Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 74

    Distrik 9.

    Hyungwon dan kedua pemuda Distrik 1 itu telah bergabung bersama Kihyun serta Changkyun di Gereja. Sedangkan ketiga rekan mereka belum juga kembali sejak pagi tadi.

    Minhyuk yang sebelumnya berpamitan untuk melihat ketiga rekan mereka di rumah masing-masing pun sudah kembali.

    “Mereka belum kembali?” pertanyaan yang harusnya dilontarkan oleh yang tinggal di Gereja, justru dilontarkan oleh Minhyuk.

    “Kau tidak menemukan mereka?” balas Kihyun.

    Minhyuk menggeleng dan menghentikan langkahnya di samping Hyungwon yang saat itu duduk di meja.

    Minhyuk kemudian bergumam, “mungkinkah mereka masih di Distrik 8?”

    “Sepertinya begitu.”

    “Aku bisa ke sana untuk memastikan,” sahut Hyunjin.

    “Tidak perlu,” sergah Hyungwon. “Mereka akan baik-baik saja selama mereka tidak membuat keributan. Sekarang kita urus anak-anak yang dibawa ke Distrik 7.”

    “Aku akan pergi sore ini,” ucap Changkyun, tak berniat untuk mengurungkan niatnya.

    “Bersama siapa?” tanya Minhyuk.
    Kihyun menyahut, “rencananya Hoseok Hyeong akan pergi, tapi sepertinya itu tidak mungkin.”

    “Aku akan pergi sendiri.”

    “Aku akan ikut denganmu,” sahut Minhyuk.

    “Tidak perlu.”

    “Biarkan aku ikut,” suara Bang Chan menengahi perdebatan kecil mereka. “Aku yang membawa mereka pergi, aku ... merasa memiliki tanggung jawab pada mereka. Oleh sebab itu izinkan aku untuk pergi juga.”

    “Tanganmu terluka,” ucap Minhyuk.

    “Tidak masalah, ini hanya luka kecil. Tolong biarkan aku ikut.”

    “Aku juga akan ikut,” sahut Hyunjin.

    Kihyun kemudian mengambil alih, “kalian tidak tahu seperti apa Distrik 7 itu. Tidak ada yang bisa menjamin keselamatan kalian. Jika kalian ragu, lebih baik tetap tinggal di sini.”

    Bang Chan sekilas memandang Hyunjin sebelum memberikan keputusan akhirnya. “Kami tetap berangkat.”

    Minhyuk dan Kihyun saling bertukar pandang. Merasakan kekhawatiran yang sama. Minhyuk kemudian berucap, “jangan menyesali keputusan kalian. Kalian boleh pergi, tapi kalian harus mendengarkan semua arahan yang diberikan oleh Changkyun.

    “Mohon bimbingannya.”

    Perhatian semua orang teralihkan oleh suara pintu yang terbuka. Serempak mereka memandang ke arah pintu dan dari sana Hoseok datang dengan wajah yang tampak resah.

    “Hyeong?” tegur Minhyuk. “Kau dari mana?”

    “Distrik 8.”

    “Bagaimana keadaan paman?” Kihyun menyahut.

    Hoseok menggeleng. “Aku tidak tahu pastinya,  sepertinya sangat parah. Tapi beruntung dia masih selamat.”

    “Bagaimana kejadiannya? Di mana paman menginjak ranjau?” tanya Kihyun lagi.

    “Di perbatasan Distrik 8. Aku sudah mengatakan pada Jooheon untuk segera mengabari jika terjadi sesuatu.”

    “Kau menemui Mark?”

    “Tidak, tapi aku bertemu temannya. Jika tidak salah namanya Jackson. Dia yang mengantarku sampai ke perbatasan ... masalah Distrik 7 bagaimana?”

    Minhyuk menjawab, “Changkyun, Bang Chan dan Hyunjin sudah diputuskan akan pergi nanti malam.”

    “Aku juga akan pergi.”

    “Tidak, Hyeong tetap tinggal,” sahut Kihyun. “Cukup mereka bertiga yang pergi, semakin banyak orang justru semakin beresiko.”

    “Tapi bukankah Bang Chan sedang terluka?”

    “Aku tidak apa, aku akan tetap pergi,” sahut Bang Chan.

    Minhyuk menengahi, “sudah diputuskan siapa yang akan pergi. Sisanya tetap tinggal di distrik dan menunggu kabar.”

    Pandangan Kihyun terjatuh pada sosok Changkyun. Ada perasaan tak rela dalam tatapan teduhnya kala itu.

    Distrik 8.

    Hyunwoo Terduduk di sebuah kursi tepat di sebelah ranjang pasien, di mana sang ayah yang terbaring dan belum sadarkan diri setelah menjalani operasi. Bahu yang selalu tegap itu kini sedikit menunduk. Menegaskan bahwa pemuda itu membutuhkan sandaran saat ini.

    Pintu ruangan terbuka. Jooheon masuk lalu mendekat setelah menutup pintu, namun hal itu belum cukup untuk menarik perhatian dari Hyunwoo.

    “Hyeong.”

    Wajah itu perlahan terangkat dan menemukan si sipit tengah memandangnya dengan tatapan prihatin.
    “Bagaimana keadaan paman?”

    “Operasi pertamanya sudah selesai.”

    “Operasi pertama?”

    “Masih ada satu kali lagi operasi.”

    “Kapan?”

    “Sampai aku membayar biaya operasi.”

    “Lalu? Hyeong memiliki uang?”

    Pandangan Hyunwoo kembali terjatuh. “Tidak,” jawaban itulah yang didengar oleh Jooheon.

    “Aku akan kembali ke distrik.”

    “Percuma,” ucap Hyunwoo dengan cepat, seakan tahu pikiran Jooheon saat itu. Dia lantas kembali memandang Jooheon dan berucap, “meskipun mereka punya, itu tidak akan cukup untuk biaya operasi.”

    “Apa paman tidak menyimpan uang?”

    “Uangnya sudah kugunakan untuk operasi sebelumnya.”

    Jooheon tiba-tiba merasa kesal. “Aigoo! Apa-apaan mereka? Apa tidak bisa menyelamatkan nyawa orang dulu baru memikirkan uang? Tapi ... bagaimana jika Hyeong meminta bantuan paman Hyunjae?”

    “Percuma, orang itu sudah berbeda.”

    Dahi Jooheon mengernyit. “Maksud Hyeong?”

    “Dia bukan lagi paman Hyunjae yang kita kenal. Dia sudah menjadi orang yang berbeda.” Hyunwoo menjatuhkan pandangannya pada wajah sang ayah. Raut wajahnya seperti tengah menyembunyikan sesuatu dibalik ucapannya barusan.

    “Paman Hyunjae memang sudah berubah, tapi apa mungkin dia tidak bersedia membantu dalam masalah ini?”

    “Jika dia berniat membantu, dia akan datang ke sini tanpa diminta siapapun.”

    Jooheon menggaruk kepalanya dengan gerakan lambat. Tampak berpikir keras dan bergumam, “lalu dari mana lagi kita akan mendapatkan uang? Jika bukan karena militer itu, mungkin kita bisa dengan mudah mendapatkan uang.”

    “Aku akan memikirkannya. Bagaimanapun caranya, besok aku harus mendapatkan uang itu.”

    Jooheon menurunkan tangannya dari kepala dan menatap prihatin pada kakak tertua dalam kelompok aktivis mereka. Beberapa detik kemudian, mata sipit Jooheon mengerjap dan tampak terkejut akan pemikirannya sendiri.

    “Hyeong,” satu teguran yang kembali membawa pandangan Hyunwoo mengarah pada si sipit.

    “Aku memiliki rencana.”

    “Katakan?”

    “Tapi ini rahasia, jangan mengatakan pada siapapun.”

    “Cepat beritahu aku.”

    Jooheon mendekat, mencondongkan tubuhnya dan berbisik tepat di samping telinga Hyunwoo yang membuat pemuda itu terkejut. Menatap si sipit dengan tatapan tak percaya.

    “Itu satu-satunya jalan jika Hyeong ingin mendapatkan uang dengan cepat.”

    “Terlalu berbahaya.”

    “Tapi kita tidak diberikan pilihan lain. Lakukan atau Hyeong tidak bisa menyelamatkan paman.”

    Hyunwoo kembali memandang wajah ayahnya. Sejujurnya, dia ragu pada apa yang baru saja dikatakan oleh Jooheon. Haruskah ia melakukannya?





Selesai ditulis : 22.06.2020
Dipublikasikan : 25.06.2020
   

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro