Lembar 76
Changkyun, Bang Chan dan Hyunjin menyusuri terowongan gelap yang terasa pengap dengan debu yang semakin menipiskan pasokan udara dalam paru-paru mereka. Tak ada pembicaraan, mereka menemukan jalan kosong di hadapan mereka dengan bantuan korek api yang berada di tangan Changkyun.
Tak terlalu jauh, mereka menemukan sebuah pintu. Changkyun lantas mematikan korek api di tangannya dan memasukkannya ke dalam saku celana.
"Jangan sampai terpisah," gumam Changkyun.
Changkyun kemudian meraih knop pintu, menarik ke bawah secara perlahan sebelum mendorongnya ke depan. Terlihat cahaya di balik pintu itu. Changkyun perlahan menampakkan diri, mengawasi sekeliling sebelum keluar saat tak menemukan siapapun di lorong yang terhubung dengan pintu itu.
Bang Chan dan Hyunjin menyusul di belakang. Changkyun kembali memandang kedua pemuda itu dan berucap, "apapun yang terjadi, jangan membuat keributan. Jika seseorang melihat kita, habisi orang itu tanpa membuat suara."
Kedua pemuda itu mengangguk, dan mereka kembali bergerak. Sedangkan di luar sana keadaan sudah sangat gelap ketika rembulan benar-benar tertelan oleh kegelapan sepenuhnya.
Kembali menemukan pintu, Changkyun segera mundur ketika melihat seseorang datang ke arah mereka. Pemuda itu memberikan isyarat pada kedua rekannya untuk mundur dan berdiam diri ketika ia kembali menutup pintu tersebut namun dengan membuat sedikit celah di sana.
Tepat saat orang asing itu melewati tempat mereka, Changkyun segera membuka pintu dan membuat orang itu berbalik. Tampak terkejut, namun pria itu tak diberikan kesempatan ketika Changkyun tiba-tiba menikam lehernya menggunakan pisau yang sebelumnya disembunyikan di balik baju pemuda itu.
Changkyun kemudian menarik pakaian pria yang tak lagi bernyawa itu dan melemparnya di antara Bang Chan dan Hyunjin yang tampak terkejut dengan hal itu.
"Ayo." Changkyun kembali memimpin.
Kedua tangan Hyunjin tampak terkepal kuat sebelum langkahnya yang mengikuti Bang Chan untuk menyusul Changkyun. Selama beberapa menit, mereka menjamah tempat itu dan sempat menghabisi beberapa orang yang mereka temui. Hingga langkah kedua pemuda Distrik 1 itu melambat ketika mereka sampai di sebuah ruangan yang lebih mirip sebagai penjara, dimana terdapat beberapa sel tahanan yang kosong di sana.
Bang Chan menarik tangan Hyunjin untuk segera menyusul Changkyun, dan langkah mereka terhenti di depan salah satu sel tahanan. Kedua pemuda Distrik 1 itu tampak terkejut ketika mereka menemukan rekan-rekan mereka yang tidur di dalam sel tahanan itu. Hyunjin hendak menegur, namun Changkyun menahannya.
"Kalian berjaga di pintu," ucap Changkyun dengan suara berbisik, dan kedua pemuda itu segera kembali ke pintu.
Keduanya memilih memasukkan kedua penjaga yang tergeletak di depan pintu setelah sebelumnya mereka lumpuhkan untuk berjaga-jaga jika ada orang yang tiba-tiba datang ke sana. Sedangkan Changkyun mendekati sel tahanan itu.
Tangan kiri Changkyun terangkat, memukul ringan jeruji besi di hadapannya hingga menghasilkan suara yang tidak terlalu keras namun berhasil membangunkan Changbin.
Changbin mengangkat wajahnya dan terkejut ketika mendapati Changkyun berada di sana. Dengan cepat pemuda itu bangkit dan menghampiri Changkyun.
"Senior."
Changkyun menaruh jari telunjuk di depan mulutnya sendiri, mengisyaratkan agar Changbin tidak bicara.
"Bangunkan teman-temanmu dan jangan membuat suara."
Changbin mengangguk dan kembali menghampiri rekan-rekannya, sedangkan Changkyun membuka gembok menggunakan kunci yang sebelumnya ia rampas dari penjaga di sana. Changkyun membuka pintu sel tahanan dan satu persatu dari pemuda itu terbangun.
"Senior Changkyun datang kemari menyelamatkan kita, jangan membuat suara dan ikuti dia," ucap Changbin memperingatkan rekan-rekannya. Mereka kemudian menghampiri Changkyun.
"Kita pergi sekarang."
Changkyun membimbing langkah mereka dan Bang Chan serta Hyunjin yang melihat rekan-rekannya pun segera menghampiri mereka.
"Hyeong," lirih Jeongin.
"Kalian baik-baik saja?" tanya Bang Chan yang diangguki oleh beberapa orang.
"Tahan dulu bicaranya, sekarang kita pergi dari sini," Changkyun menengahi.
Mereka pun memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu dengan langkah lebar namun tetap berhati-hati. Namun sayangnya kepulangan mereka tidak semudah saat kedatangan mereka ke sana. Dua orang petugas menangkap basah mereka.
"Ya! Siapa kalian?"
Mereka sontak berhenti dan memandang ke sumber suara. Dua petugas itu tampak terkejut sebelum berucap dengan lantang dan memicu keributan malam itu.
"Oh! Bukankah kalian tahanan Distrik 1?"
"Mereka melarikan diri, tahanan Distrik 1 melarikan diri. Cepat tangkap mereka!"
"Lari!" seru Changkyun dengan suara beratnya.
Mereka lantas berlari mengikuti Changkyun yang berada paling depan, sedangkan Bang Chan berlari paling belakang. Malam itu ketika kegelapan yang sebelumnya menelan rembulan mulai menyingkir, suara derap langkah terdengar sangat nyaring di dalam senyap udara. Menghasilkan suara gemuruh yang disertai oleh teriakan.
Satu tembakan peringatan dilepaskan, namun tak bisa menghentikan langkah para pemuda itu. Beberapa orang yang menghalangi dengan tangan kosong, tumbang di tangan mereka.
Tembakan kedua dilepaskan, mereka selamat karena berbelok tepat waktu. Tembakan ke empat, naas-Bang Chan yang berjalan paling belakang tumbang sebelum bisa menjangkau pintu.
"Hyeong!" pekikan Seungmin menghentikan langkah para pemuda itu. Semua terkejut namun derap langkah kaki itu semakin terdengar lebih keras.
Changkyun segera menerobos barisan dan langsung menarik tubuh Bang Chan yang tergeletak di lantai sebelum menutup pintu dan menguncinya.
Changbin segera menyangga kepala Bang Chan yang tampak kesulitan untuk bernapas setelah satu timah panas berhasil menembus punggung pemuda itu. Semua panik.
"Hyeong, bertahanlah."
"P-pergi, tinggalkan aku di sini," gumam Bang Chan.
"Jangan gila! Tidak ada yang akan meninggalkanmu," sahut Changbin dengan marah.
Changkyun menyahut, "kita pergi sekarang."
Pintu di belakang tampak di dobrak dan itu menambah kepanikan di wajah semua orang. Saat itu satu umpatan keluar dari mulut Changbin sebelum ia membangunkan tubuh Bang Chan.
"Naikkan ke punggungku."
Para pemuda itu membantu Bang Chan untuk naik ke punggung Changbin yang kemudian menggendongnya. Dan Changkyun segera kembali membimbing para pemuda itu untuk menemukan jalan keluar dari sana.
"Temukan mereka! Jangan biarkan lolos!"
Pintu itu terbuka dengan paksa, menyusul satu tembakan yang kembali terlepas dan sempat membuat para pemuda itu menunduk sebelum kembali berlari. Tak mereka rasakan udara dingin malam itu, ketika hanya ada perasaan terbakar yang tersisa dari napas yang semakin memendek.
"Jangan menjadi pengecut, aku tidak pernah memintamu datang kemari," gumam Changbin di sela langkahnya.
"Mereka ke arah barat ..."
Changkyun membuka pintu terakhir, pintu dimana mereka masuk sebelumnya.
"Cepat masuk!"
Satu persatu dari mereka masuk, menyisakan Hyunjin di barisan terakhir yang kemudian berhenti setelah Changkyun menahan bahunya.
"Kau tahu harus pergi ke mana, bawa teman-temanmu pergi dari sini."
Hyunjin terkejut. "Hyeong, apa maksudnya ini?"
"Pergilah."
"H-hyeong ... apa yang ingin Hyeong lakukan? Kita pergi bersama, pulang pun harus bersama."
"Jangan naif, kau pikir kau pikir kau bisa keluar dari sini. Pergilah dan bawa teman-temanmu."
"Apa yang harus aku katakan pada Kihyun Hyeong jika Hyeong tidak pulang bersama kami?"
"Di sebelah sini ..." suara lantang itu datang mendekat.
Changkyun kembali memandang Hyunjin lalu berucap, "katakan pada Kihyun Hyeong ... terima kasih sudah merawatku selama ini, sudah waktunya aku untuk pulang."
"Apa-" perkataan Hyunjin terhenti ketika Changkyun mendorongnya ke arah teman-temannya.
"Tinggalkan tempat ini."
"Tapi-"
"Sekarang!" Changkyun membentak dan segera menutup pintu dengan kasar.
Changkyun kemudian meninggalkan tempat itu, pergi ke arah lain untuk mengalihkan perhatian. Sedangkan para pemuda itu masih berdiam diri di dalam kegelapan hingga Jeongin yang meraih bahu Hyunjin.
"Hyeong, Bang Chan Hyeong bagaimana?"
"Kita pergi dari sini, tetap berjalan lurus!" ucap Hyunjin, terdengar lebih tegas dan membimbing rekan-rekannya untuk meninggalkan tempat itu.
Mereka kemudian keluar melalui pintu rahasia, dan Changbin segera menurunkan Bang Chan yang langsung di sambut oleh Seungmin yang menahan kepala Bang Chan.
"H-hyeong ..."
Bang Chan menangis tanpa suara. Terlihat bercak darah di area mulut Bang Chan setelah sebelumnya sempat terbatuk dan semakin memicu kekhawatiran dari rekan-rekannya.
"Bertahanlah, kita akan mendapatkan bantuan secepatnya," ucap Seungmin.
"Tidak perlu, begini lebih baik," ucap Bang Chan lirih.
"Bicara apa kau ini?" tegur Minho yang berada di sisi lain Bang Chan.
Tangan Bang Chan menggenggam lemah tangan Minho. Pemuda itu lantas berucap dengan suara yang lirih, "maaf ... sudah membawa kalian sejauh ini."
"Jangan bicara lagi, kita pergi dari sini." Changbin hendak kembali membangunkan tubuh Bang Chan, namun suara lemah itu kembali terdengar.
"Sampaikan terima kasihku pada senior Kihyun."
"Hyeong ... jangan bicara seperti itu ..."
Bang Chan kembali terbatuk dan membuat kepanikan di sana.
"Hyeong ..."
Semua orang merapat, tampak menahan tangis mereka ketika melihat apa yang saat ini terjadi pada kakak tertua mereka.
"Jangan bicara lagi, jangan bicara lagi ..." lirih Seungmin.
"Ini terlalu sakit ... di mana senior Changkyun?" tanya Bang Chan dengan suara yang terdengar serak dan semakin lirih.
"Senior Changkyun ... dia tidak ikut pergi," sesal Minho.
"Begitukah? Kalau begitu ... kalian pergilah. Aku ... akan menemaninya di sini."
"Jangan mengatakan hal itu, bertahanlah." Minhoo membalas genggaman tangan Bang Chan.
Bang Chan memandang langit dengan air mata yang masih kerap menetes. Rasa sakit itu semakin menusuk ke dalam. Tepat ke arah jantungnya dan mempersempit ruang napasnya. Perlahan semua terasa mengambang, namun masih ia rasakan kehadiran orang-orang di sekitarnya.
"Hyeong, kau masih mendengarku?" tegur Minho.
"Aku ... melihat ayahku di sana. Aku ... aku ingin pergi sekarang."
"Tidak, jangan mengatakan hal seperti itu ..." sahut Seungmin dengan cepat.
"Jangan menangis, cepatlah pulang ..."
Napas Bang Chan tercekat. Dan dalam tiga kali tarikan napas dalamnya, genggaman pada tangan Minho terlepas seiring dengan napas yang terputus dan air mata terakhir yang terjatuh setelah kelopak mata itu menutup. Membuat semua orang menahan napas mereka.
"Hyeong-" pekikan yang tak tersampaikan dengan sempurna ketika Jisung yang berada di belakang Seungmin segera membekap mulut pemuda itu dan menariknya mundur dengan paksa. Membuat Minho dengan cepat menahan tubuh Bang Chan.
Seungmin menangis histeris, mengingat di antara mereka, dialah orang yang paling dekat dengan Bang Chan. Namun suara tangis itu teredam ketika Jisung tak melepaskan bekapakannya.
Minho menggigit bibir bawahnya dan lantas mendekap tubuh Bang Chan. Menangis tanpa suara seperti yang tengah dilakukan oleh rekan-rekannya kecuali Seungmin yang paling terpukul akan kematian Bang Chan.
Hyunjin berpaling, mengusap kasar wajahnya sebelum pandangannya terhenti pada pintu rahasia di hadapannya. Pemuda itu kembali teringat akan pesan Changkyun, meski tak memungkiri bahwa ia masih berharap bahwa Changkyun akan keluar dari sana. Namun sepertinya semua hanya harapan sia-sia. Hyunjin lantas memutuskan untuk menutup pintu tersebut.
Di sisi lain, Changkyun menjatuhkan kedua lututnya di lantai dengan kedua tangan yang ditaruh di belakang kepala. Menyerahkan diri tanpa melakukan perlawanan dan membiarkan orang-orang itu menangkapnya.
"Cari yang lainnya!" ucap salah seorang dari mereka.
"Mereka sudah pergi," celetuk Changkyun namun justru diabaikan.
"Periksa seluruh tempat!"
"Baik."
"Panggilkan Profesor Lim Siwan, jika dia masih hidup."
Beberapa orang yang berada di sana tampak terkejut oleh ucapan Changkyun. Salah seorang dari mereka mendekat dan berdiri di hadapan pemuda itu.
"Angkat wajahmu?"
Tanpa ragu, Changkyun mengangkat wajahnya.
"Kau mengenal Profesor Lim?"
"Aku datang kemari untuk orang itu."
Pria itu tampak mempertimbangkan sesuatu untuk beberapa detik sebelum kembali memberi perintah. "Masukkan dia ke ruang isolasi."
Dua orang menarik lengan Changkyun dengan paksa dan membawanya pergi. Berjalan cukup jauh, Changkyun lantas berakhir di sebuah ruangan yang terdapat satu ranjang beserta meja yang tidak terlalu lebar di sudut ruangan lengkap dengan kursinya. Sebuah ruang tertutup yang hanya memiliki jendela sempit dengan jeruji besi sebagai penghalang.
Ditinggalkan selama beberapa menit, pintu yang sempat tertutup itu lantas kembali terbuka. Menampilkan seorang pria paruh baya berseragam dokter yang memasuki ruangan bersama dua orang lainnya.
"Kau, kah penyusup yang mencariku itu, Anak muda?" tegur pria yang tidak lain adalah orang yang dicari oleh Changkyun-Profesor Lim Siwan.
Terlihat keraguan di wajah Changkyun saat itu sebelum langkahnya yang mengambil langkah memutar dengan hati-hati dan menghadap Profesor Lim. Saat itu netra Profesor Lim memicing, mencoba mengenali wajah yang tengah tertunduk di hadapannya saat ini.
"Angkat wajahmu."
Terlihat ragu-ragu, Changkyun perlahan mengangkat wajahnya dan mendapati wajah Profesor Lim yang terlihat datar meski ada keterkejutan dalam sorot mata pria itu. Tatapan pria itu menajam seiring dengan rahang yang mengeras.
Profesor Lim lantas berucap dengan nada bicara yang sedikit mengeras, "buka bajunya!"
Satu orang mendekati Changkyun dan membuka pakaian yang dikenakan pemuda itu dengan paksa. Pria itu terkejut ketika melihat bekas luka di punggung Changkyun, namun segera terinterupsi oleh suara Profesor Lim.
"Balikkan tubuhnya."
Bahu Changkyun didorong hingga membuatnya berbalik. Dan saat itu, ketika Profesor Lim melihat punggung pemuda itu-seulas senyum tak percaya terlihat di wajah Profesor Lim. Sedangkan Changkyun kembali menjatuhkan pandangannya.
Profesor Lim lantas mendekat, memutari Changkyun dan berdiri di hadapan pemuda itu. Sejenak, diperhatikannya wajah yang sangat familiar itu dan mampu membawa kenangan beberapa tahun silam kembali pada ingatannya.
"Angkat wajahmu."
Changkyun tak merespon, membiarkan pandangannya tetap mengarah pada lantai.
"Setelah bertahun-tahun dan kau baru ingat untuk pulang. Kau pikir aku akan membenarkan tindakanmu ini? Angkat wajahmu sekarang dan lihat orang tua ini!"
Changkyun tetap tak merespon dan saat itu satu tamparan keras menyapa wajahnya. Membuat kelopak matanya sempat menutup untuk beberapa detik sebelum kedua tangan itu mengepal.
Tampak kemarahan di wajah Profesor Lim sebelum suaranya yang semakin meninggi. "Apa kau sudah kehilangan rasa hormatmu pada ayahmu ini, Lim Changkyun!"
Perkataan itu bagaikan sebuah belati yang menusuk tepat pada jantung Changkyun. Pemuda itu lantas mengangkat kepalanya, memandang pria tua yang baru saja mengaku sebagai ayahnya. Dan semua kisah pelarian bocah Distrik 7, berakhir sampai di situ.
Malam itu, ketika bulan kembali bersinar dengan sempurna. Satu jiwa pergi ke Nirwana, dan satu anak laki-laki yang sempat menghilang-lantas kembali pada keluarganya. Namun dari rasa sakit, takut dan marah malam itu-ada sebuah rasa kehilangan yang bersembunyi di gelapnya malam itu.
Distrik 1 berduka malam itu, namun esok-Distrik 9 akan memulai kehancuran yang sebenarnya. Layaknya sebuah kutukan yang datang bersamaan dengan gerhana bulan yang harus diterima oleh siapapun yang menantikan cahaya itu kembali di langit yang gelap malam itu.
Selesai ditulis : 23.06.2020
Dipublikasikan : 30.06.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro