Lembar 79
Minhyuk segera menemui Kihyun setelah sampai di Gereja, sedangkan Hoseok dan Hyungwon memutuskan pergi ke Distrik 8 untuk memastikan keadaan dua rekannya yang belum memberi kabar.
Minhyuk membuka pintu ruangan di mana Kihyun berada. Dan Kihyun yang saat itu duduk di tepi ranjang segera bangkit dari duduknya dengan netra yang menajam. Hampir saja ia mengambil senjata api di balik bajunya.
"Apa aku mengejutkanku?"
Minhyuk mendekat dan saat itu Kihyun kembali duduk. "Bagaimana?"
"Sudah selesai, tapi anak-anak itu ingin tinggal di sana lebih lama lagi. Hoseok Hyeong pergi ke Distrik 8."
"Sendiri?"
"Tidak, dia pergi bersama Hyungwon."
Minhyuk kemudian menarik sebuah kursi dan mendudukinya. Berhadapan dengan Kihyun. "Kita harus segera membuat rencana."
Kihyun memandang beberapa detik sebelum memalingkan wajahnya. Merasa terlalu buruk untuk membuat rencana.
"Kau tidak ingin menyelamatkan Changkyun?"
"Dia sudah kembali pada keluarganya, untuk apa aku menyelamatkannya?"
"Keluarga yang mana? Memangnya kau tahu siapa keluarga anak itu? Jika memang dia baik-baik saja bersama keluarganya, anak itu tidak akan pernah sampai ke sini dan mengenal kita ... luka di punggung anak itu sudah membuktikan bahwa dia tidak akan baik-baik saja jika kembali ke Distrik 7."
Kihyun tak memberi respon.
"Kau, benar-benar akan merelakan anak itu? Kau benar-benar bisa melakukannya?"
"Diamlah sebentar, aku perlu waktu untuk berpikir."
"Kau sedang menunggu sesuatu?" selidik Minhyuk.
Kihyun sekilas memandang dan kembali berpaling, semakin menguatkan kecurigaan Minhyuk.
"Dengan siapa kau membuat perjanjian? Katakan padaku."
"Lupakan."
"Kenapa? Kau sedang mencoba menyembunyikan sesuatu lagi dari kami?"
"Kita tidak perlu membahas hal itu."
"Apa isi perjanjian yang kau buat?"
"Aku bilang tidak usah dibahas. Tunggu dua hari dari sekarang. Jika tidak ada perkembangan, kita akan langsung menyerang ... untuk sekarang, awasi anak-anak itu."
"Jangan membuatku meragukanmu. Jika kau menyadarinya, sebenarnya kelompok kita sudah terpisah saat ini ... menunda terlalu lama hanya akan memperburuk keadaan."
"Aku tahu. Tapi beri aku waktu sedikit lebih lama."
Minhyuk sekilas menggaruk keningnya, tampak rasa frustasi di wajahnya saat itu.
"Begini saja. Aku memberimu waktu sampai nanti malam ... jika kau belum mengambil keputusan, maka kami yang akan mengambil alih."
"Apa maksudmu?"
Minhyuk mendekat. Berbicara dengan wajah yang lebih serius, "anak-anak itu, bagaimanapun sejak awal mereka sudah membuat kesalahan karena berurusan dengan pihak militer. Orang-orang itu tidak akan melepaskan mereka, terlebih setelah insiden di Distrik 7. Begitupun mereka yang tidak terima atas kematian teman mereka ..."
Pandangan Kihyun perlahan terjatuh. Tampak tengah mempertimbangkan ucapan Minhyuk.
"Sekarang bayangkan jika itu dirimu. Bayangkan jika yang berada dalam posisi Bang Chan saat ini adalah Changkyun ..."
Netra Kihyun yang menajam segera kembali menemukan Minhyuk. Dan Minhyuk yang sempat menjeda ucapannya pun melanjutkan, "bagaimana? Apa kau bisa tetap duduk di sini untuk berpikir? Kita semua membutuhkan waktu, tapi waktu tidak akan pernah berpihak pada kita jika kita tidak berusaha mengejar waktu itu sendiri."
"Di mana mereka sekarang?" suara Kihyun terdengar lebih serius dari sebelumnya.
"Aku menyuruh mereka kembali ke rumahmu."
"Pergilah."
Sebelah alis Minhyuk terangkat. Menunjukkan rasa herannya.
Kihyun lantas kembali berucap, "pastikan bahwa mereka tidak melakukan apapun. Datanglah kemari malam nanti dan bawa mereka."
"Bagaimana dengan Changkyun?"
"Dia adalah tanggung jawabku, aku sendiri yang akan membawanya pulang."
"Jangan gegabah."
"Kau yang ingin semua dipercepat, aku hanya menuruti kemauanmu."
"Kau marah padaku?"
"Tidak."
Minhyuk menatap ragu dan berucap, "jika perkataanku barusan melukaimu, aku minta maaf."
"Tidak ada hal yang perlu dimaafkan. Nanti malam, datanglah sesuai kesepakatan. Katakan juga pada yang lain."
Minhyuk menaruh telapak tangan kanannya pada bahu Kihyun dan berucap dengan suara yang melembut, "jangan berpikir bahwa kau sendirian. Sampai akhir, kami akan tetap di sisimu."
"Terima kasih, sekarang pergilah."
Tiga kali tepukan pelan pada bahu Kihyun, Minhyuk beranjak dari duduknya.
"Aku pergi," pamitnya yang kemudian berjalan menuju pintu dan meninggalkan tempat itu.
Selepas kepergian Minhyuk. Kihyun membuka laci di samping tempat tidur dan mengambil foto yang ia dapatkan dari Changkyun kemarin. Kembali diperhatikannya sosok yang disebutkan oleh Changkyun. Siapa sangka, bahwa meski mulutnya menyangkal ketika pertanyaan itu keluar dari Changkyun. Ingatan Kihyun masih menangkap dengan jelas sosok yang sama dengan orang di dalam foto tersebut.
Berawal dari pertemuan mereka empat tahun yang lalu di Distrik 7 dan berlanjut ke pertemuan selanjutnya selama beberapa kali. Kihyun yakin bahwa ingatannya tidak salah dalam mengenali orang.
Ingatannya tiba-tiba mengulang kembali percakapannya dengan Changkyun yang mengatakan bahwa para perwira itu akan meninggalkan distrik ketika mereka menemukan orang yang berada dalam foto itu. Saat itu pikiran Kihyun perlahan mulai terbuka. Haruskah ia bekerja sama dengan divisi Mark untuk tujuan masing-masing ketika orang yang mereka pertahankan sama-sama terjebak di Distrik 7?
Tengah hari, Hyungwon dan Hoseok bertemu dengan Jooheon di jalanan Distrik 8. Pemuda bermata sipit itu terlihat berjalan dengan terburu-buru dengan dahi yang mengernyit.
"Lee Jooheon," Hoseok menegur dari belakang. Sontak si sipit berbalik dan tampak terkejut atas kehadiran dua rekannya.
"Kalian di sini?"
"Aku mencari kalian di Rumah Sakit, kenapa kau malah di sini? Di mana Hyunwoo?"
Jooheon menggaruk kepalanya, tampak frustasi.
Hoseok kembali bertanya, "ada apa?"
Jooheon berucap dengan suara yang lebih pelan namun tak berbisik, "paman Son ... dia, sudah tewas."
"Apa?" Keterkejutan itu berada di pihak Hoseok dan Hyungwon.
"Bagaimana bisa? Apa lukanya sangat parah?"
"Aku bingung harus menjelaskan bagaimana. Intinya paman Son sudah tidak ada. Jika ingin lebih jelas lagi, tanyakan saja pada Hyunwoo Hyeong."
"Di mana dia sekarang?" tanya Hyungwon, semakin menambah rasa frustasi Jooheon.
"Ada apa? Kenapa kau tidak menjawab?" timpal Hoseok.
"Aku sedang mencarinya."
"Memangnya dia pergi ke mana?"
"Aku tidak tahu, oleh sebab itu aku mencarinya ... saat aku kembali ke Rumah Sakit, dia sudah tidak ada."
Hoseok terlihat bingung. "Aku mengecek di rumah dan dia belum kembali."
"Apa dia membawa jasad paman Son?" tanya Hyungwon.
"Tidak, jasad paman Son masih ada di Rumah Sakit. Itulah yang membuatku khawatir ... apa mungkin dia sudah tertangkap."
"Tertangkap?"
Batin Jooheon tersentak, menyadari akan sesuatu yang terlarang untuk diucapkan justru keluar dengan begitu mudahnya dari mulutnya.
"Tertangkap siapa dan karena apa?"
"Tidak, tidak. Lupakan saja, aku hanya asal bicara."
"Apa yang sudah kalian lakukan?" pertanyaan yang lebih menyelidik itu keluar dari Hyungwon dan semakin membuat Jooheon terpojok. "Katakan sekarang, Lee Jooheon."
"Eih ... aku bilang aku hanya asal bicara."
"Katakan sekarang," tuntut Hyungwon.
Jooheon menghela napas beratnya sebelum membuat sebuah pengakuan. "Hyunwoo Hyeong memerlukan uang dalam jumlah besar untuk biaya operasi paman."
"Lalu?"
"Keadaan kita semakin buruk sejak Distrik 9 jatuh ke tangan militer. Hyunwoo Hyeong mengatakan bahwa akan percuma meminta bantuan pada paman Hyunjae. Karena itulah, aku kemudian mengusulkan ide pada Hyunwoo Hyeong," terdengar begitu berhati-hati.
"Apa yang sudah kalian lakukan?"
"Kami menjarah Bank di Distrik 8."
"Kau sudah sinting!" gumam Hoseok penuh penekanan. Sedangkan tak ada perubahan pada raut wajah Hyungwon.
"Harus bagaimana lagi? Kami terpaksa melakukan hal itu untuk mendapatkan uang dengan cepat. Tapi meski begitu, paman Son tetap tidak selamat dan Hyunwoo Hyeong tiba-tiba menghilang."
"Jangan beritahu siapapun?"
Hoseok dan Jooheon menatap penuh tanya pada Hyungwon. Hoseok lantas menegur, "apa maksudmu?"
"Jangan biarkan Kihyun Hyeong mendengar hal ini sampai kita menemukan Hyunwoo Hyeong. Secepatnya, kita harus menemukannya."
Tak ada protes, dan mereka memutuskan untuk segera mencari Hyunwoo. Namun sayangnya sampai matahari bergeser jauh ke arah barat, mereka belum bisa menemukan keberadaan Hyunwoo meski sudah menjarah Distrik 9 sekalipun. Dan tentunya berita duka hari itu pada akhirnya sampai di telinga Minhyuk yang saat itu mengawasi para pemuda Distrik 1 di kediaman Kihyun.
Pencarian masih berlangsung hingga malam. Berbeda dengan kesepakatan awal, malam itu justru Kihyun yang kembali ke rumah dan sedikit mengejutkan Hyungwon yang saat itu menetap di sana. Sedangkan para pemuda Distrik 1 tetap menempati rumah Sohye.
"Di mana yang lain?" tanya Kihyun sembari mendekati Hyungwon yang duduk di ruang tamu.
"Hyunwoo Hyeong menghilang."
"Apa?"
"Paman Son meninggal dan Hyunwoo Hyeong tidak ditemukan di manapun."
"Di mana yang lainnya?"
"Mereka mencari Hyunwoo Hyeong. Sebaiknya Hyeong tidak berpikir untuk pergi ke mana-mana atau masalah akan semakin rumit."
"Kenapa tidak ada yang memberi tahuku?"
Hyungwon tak bermaksud menjawab, untuk itu ia lebih memilih memalingkan wajahnya.
Di sisi lain, ketika rekan-rekannya sibuk mencarinya. Saat itu Hyunwoo memasuki rumahnya masih dengan tas yang berada di tangannya dan juga seikat kecil bunga kehidupan Distrik 9.
Menutup pintu rapat-rapat, Hyunwoo melangkahkan kakinya ke kamar sang ayah dan menghentikan langkahnya tepat di samping ranjang yang terlihat masih rapi. Bunga yang berada di tangan kiri lantas ia taruh di tengah-tengah ranjang, tepat di atas selimut yang terlipat.
Berdiam diri untuk beberapa detik. Hyunwoo lantas mengeluarkan semua uang yang berada di dalam tas ke atas ranjang lalu menjatuhkan tas kosong itu tepat di samping kakinya. Bahu yang sempat menunduk itu kembali tegap, namun air mata yang kembali menuruni wajahnya tak mampu mengingkari bahwa ia benar-benar berada di titik terbawah saat ini.
Tangan kanannya kembali terangkat. Menyalakan korek api di tangannya sebelum menjatuhkannya pada tumpukan uang yang berserakan dan kemudian terbakar. Pemuda itu menangis tanpa suara, ketika bahkan tumpukan uang yang mulai di lalap api itu tak lagi memiliki arti saat yang menjadi kebanggaannya telah gugur tanpa penghormatan.
Untuk kali pertama, Son Hyunwoo merasakan kemarahan yang besar dalam dirinya. Tak bisa lagi menutup diri bahwa kematian ayahnya bukanlah karena tidak sengaja menginjak ranjau. Memang benar ayah Hyunwoo terluka parah karena menginjak ranjau. Namun pemuda itu mengetahui skenario lain dari kematian ayahnya setelah melihat luka tembak di dada bagian atas yang hampir mengenai jantung ayahnya. Hyunwoo tahu bahwa kemungkinan besar ayahnya menginjak ranjau karena ingin melarikan diri. Dan Hyunwoo tahu pada siapa ia harus menuntut keadilan atas kematian ayahnya.
Dia tahu, dan dia akan melakukannya setelah air mata itu tak lagi membuatnya menjadi seseorang yang lemah.
Selesai ditulis : 26.06.2020
Dipublikasikan : 30.06.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro