mereka bertiga. Hyunwoo tak ingin menerima kenyataan itu, namun ia juga tak bisa menyangkal kenyataan jika kelompok aktivis mereka telah kehilangan pondasi. Tiga orang penting yang menghilang dalam waktu bersamaan, sebuah fakta yang sulit untuk diterima.

    "Sekarang apa lagi yang bisa kita lakukan?" gumam Yongbok berhasil menarik perhatian semua orang.

     Dalam satu kali hembusan napas singkatnya, Hyunwoo lantas mengambil keputusan. "Jangan pikirkan siapapun. Untuk sekarang, pikirkan diri kalian masing-masing ... malam ini kita menetap di Gereja. Perasaanku buruk jika kalian menetap di sini."

    "Tidak adakah yang bisa kita lakukan saat ini?" tanya Changbin, sedikit menuntut.

    "Kami memahami situasi yang saat ini terjadi lebih dari kalian. Bertindak gegabah hanya akan menjadi ajang bunuh diri ... sembari menunggu kabar dari saudara kita yang lain, kita pikirkan apa yang akan kita lakukan."

    Changbin menyahut, "Kantor Kepala Distrik terbakar dan membuat semua perhatian tertuju pada tempat itu. Jika kita menyerang sekarang, mungkin kita akan menang."

    "Kau ingin menyerang menggunakan apa? Eoh!" balas Jooheon dengan nada provokasi seperti biasa. "Kau bahkan tidak memiliki senjata untuk menikam musuhmu, masih berani mengatakan hal semacam itu. Kau pikir semua bisa berjalan mudah hanya dengan membayangkan."

    Hyunwoo menimpali dengan lebih tenang, "Jooheon benar, kelemahan terbesar kita adalah tidak memiliki senjata. Kita tidak akan bisa melawan dengan tangan kosong."

    "Kalau begitu curi saja senjata mereka," celetuk Jeongin, terdengar begitu mudah dan menjadikannya sebagai pusat perhatian.

    "Kenapa? Kenapa semua melihatku?" ucap pemuda itu dengan gugup.

    Ketiga pemuda Distrik 9 itu saling bertukar pandang, mempertimbangkan ucapan Jeongin sebelumnya. Dan sepertinya ketiganya memiliki jalan pikiran yang sama.

    "Di mana gudang senjata mereka?" tanya Hyunwoo.

    Sudut bibir Jooheon tersungging. "Serahkan padaku, itu adalah bagianku."

    "Jangan bertindak gegabah," Hoseok memperingatkan.

    Jooheon berdiri dari duduknya dan berucap dengan santai sembari meninggalkan ruang tamu, "malam ini, tidurlah dengan nyenyak."

    Para pemuda Distrik 1 saling bertukar pandang, tak mengerti maksud sebenarnya dari perkataan Jooheon. Namun sepertinya hal itu dimengerti oleh Hyunwoo dan juga Hoseok yang kembali bertemu pandang dengan tatapan khawatir.






Selesai ditulis : 01.07.2020
Dipublikasikan : 03.07.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro